Penatalaksanaan Vulvitis
Penatalaksanaan vulvitis meliputi modifikasi kebiasaan, menjaga kebersihan daerah vulva, serta pemberian medikamentosa sesuai dengan etiologinya.[3]
Medikamentosa
Kortikosteroid topikal merupakan medikamentosa utama yang diberikan pada kasus vulvitis dermatitis dan vulvitis lichen sclerosus. Jika vulvitis disebabkan oleh suatu infeksi maka perlu penambahan medikamentosa sesuai patogen penyebab infeksi. Pada vulvitis sel plasma, belum ada medikamentosa standar dan hasil pengobatan sangat bervariasi dengan medikamentosa yang ada.
Vulvitis Dermatitis
Pada kasus vulvitis dermatitis yang ringan, pemberian salep hydrocortisone 1% umumnya cukup untuk memperbaiki gejala klinis pasien. Kortikosteroid potensi sedang–tinggi dapat diberikan untuk durasi pemakaian yang singkat pada kasus vulvitis dermatitis yang lebih berat. Contoh obat yang dapat diberikan adalah salep betamethasone valerate 0,025%, mometasone furoate, atau methylprednisolone aceponate yang diberikan hingga gejala klinis membaik.
Setelah itu, perlu dilakukan tapering off dengan kortikosteroid potensi rendah, misalnya hydrocortisone 1%, sebelum akhirnya pengobatan dihentikan.[3,8,18]
Pengobatan dengan durasi yang lebih panjang dapat menggunakan salep tacrolimus atau krim pimecrolimus untuk mencegah atrofi kulit. Untuk mengurangi rasa gatal, pasien dapat diberikan antihistamin yang memiliki sifat sedasi untuk malam hari dan salep hydrocortisone 2,5% 2 kali sehari selama 1 minggu.[4,8]
Vulvitis Infeksi
Vulvitis infeksi akibat Candida dapat diterapi menggunakan antifungal topikal misalnya miconazole atau clotrimazole yang dioleskan 2 kali sehari selama 10-14 hari.
Pada kasus infeksi Candida kronis, terapi percobaan menggunakan antifungal oral misalnya itraconazole, fluconazole, atau ketoconazole yang diberikan 1 kali sehari hingga gejala klinis menghilang. Durasi pemberian antifungal oral tersebut bervariasi dari mingguan hingga bulanan, disesuaikan dengan toleransi pasien.[3,4]
Terapi vulvitis infeksi sama dengan terapi terhadap organisme etiologinya secara umum. Misalnya kasus vulvitis akibat Streptococcus beta hemolytic group A dapat diberikan obat oral golongan penicillin atau sefalosporin atau antibiotik yang sesuai selama 10 hari tergantung hasil kultur. Vulvitis oleh karena Enterobius dapat diberikan albendazol oral 200-400 mg dosis tunggal.[4]
Rasa gatal dapat diatasi dengan medikamentosa tambahan berupa salep hydrocortisone 1% selama beberapa hari.[3]
Vulvitis Lichen Sclerosus
Pemberian medikamentosa pada vulvitis lichen sclerosus bertujuan untuk meredakan gejala klinis dan mencegah progresi penyakit dan komplikasi.[3]
Lini Pertama:
Kasus ringan vulvitis lichen sclerosus dapat diberikan kortikosteroid topikal potensi rendah, misalnya salep hydrocortisone 2,5% setiap malam selama 6 minggu. Apabila terjadi perbaikan klinis, dosis dapat diturunkan menjadi hydrocortisone 1% selama 4-6 minggu. Setelah itu, pasien dapat menggunakan pelembab berbahan dasar petroleum atau berbahan dasar air yang tidak mengandung pewangi.[3,4,13]
Kasus berat vulvitis lichen sclerosus bisa diberikan kortikosteroid topikal dengan potensi lebih tinggi, pilihan utamanya adalah clobetasol propionate 0,05% yang diberikan 2 kali sehari selama 2 minggu.
