Etiologi Intra Uterine Fetal Death (IUFD)
Etiologi kasus intrauterine fetal death (IUFD) dikaitkan dengan berbagai faktor, termasuk kondisi medis ibu, abnormalitas kromosom, dan sindrom antibodi antifosfolipid. Namun, kebanyakan etiologi IUFD adalah idiopatik atau tidak diketahui.[5,6]
Kondisi Medis Ibu
Kesehatan ibu selama hamil merupakan faktor yang penting untuk bisa melahirkan bayi yang sehat. Namun, terdapat beberapa penyulit kehamilan yang bisa menyebabkan IUFD antara lain hipertensi, preeklampsia, dan diabetes gestasional.[5-7]
Komplikasi Plasenta
Salah satu penyebab IUFD yaitu adanya komplikasi pada plasenta. Hal ini sering ditemukan pada kehamilan kembar monokorionik atau monoamniotik sebelum usia kehamilan 32 minggu. Komplikasi plasenta yang sering menyebabkan IUFD, yaitu plasenta previa dan abrupsio plasenta.[5-7]
Abnormalitas Kromosom
Penentuan kariotipe janin merupakan salah satu pemeriksaan yang harus dipertimbangkan jika didapatkan kasus IUFD tanpa sebab yang jelas. Pemeriksaan dapat dilakukan secara amniocentesis dengan mengambil amniosit hidup untuk mencari abnormalitas struktural janin.[5-7]
Sindrom Antibodi Antifosfolipid
Sindrom antibodi antifosfolipid dapat dipertimbangkan sebagai penyebab kematian janin apabila didapatkan >3 kematian janin pada kehamilan trimester pertama atau >1 kematian janin pada kehamilan trimester kedua dengan penyebab yang tidak jelas maupun peristiwa tromboembolik vena yang tidak jelas.[5-7]
Infeksi Intraamnion
Infeksi dalam kehamilan merupakan penyebab kematian janin yang terlihat jelas pada pemeriksaan klinis. Selain itu, dapat dilakukan pemeriksaan histologi terhadap janin, plasenta, dan tali pusat sebagai penunjang penentuan adanya infeksi.[5-7]
Faktor Risiko
Ada beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan IUFD. Faktor risiko ini diklasifikasikan menjadi faktor maternal, fetal, dan plasenta.[5,6]
Faktor Maternal
Beberapa faktor maternal yang meningkatkan risiko IUFD antara lain anemia, diabetes, penyakit autoimun, dan penyakit rhesus.
Anemia:
Terjadinya anemia pada kehamilan tergantung jumlah persediaan zat besi dalam hati, limpa dan sumsum tulang. Pada kehamilan yang memasuki usia 20–24 minggu, janin akan membutuhkan zat besi yang banyak sehingga jika terjadi anemia maka akan berpengaruh terhadap hasil konsepsi termasuk salah satunya adalah IUFD.[5-7]
Diabetes Melitus yang Tidak Terkontrol:
Kebutuhan nutrisi yang adekuat untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan janin berakibat pada perubahan metabolisme ibu hamil, terutama metabolisme karbohidrat dan lemak. Perubahan metabolisme ini dapat menyebabkan peningkatan gula darah yang apabila tidak terkontrol maka dapat menyebabkan abnormalitas kongenital, abortus, IUFD, lahir prematur, dan makrosomia.[5-7]
Lupus Eritematosus Sistemik (LES):
Kematian janin pada kehamilan dengan lupus eritematosus sistemik (LES) terjadi jika ibu hamil mengalami flare selama kehamilannya. Kejadian flare ini akan menimbulkan kerusakan organ sehingga meningkatkan risiko mortalitas janin.[5-7]
Infeksi:
Infeksi merupakan salah satu penyebab kematian janin terbanyak, baik di negara maju maupun berkembang. Infeksi yang terjadi dapat berasal dari infeksi janin langsung disertai kerusakan organ vital dan deformitas janin, infeksi plasenta yang menyebabkan gangguan fungsi plasenta, dan infeksi maternal sistemik yang menyebabkan sepsis.
Patogen yang sering menyebabkan IUFD yaitu Treponema pallidum, Vibrio cholerae, Escherichia coli, Mycoplasma hominis, Toxoplasma gondii, Leptospira sp, dan Listeria monocytogenes. Sementara itu, infeksi virus yang sering menyebabkan IUFD adalah parvovirus dan cytomegalovirus (CMV).[5-7]
Eklamsia:
Eklamsia adalah derajat pregnancy-induced hypertension (PIH) paling berbahaya yang ditandai dengan terjadinya kejang atau koma selama masa kehamilan di atas 20 minggu. Kejang pada eklamsia ini dapat menghambat aliran darah intervilosa sehingga menyebabkan hipoksia atau asidosis yang berakibat pada kematian janin.[6,7]
Penyakit Rhesus:
Kematian janin dalam kandungan akibat penyakit rhesus berhubungan dengan sirkulasi sel darah ibu ke janin dan sebaliknya. Apabila ada ketidakcocokan antara sel darah merah ibu dan janin maka akan terjadi sensitisasi sistem imun ibu yang menganggap sel darah janin sebagai benda asing dan menimbulkan penyakit hemolitik berat pada janin hingga menyebabkan kematian.[6,7]
Sindrom Antibodi Antifosfolipid:
Sindrom antifosfolipid merupakan penyakit autoimun yang sering terjadi pada wanita. Sindroma ini sering dikaitkan dengan kondisi trombosis pada kehamilan dan angka kematian janin yang tinggi.[5,6]
Faktor Fetal
Faktor fetal yang meningkatkan risiko IUFD adalah adanya intrauterine growth restriction dan kelainan kongenital atau kromosom.
Intrauterine Growth Restriction (IUGR):
Intrauterine growth restriction (IUGR) dapat menyebabkan peningkatan risiko kematian 6-10 kali lipat lebih tinggi jika dibandingkan dengan bayi normal. IUGR ditentukan bila berat janin kurang dari 10% berat yang harus dicapai sesuai usia kehamilan.[5,6]
Kelainan Kongenital dan Kromosom:
Pertanda kelainan kongenital yang sering ditemukan pada pemeriksaan ultrasonografi (USG) yaitu oligohidramnion, polihidramnion, IUGR, kelainan bentuk dan struktur organ janin, ukuran biometri abnormal, ukuran plasenta abnormal, dan aktivitas biofisik janin yang berkurang.
Oligohidramnion yang berlangsung cukup lama dapat menyebabkan kelainan janin berupa hipoplasia toraks dan paru serta deformitas wajah dan skeletal.[5,6]
Faktor Plasenta
Faktor plasenta yang dapat menyebabkan kematian janin dalam kandungan antara lain kelainan tali pusat, abrupsio plasenta, ketuban pecah dini, dan vasa previa.[5,6]
Penulisan pertama oleh: dr. Yelvi Levani