Diagnosis Meningitis
Diagnosis meningitis umumnya dicurigai pada pasien dengan gejala demam, nyeri kepala, dan kaku kuduk. Penurunan kesadaran juga dapat terjadi pada penderita meningitis. Pungsi lumbal masih menjadi pemeriksaan penunjang utama untuk diagnosis meningitis.
Anamnesis
Anamnesis pasien dengan meningitis biasanya akan menunjukkan trias klasik, yaitu demam, nyeri kepala, dan kaku kuduk. Keluhan ini akan terjadi beberapa jam sampai 2 hari setelah onset. Keluhan lain yang dapat timbul pada pasien dengan kecurigaan meningitis adalah mual, muntah, fotofobia, penurunan kesadaran atau disorientasi.
Pada tahap awal meningitis, pasien bisa datang hanya dengan keluhan seperti flu. Hal ini terkadang sulit dibedakan dengan diagnosis banding seperti infeksi saluran napas atas atau influenza.
Pasien dengan meningitis bakteri dapat memiliki riwayat otitis media, sinusitis, atau pneumonia. Pada pasien dengan meningitis virus biasanya didapatkan keluhan neurologis dalam 1-7 hari setelah onset.
Keluhan sistemik yang dapat timbul dengan kecurigaan meningitis virus adalah myalgia, fatigue, atau anoreksia. Pasien juga dapat memiliki riwayat gondongan atau parotitis.
Sekitar 30-40% pasien anak maupun dewasa dapat mengalami kejang pada meningitis bakteri tingkat lanjut. Pada bayi, keluhan dapat berupa bayi menjadi kurang aktif, malas menyusu, muntah-muntah, high-pitch crying, dan adanya instabilitas suhu tubuh.
Pasien lansia terutama dengan riwayat komorbid diabetes, gangguan ginjal atau hati dapat mengeluhkan letargi tanpa gejala meningeal.
Selain menanyakan gejala, dokter perlu menanyakan apakah ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama untuk mengetahui kemungkinan terpapar akan virus endemik yang dapat menyebabkan meningitis. Tanyakan pula riwayat kontak seksual atau perilaku seksual pasien untuk mengetahui kemungkinan infeksi virus herpes simpleks atau HIV.[3,8]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan sebaiknya mencakup pemeriksaan umum, tanda meningeal, dan pemeriksaan neurologi.
Pemeriksaan Fisik Generalis
Pada pemeriksaan fisik generalis dapat ditemukan adanya tanda-tanda penyakit infeksi lokal berupa otitis, sinusitis, atau pneumonia. Pada pemeriksaan tanda vital yang akan ditemui adalah suhu tubuh yang meningkat.
Pada pemeriksaan kesadaran dapat ditemui penurunan status mental atau GCS kurang dari 14. Pada bayi dapat ditemukan adanya bulging fontanelle, high-pitch crying, hipotonia, dan iritabel atau tidak aktif.
Tanda-Tanda Iritasi Meningeal
Terdapat beberapa pemeriksaan untuk menilai adanya iritasi meningeal, yaitu kaku kuduk, Laseque sign, Kernig sign, dan Brudzinski sign.
Pemeriksaan kaku kuduk dilakukan dengan menekukkan kepala pasien (fleksi) yang sedang berbaring dan diusahakan agar dagu mencapai dada. Apabila terdapat tahanan dan dagu tidak mencapai dada dikatakan kaku kuduk positif yang menandakan ada kemungkinan iritasi meninges. Perhatikan pula apakah terdapat fleksi pada kedua tungkai, jika terdapat fleksi maka dinyatakan pemeriksaan Brudzinski I positif.[3,8]
Pemeriksaan Laseque dilakukan dengan pasien berbaring lurus dan ekstensi pada kedua tungkai. Pemeriksaan dikatakan positif apabila timbul tahanan atau rasa nyeri pada tungkai yang difleksikan sebelum mencapai 70 derajat.
Pemeriksaan Kernig dilakukan ketika pasien berbaring lurus dan dilakukan fleksi paha pada sendi panggul sampai membuat sudut 90 derajat, setelah itu tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut. Kernig positif apabila terdapat tahanan dan rasa nyeri sebelum tercapai sudut 135 derajat.[3,8]
Pemeriksaan Neurologis Fokal
Sekitar 10-20% pasien dapat ditemui adanya abnormalitas neurologis fokal berupa abnormalitas nervus kranial (III, IV, VI, dan VII). Dapat ditemukan adanya papil edema pada 1% pasien yang mengindikasikan adanya peningkatan tekanan intrakranial.[3,8]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding meningitis adalah ensefalitis, neoplasma otak, abses otak, dan kejang demam.