Dosis pengobatan disesuaikan dengan keparahan lesi kulit. Dosis kemudian diturunkan hingga 1 kali seminggu sesuai dengan respons pengobatan. Terapi dengan kortikosteroid topikal potensi sedang-tinggi, dilanjutkan dengan kortikosteroid topikal potensi rendah digunakan untuk terapi rumatan.[4,6,13]
Lini Kedua:
Terapi lini kedua yang dapat diberikan adalah inhibitor calcineurin topikal (tacrolimus, pimecrolimus). Beberapa medikamentosa lain yang digunakan dalam terapi vulvitis lichen sclerosus adalah retinoid topikal, analog vitamin D, transient receptor potential cation channel subfamily M (melastatin) topikal (icilin), dan oxatomide topikal.
Injeksi intralesi plakat hipertrofi dengan triamcinolone acetonide 20 mg sebanyak 1 kali sebulan selama 3 bulan dapat menjadi terapi tambahan selain pemberian medikamentosa topikal.[5,6]
Terapi Hormon:
Terapi hormonal berupa estrogen dapat diberikan sebagai terapi tambahan pada pasien vulvitis lichen sclerosus usia pasca menopause. Pemberian estrogen dapat mengurangi gejala atrofi kulit. Testosteron dan progesteron topikal dapat mengurangi inflamasi dan memicu terjadinya remisi.[5]
Terapi Sistemik:
Medikamentosa sistemik dipertimbangkan untuk kasus berat vulvitis lichen sclerosus. Beberapa obat yang digunakan antara lain retinoid, hydroxycarbamide, siklosporin, cycloferon, dan hydroxychloroquine.[5]
Vulvitis Sel Plasma
Belum ada medikamentosa baku yang terbukti efektif untuk terapi vulvitis sel plasma. Kebanyakan laporan kasus menggunakan kortikosteroid topikal potensi rendah-tinggi dan inhibitor kalsineurin dengan hasil pengobatan yang bervariasi.
Terapi lain yang digunakan adalah krim estrogen, kombinasi asam fusidat, etretinate, imunomodulator topikal, antifungal, antibiotik, interferon, laser, cryotherapy, dan bedah eksisi.[9,15]
Fototerapi dan Terapi Laser
Fototerapi dengan ultraviolet A1 atau terapi fotodinamik dengan photosensitizer pernah digunakan untuk kasus vulvitis lichen sclerosus dan memberikan perbaikan gejala klinis, terutama rasa gatal dan nyeri.
Terapi laser menggunakan laser karbon dioksida tissue-vaporizing atau laser nonablasi juga dapat mengurangi gejala klinis vulvitis lichen sclerosus.[5]
Pembedahan
Pembedahan eksisi dilakukan untuk kasus vulvitis lichen sclerosus apabila respons terhadap medikamentosa buruk, timbul komplikasi stenosis vagina, dan untuk mencegah terbentuknya karsinoma invasif pada vulva.[5]
Terapi Suportif
Terapi suportif untuk vulvitis dermatitis yang utama adalah menghindari iritan atau alergen sesuai dengan hasil tes alergi. Pasien dapat dianjurkan melakukan sitz bath 1-2 kali sehari menggunakan 2 sendok baking soda yang dicampurkan ke dalam bak air, lalu duduk berendam selama 20 menit.[4]
Modifikasi kebiasaan dan perbaikan higienitas daerah vulva merupakan bagian dari penatalaksanaan vulvitis. Pasien dianjurkan untuk mengganti sabun dan pelembab yang digunakan di daerah vulva.[5]
Rujukan
Rujukan ke dokter spesialis kulit dan kelamin atau dokter spesialis kandungan diperlukan apabila tidak ada perbaikan terhadap pengobatan kortikosteroid topikal yang diberikan. Pemeriksaan dan penanganan vulvitis dapat bersifat multidisiplin melibatkan bagian dermatovenerologi, ginekologi, urologi, dan patologi anatomi.[6,19]
Direvisi oleh: dr. Gabriela Widjaja