Pendahuluan Mastitis
Mastitis adalah peradangan payudara yang sering terjadi pada saat laktasi, sehingga terkadang disebut juga mastitis laktasional. Mastitis diakibatkan stasis aliran air susu ibu (ASI), sehingga dapat terjadi infeksi bakteri yang menyebabkan peradangan pada parenkim payudara.[1–3]
Faktor risiko terjadinya mastitis, antara lain trauma pada payudara atau puting (cracked nipple), durasi pemberian ASI yang kurang, cara dan posisi pada saat pemberian ASI yang tidak tepat, serta faktor stress dan kelelahan pada ibu. Insidensi mastitis paling banyak dalam 3 minggu postpartum.[4,5]
Pasien mastitis biasanya datang dengan keluhan nyeri pada payudara yang dapat disertai demam, myalgia, malaise, atau flu-like symptoms lain. Pada pemeriksaan fisik payudara, dapat ditemukan eritema, bengkak, dan terdapat nyeri tekan. Pemeriksaan penunjang, seperti kultur bakteri dan ultrasonografi payudara, hanya dilakukan jika sesuai indikasi, misalnya mastitis berulang atau hospital acquired mastitis.[1,4]
Tata laksana mastitis dapat dilakukan dengan secara non-medikamentosa, yaitu dengan pengosongan payudara, beristirahat, memperhatikan kecukupan cairan dan nutrisi, serta kompres payudara. Analgesik, seperti paracetamol dan ibuprofen dapat bermanfaat. Namun, jika gejala belum membaik setelah 24–48 jam, lakukan terapi dengan antibiotik, misalnya cephalexin atau clindamycin.[4]
Prognosis mastitis umumnya baik, dan dapat sembuh dalam 2–3 minggu. Komplikasi yang dapat terjadi dari mastitis adalah penghentian pemberian ASI karena ibu merasa tidak nyaman atau mengalami nyeri, serta terjadinya abses payudara jika mastitis tidak diterapi secara adekuat.[6]
Untuk mencegah terjadinya mastitis, perlu dilakukan edukasi pada ibu berupa konseling laktasi mengenai cara menyusui yang benar dan tanda-tanda stasis aliran ASI. Jika terjadi tanda-tanda stasis ASI, ibu sebaiknya beristirahat, meningkatkan frekuensi menyusui, menghangatkan payudara sebelum mulai menyusui dan memijat bagian payudara yang terasa bengkak. Edukasi pada pihak keluarga untuk mendukung ibu menyusui juga penting disampaikan.[4,5]
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra