Diagnosis Xerostomia
Diagnosis xerostomia memerlukan evaluasi tanda dan gejala yang cermat, disertai pemeriksaan klinis ekstra dan intraoral. Penilaian fungsi kelenjar ludah dilakukan dengan pengukuran laju aliran saliva istirahat dan terstimulasi. Dalam beberapa kasus, mungkin diperlukan biopsi kelenjar saliva minor. Pemeriksaan juga perlu menitikberatkan untuk mengidentifikasi penyakit yang mendasari xerostomia.[2-6]
Anamnesis
Xerostomia berhubungan dengan berbagai kondisi medis lainnya, sehingga dalam anamnesis dokter perlu menyelidiki penyebab yang mendasari. Tanyakan awitan gejala, riwayat penyakit sistemik, konsumsi obat-obatan, riwayat terapi radiasi, dan riwayat kandidiasis oral rekuren.
Individu dengan xerostomia akan mengeluhkan kesulitan saat makan, berbicara, menelan, dan memakai gigi palsu. Tanyakan apakah pasien mengalami sensasi mulut kering, apakah perlu sering membasahi mulutnya, apakah bisa makan wafer tanpa minum air, serta bagaimana asupan air harian.
Pasien mungkin mengalami gangguan indera perasa karena kurangnya air liur untuk merangsang reseptor gustatori. Keluhan lain yang mungkin ada adalah halitosis, stomatodynia, dan intoleransi makanan asam atau pedas. Pemakai gigi palsu mungkin mengeluhkan lebih banyak sariawan dan kesulitan dalam retensi prostesis.[2,5,6]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan rongga mulut bersifat fundamental untuk identifikasi tanda xerostomia. Selain itu, perlu juga dilakukan pemeriksaan umum untuk menilai tanda-tanda dari penyakit yang mendasari.
Pemeriksaan Rongga Mulut
Pada pemeriksaan rongga mulut, tanda xerostomia dan hiposalivasi yang dapat ditemukan antara lain:
Glassy oral mucosa terutama pada bagian palatum
- Smooth gingiva
Lipstick sign pada wanita, yaitu noda lipstik pada gigi pasien
- Hilangnya papila pada dorsum lidah, terdapat eritema dan atropi menandakan adanya keterlibatan infeksi Candida albicans
- Lidah berfisur atau berlobus-lobus
- Saliva kental dan lengket atau berbusa
- Sedikit atau tidak adanya akumulasi saliva pada dasar mulut
- Terdapat lebih dari dua karies servikal
- Terdapat debris pada palatum
Pemeriksaan Menggunakan Penekan Lidah
Penekan lidah ditempelkan ke mukosa mulut (biasanya mukosa bukal). Jika penekan lidah langsung jatuh setelah tangan dilepas, maka aliran saliva dianggap normal. Semakin lama menempelnya penekan lidah pada mukosa, semakin parah kondisi xerostomia.
Palpasi Kelenjar Saliva
Palpasi kelenjar saliva dilakukan untuk menilai aliran saliva. Keringkan area duct opening saliva dengan kasa sebelum palpasi dilakukan. Duct opening kelenjar saliva submandibular dan sublingual berada pada dasar lidah anterior. Duct opening kelenjar saliva parotis berada pada bagian tengah pipi dalam.
Lakukan palpasi pada duct opening, lalu saliva yang terkumpul ditampung pada suatu wadah. Produksi saliva normal adalah 0,3‒0,4 mL/menit. Pasien dikatakan xerostomia jika produksi saliva 0,1 mL/menit atau kurang.
Pemeriksaan Lain
Saat melakukan pemeriksaan rongga mulut, periksa juga gigi geligi. Pasien dengan xerostomia dapat mengalami karies gigi (terutama karies atipikal pada tepi gingiva atau area insisal), penyakit periodontal, halitosis, dan perdarahan mukosa mulut.
