Epidemiologi Kalazion
Data epidemiologi kalazion menunjukkan bahwa penyakit ini lebih sering terjadi pada individu dewasa dibandingkan anak-anak, diduga karena pengaruh faktor hormon androgenik yang meningkatkan viskositas sebum.[1,2]
Terjadinya kalazion berulang, terutama pada individu usia lanjut, perlu mempertimbangkan diagnosis banding lain seperti karsinoma sebasea, karsinoma sel skuamosa, karsinoma adneksa mikrokistik, atau tuberkulosis. Sedangkan, kalazion berulang pada anak-anak atau dewasa muda memerlukan evaluasi untuk konjungtivitis virus dan Hyper-IgE syndrome (HIES).[2]
Global
Secara global, insidensi terjadinya kalazion bervariasi dan berkisar antara 0,2-0,7%. Di Amerika Serikat, prevalensi kalazion secara pasti tidak diketahui, tetapi umumnya ditemui pada usia 30-50 tahun. Di Brazil, angka kejadian kalazion dilaporkan berkisar 0,2-0,3%. Sedangkan, salah satu studi di India melaporkan frekuensi terjadinya kalazion sebesar 0,24% dan di Nigeria dilaporkan sebesar 0,7%.[1,6]
Beberapa studi melaporkan adanya perbedaan jenis kelamin dalam terjadinya kalazion, dengan jenis kelamin perempuan memiliki tingkat lebih tinggi daripada laki-laki, terutama selama masa pubertas dan kehamilan. Namun, ada pula penelitian lain yang tidak menemukan perbedaan signifikan.[2,6]
Indonesia
Data epidemiologi kalazion di Indonesia sulit ditemukan. Berdasarkan penelitian deskriptif kuantitatif dengan desain potong lintang menggunakan data sekunder berupa data rekam medis elektronik pasien baru rawat jalan di Puskesmas kota Bandung tahun 2015, didapatkan dari 181.596 pasien baru yang berobat terdapat 515 (0,618%) pasien dengan diagnosis hordeolum dan kalazion.[11]