Ensefalitis
Ensefalitis paling sering disebabkan oleh infeksi virus. Manifestasi klinis yang sering terjadi adalah demam, nyeri kepala, mual, muntah, letargi, dan limfadenopati. Biasanya didapatkan adanya penurunan kesadaran dan perubahan perilaku atau karakter pada pasien. Dapat ditemukan defisit neurologis seperti hemiparesis, kejang fokal, dan disfungsi otonom. Pemeriksaan fungsi lumbar perlu dilakukan pada pasien dengan kecurigaan ensefalitis.
Neoplasma Otak
Neoplasma otak biasanya terjadi secara progresif. Pada awalnya pasien dapat tidak mengalami keluhan apapun hingga timbulnya nyeri kepala, penurunan status mental, ataksia, kelemahan, dan gangguan cara berjalan. Pada tingkat lanjut, dapat ditemukan adanya kejang fokal, gangguan visual, gangguan bicara, dan abnormalitas sensorik. Modalitas utama untuk menegakkan diagnosis adalah CT Scan.
Abses Otak
Pada abses otak, biasanya simptom akan timbul kurang lebih 2 minggu setelah onset. Trias klasik penanda abses otak adalah demam, nyeri kepala yang biasanya berat dan terjadi pada salah satu bagian otak yang mengalami abses, dan adanya defisit neurologis fokal. Sekitar 25% pasien juga dapat mengalami kaku kuduk. Pada pemeriksaan imaging dengan CT Scan didapatkan gambaran nodular enhancement.
Kejang Demam
Kejang demam merupakan kondisi umum yang sering terjadi pada anak usia 6 bulan – 5 tahun. Kejang demam biasanya disebabkan oleh infeksi ekstrakranial. Pada kondisi kejang demam diperlukan pemeriksaan laboratorium dan radiologis untuk memastikan tidak ada keterlibatan intrakranial.[3,8]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menentukan diagnosa meningitis adalah pungsi lumbal, CT Scan, MRI, dan pemeriksaan laboratorium.
Pungsi Lumbal
Pungsi lumbal atau analisis cairan dan kultur cairan serebrospinal masih menjadi metode definitif dalam mendiagnosis meningitis. Peningkatan tekanan intrakranial dari lesi atau peradangan pada jaringan otak dapat menimbulkan risiko herniasi serebral jika pungsi lumbal dilakukan. Untuk itu, CT scan kepala sebaiknya dilakukan sebelum pungsi lumbal jika ada kecurigaan adanya lesi pada jaringan otak.
Pungsi lumbal dapat dilakukan selama tidak ada kontraindikasi seperti defisit neurologi, papilledema, pasien berusia lebih dari 60 tahun serta GCS kurang dari 12. Pungsi lumbal pada bayi harus dipertimbangkan dengan hati-hati.
Parameter yang diperiksa pada pungsi lumbal adalah opening pressure, jumlah sel darah putih, glukosa, protein, dan pemeriksaan mikrobiologi. Selain itu, saat ini penggunaan parameter kadar laktat pada cairan serebrospinal juga dinilai bermanfaat untuk membedakan meningitis viral dan bakterial.[3,9]
Pada meningitis bakteri biasanya ditemukan adanya peningkatan tekanan, peningkatan sel darah putih (>80% neutrophil), penurunan glukosa, peningkatan protein, dan ditemukan patogen bakteri.
Pada meningitis virus ditemukan tekanan normal atau sedikit meningkat, peningkatan sel darah putih (biasanya mononuklear), glukosa dalam batas normal atau sedikit menurun, protein dalam batas normal atau sedikit meningkat, dan ditemukan gen virus pada PCR.
Pada pemeriksaan meningitis tuberkulosis biasanya ditemukan peningkatan sel darah tekanan dan sel darah putih (biasanya limfosit), penurunan glukosa, peningkatan protein, dan pada pemeriksaan basil tahan asam akan positif.[3]
CT Scan
CT Scan kepala dapat dilakukan pada pasien dengan kecurigaan adanya infeksi bakteri atau space occupying lesion (SOL). Pada infeksi bakteri, beberapa pasien akan memperlihatkan adanya meningeal enhancement. Menurut Infectious Diseases Society of America, CT Scan sebaiknya tidak menunda pemeriksaan pungsi lumbal. Beberapa kondisi yang mengharuskan skrining CT Scan sebelum pungsi lumbal adalah status pasien immunocompromise, kejang dalam 1 minggu, papilledema, dan defisit neurologis fokal.[3,9]
CT scan juga dilakukan untuk mengeksklusi SOL. Misalnya, pada pasien dengan defisit neurologis fokal. CT scan juga dapat membantu menyingkirkan diagnosis perdarahan intrakranial.[16]
Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan darah tidak spesifik digunakan untuk mendiagnosis meningitis. Kultur darah dapat dilakukan untuk mengkonfirmasi infeksi bakteri, terutama penyakit meningococcal.
Direvisi oleh: dr. Dizi Bellari Putri