Pemeriksaan juga perlu dilakukan pada tubuh secara umum untuk menilai kemungkinan penyakit yang mendasari. Sindrom Sjogren adalah salah satu penyebab xerostomia yang perlu dipikirkan. Adanya kulit kering, mata kering, kemerahan atau nyeri sendi dapat mengindikasikan Sindrom Sjogren.[2,5-7,16]
Diagnosis Banding
Xerostomia sendiri adalah sebuah gejala. Diagnosis banding perlu dibuat untuk membedakan kemungkinan penyebabnya. Xerostomia dapat disebabkan oleh gaya hidup, seperti dehidrasi akibat kurangnya asupan cairan ataupun kebiasaan merokok, minum alkohol, dan konsumsi kafein.
Namun, xerostomia juga bisa disebabkan oleh penyakit seperti sindrom Sjogren atau terapi radiasi di area kepala dan leher. Pada pasien dengan usia lanjut, xerostomia umumnya disebabkan oleh proses penuaan dan juga obat-obatan yang dikonsumsi pasien.[3,7]
Sindrom Sjogren
Sindrom Sjogren adalah penyakit autoimun sistemik yang menyebabkan disfungsi kelenjar eksokrin. Pasien sindrom Sjogren akan mengeluhkan gejala utama berupa xerophthalmia dan xerostomia. Keluhan ekstraglandular dapat berupa kelelahan, gangguan muskuloskeletal, dan ruam. Pemeriksaan penunjang seperti uji Schirmer dan histopatologi dapat membantu menegakkan diagnosis sindrom Sjogren.[6]
Penuaan
Proses penuaan menyebabkan terjadinya kemunduran fungsi kelenjar saliva. Studi menemukan bahwa terjadi penurunan laju aliran saliva pada usia lanjut dibandingkan dewasa muda. Pasien usia lanjut juga mayoritas mengonsumsi setidaknya 1 obat yang berkaitan dengan efek samping xerostomia. Anamnesis adekuat umumnya mampu membedakan apakah xerostomia disebabkan oleh penuaan saja atau ada keterlibatan faktor lain.[2,6]
Konsumsi Obat
Berbagai jenis obat dapat menyebabkan efek samping berupa xerostomia. Obat antikolinergik seperti scopolamine dan trihexyphenidyl; obat antiparkinson seperti carbidopa dan selegiline; obat antipsikotik seperti haloperidol dan olanzapine; analgesik seperti tramadol dan obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS); anthistamin seperti loratadine dan diphenhydramine; serta berbagai antidepresan, antihipertensi, dan agen sitotoksik telah dihubungkan dengan efek samping xerostomia. Penghentian terapi umumnya dapat menghilangkan gejala xerostomia.[2,6,10]
Gangguan Endokrin
Gangguan endokrin yang berkaitan dengan xerostomia antara lain diabetes mellitus, hipotiroid, dan hipertiroid. Pemeriksaan penunjang, seperti pengukuran kadar gula darah dan profil tiroid, dapat membantu penegakan diagnosis.[6]
Terapi Radiasi Kepala dan Leher
Terapi radiasi kepala dan leher dapat menyebabkan xerostomia jika rongga mulut dan kelenjar saliva masuk dalam area radiasi. Radiasi dapat merusak sel asinar dan sel punca kelenjar saliva, sehingga terjadi atrofi dan fibrosis kelenjar. Kerusakan kelenjar permanen dapat terjadi jika paparan radiasi melebihi 50 Gy.[2,4,11]
Rheumatoid Arthritis
Pada rheumatoid arthritis, kelenjar saliva umumnya juga mengalami kerusakan. Xerostomia pada rheumatoid arthritis diduga berkaitan dengan penurunan aktivitas peroksidase, penurunan saliva dan protein, serta penurunan jumlah imunoglobulin sekretori A. Penetapan diagnosis dan klasifikasi rheumatoid arthritis mengacu pada kriteria diagnosis American College of Rheumatology/European League Against Rheumatism (ACR/EULAR) yang mencakup 4 kriteria penilaian, yaitu jumlah keterlibatan sendi, hasil uji serologi, reaktan fase akut, dan durasi sakit.[2,6,7]
Scleroderma
Pada scleroderma, terjadi fibrosis pada kulit dan jaringan ikat, termasuk kelenjar saliva. Hal inilah yang menyebabkan xerostomia. Scleroderma ditandai dengan kulit yang menebal dan mengeras. Biopsi kulit dapat mengonfirmasi diagnosis.[2,6,7]
Lupus Eritematosus Sistemik
Lupus eritematosus sistemik (SLE) adalah penyakit autoimun yang telah dikaitkan dengan xerostomia dan sindrom Sjogren. Telah dilaporkan bahwa hingga 75% pasien dengan SLE mengalami xerostomia. SLE dapat dideteksi dengan pemeriksaan antinuclear antibody (ANA) atau anti-dsDNA. Kriteria diagnosis oleh Systemic Lupus International Collaborating Clinics (SLICC) atau American College of Rheumatology (ACR) juga dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis.[2,6,7]
Infeksi
Actinomycosis adalah infeksi bakteri yang dapat menyerang kelenjar parotis dan submandibula, sehingga menimbulkan gejala xerostomia. Selain dari itu, xerostomia juga dapat disebabkan oleh infeksi virus seperti HIV, virus hepatitis C, cytomegalovirus, dan Epstein-Barr.[2,10]
Pemeriksaan Penunjang
Keterlibatan kelenjar saliva objektif dapat dinilai dengan mengukur laju alir saliva, skintigrafi saliva, ataupun pencitraan dan biopsi.
Hitung Laju Alir Saliva
Laju alir saliva biasanya dihitung selama 5 menit, dilakukan setelah berpuasa semalam atau 2 jam setelah makan.Laju alir saliva tidak terstimulasi diambil pada saat pasien posisi duduk tegak. Pasien diminta untuk mengeluarkan saliva terus menerus dari bibir bawah ke dalam suatu wadah selama 15 menit (draining method).
Metode lain dilakukan dengan cara mengumpulkan saliva dengan cotton roll yang sebelumnya telah ditimbang. Cotton roll diletakan pada orifisium saluran kelenjar saliva mayor, lalu setelah itu ditimbang kembali ketika pengumpulan saliva selesai.
Metode lain adalah dengan meletakkan absorbent strip pada dasar mulut lalu perhitungan dilakukan dalam waktu 1, 2 dan 3 menit. Laju normal aliran saliva tidak terstimulasi 0,3-0,4 ml/menit.
Laju alir saliva terstimulasi diambil setelah pasien mengunyah unflavoured gum base atau parafin sebanyak 1‒2 g selama 1 menit. Saliva juga dapat distimulasi dengan cairan asam sitrat 2% yang diletakan di sisi lidah dengan interval 30 detik. Saliva yang terkumpul selama 5 menit lalu dikumpulkan pada gelas ukur. Laju normal aliran saliva terstimulasi adalah 1,5‒2 mL/menit.
Diagnosis hiposalivasi ditegakkan ketika laju aliran saliva terstimulasi kurang dari 0,5‒0,7 mL/menit, atau laju aliran saliva tidak terstimulasi kurang dari 0,1 mL/menit.[2,5,6]
Skintigrafi Saliva
Fungsi kelenjar saliva diukur melalui skintigrafi saliva. Skintigrafi adalah teknik pemeriksaan organ tubuh dengan menggunakan bahan radioaktif dan kamera gamma. Setelah administrasi 99m Technetium pertechnetate, jumlah yang diserap ke dalam kelenjar saliva dan jumlah residu dalam kelenjar saliva setelah sekresi diukur untuk mengetahui tingkat penyerapan dan tingkat sekresi.[2]
Pencitraan Lain
Pemeriksaan pencitraan MRI atau CT scan berguna untuk mengevaluasi abnormalitas kelenjar saliva, misalnya adanya massa atau batu. Ultrasonografi juga berguna untuk observasi noninvasif parenkim kelenjar saliva, termasuk ukuran dan vaskularisasi kelenjar.[2,6]
Biopsi
Biopsi perlu dilakukan jika ada kecurigaan massa pada kelenjar saliva atau kondisi sistemik seperti sarcoidosis, sindrom Sjogren, tuberkulosis, kanker dan amiloidosis. Biopsi kelenjar saliva mayor atau minor dapat mendeteksi infiltrasi inflamasi, kerusakan asinar, dilatasi saluran saliva dengan mukus tebal dan fibrosis.[2,6]
Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini