Diagnosis Teratoma Testis
Diagnosis teratoma testis perlu dicurigai pada pasien yang mengeluhkan massa pada skrotum dan mempunyai faktor risiko, seperti riwayat kriptorkidisme, hipospadia, kanker testis kontralateral, dan riwayat teratoma testis dalam keluarga. Diagnosis dapat ditunjang dengan USG, CT scan, marker tumor dalam serum, dan histopatologi.[1,4]
Anamnesis
Pada anamnesis, pasien mungkin mengeluhkan massa skrotum yang nyeri maupun asimtomatik. Bila ada nyeri, pasien mungkin mengalami perdarahan pada massa tersebut maupun torsio testis. Sekitar 27% pasien kanker testis mengalami nyeri skrotum, 11% mengalami nyeri punggung atau flank, dan 1% mengalami ginekomastia. Pasien yang mengalami teratoma testis umumnya berusia 20–35 tahun tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa usia pasien lebih muda atau lebih tua.[1,3,4]
Tanyakan riwayat faktor risiko misalnya hipospadia, kriptorkidisme riwayat radiasi pelvis, riwayat paparan zat kimia toksik jangka panjang seperti pestisida, riwayat trauma testis, maupun subfertilitas atau infertilitas. Selain itu, tanyakan juga riwayat kanker testis kontralateral dan riwayat kanker testis pada anggota keluarga yang lain.[1,3,4]
Beberapa infeksi tertentu juga diduga bisa berkaitan dengan terjadinya kanker testis, misalnya infeksi HPV (human papillomavirus), HIV (human immunodeficiency virus), dan Epstein-Barr virus.[3]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik terhadap skrotum dan testis dapat dilakukan dengan posisi pasien berdiri dan berbaring untuk perbandingan. Massa padat yang dapat dipalpasi pada testis perlu dicurigai sebagai keganasan. Namun, teratoma juga dapat disertai dengan hidrokel yang mungkin membuat massa padat lebih sulit dipalpasi.[5,6]
Pada umumnya, pemeriksaan teratoma testis akan menunjukkan massa padat yang keras dan tidak nyeri, serta memberikan hasil tes transiluminasi negatif. Testis biasanya teraba membesar secara difus tetapi kadang teraba nodular. Nodul bisa tersebar diskret pada ujung atas dan bawah. Massa umumnya bersifat unilateral dan jarang bilateral.[6]
Untuk teratoma yang tidak dapat dibedakan secara klinis dari tumor lain, pemeriksaan pasien harus lebih menyeluruh, seperti pemeriksaan abdomen untuk deteksi massa atau nyeri tekan, pemeriksaan limfadenopati inguinal dan supraklavikula, pemeriksaan ginekomastia, dan auskultasi dada untuk bukti penyakit metastasis.[5]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding teratoma testis mencakup kasus tumor testis yang lainnya, hidrokel, spermatokel, dan hernia inguinal.[6]
Tumor Testis Lain
Selain teratoma testis, terdapat berbagai jenis tumor testis yang lain, seperti seminoma germ cell tumor yang mewakili sebagian besar kasus tumor testis. Untuk membedakan berbagai jenis tumor testis ini secara pasti, diperlukan pemeriksaan histologi.[4,6]
Hidrokel dan Spermatokel
Untuk membedakan kasus kanker testis dari hidrokel atau spermatokel, dokter dapat melakukan tes transiluminasi dan pencitraan, misalnya USG testis. Pemeriksaan MRI mungkin bermanfaat pada kasus tertentu yang sulit.[1,6]
Hernia Inguinalis
Mayoritas diagnosis hernia inguinalis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan fisik. Pada inspeksi, dokter mencari penonjolan, pembengkakan, dan asimetri pada kedua sisi. Setelah itu, pasien diminta melakukan manuver valsava untuk melihat apakah benjolan membesar. Palpasi kanalis inguinalis juga dilakukan dan disertai manuver valsava.[9]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang utama yang direkomendasikan pada pasien dengan massa testis adalah USG. Selain itu, CT scan dan pemeriksaan serum tumor marker mungkin bermanfaat. Diagnosis definitif dapat ditegakkan dengan analisis histopatologi, tetapi pemeriksaan ini umumnya baru bisa dilakukan setelah ada sampel dari prosedur orchiectomy.[1,4,6,10]
Ultrasonography
Modalitas pencitraan yang menjadi pilihan untuk mengevaluasi massa testis adalah USG. Pedoman European Society of Medical Oncology (ESMO) merekomendasikan USG dengan probe frekuensi tinggi (>10 MHz) dengan colour Doppler. Selain dapat mengkonfirmasi adanya massa intratestikular, USG dapat mengevaluasi volume testis kontralateral, keberadaan tumor sinkron, dan mikrokalsifikasi. Sekitar 5% pasien memiliki lesi prekursor (germ cell neoplasia in situ atau GCNIS) di testis kontralateral.[4]
USG yang baik dapat membedakan lesi intratestikular dan ekstratestikular dengan sensitivitas hingga 99%. Lesi intratestikular yang solid harus dicurigai sebagai keganasan kecuali telah ada bukti bukan keganasan. Neoplasma testis biasanya tampak hypoechoic dibandingkan parenkim normal dan mungkin tampak heterogen jika ada kalsifikasi dan kista. Teratoma testis biasanya tampak solid irregular atau tampak kistik. Adanya kalsifikasi dalam tumor biasanya berkaitan dengan teratoma.[1]
Karena merupakan pemeriksaan non-invasif yang aman, mudah, dan reliable untuk evaluasi massa skrotum, National Health Service (NHS) merekomendasikan agar USG dilakukan pada semua pria yang mengalami massa skrotum dengan hasil tes transiluminasi negatif dan/atau badan testis tidak dapat diidentifikasi. Sekitar 90% kasus kanker testis dapat ditegakkan diagnosisnya dengan USG.[10]
Bila USG testis menunjukkan keganasan, pasien dianjurkan untuk menjalani USG abdomen dan retroperitoneal serta CT scan (abdomen-pelvis dan toraks). Untuk sebagian kecil kasus yang tidak dapat dibedakan jinak atau ganas dari USG, scan lebih lanjut juga dapat bermanfaat dan pembedahan perlu dipertimbangkan. Fine needle aspiration (FNA) dan biopsi perkutan tidak dianjurkan oleh NHS dalam kondisi apa pun.[1,10]
CT Scan dan MRI
CT scan umumnya dilakukan sebagai pelengkap, misalnya CT scan abdomen-pelvis dan toraks jika hasil USG testis menunjukkan keganasan. Hal ini bertujuan untuk melihat ada tidaknya metastasis, terutama karena teratoma testis postpubertal yang berasal dari germ cell berisiko metastasis. MRI kurang berperan dalam diagnosis teratoma testis dan biasanya hanya dilakukan untuk kasus tertentu, misalnya lesi yang sulit dibedakan lewat USG apakah intratestikular atau ekstratestikular.[1,4,6,10]
Pemeriksaan Tumor Marker Serum
Pemeriksaan tumor marker pada serum sebenarnya bersifat kurang spesifik dan tidak dapat dijadikan landasan tunggal untuk diagnosis. Nilai tumor marker yang normal tidak dapat menyingkirkan kemungkinan teratoma testis. Namun, nilai tumor marker mungkin bermanfaat sebagai follow-up jika dibandingkan dengan nilai baseline dan bermanfaat untuk membantu staging.[1,4,6]
Kadar α-fetoprotein (AFP), beta human chorionic gonadotropin (β-hCG), dan lactate dehydrogenase (LDH) pada serum sebaiknya diperiksa sebelum melakukan prosedur orchiectomy. Hasil baseline tersebut kemudian akan dibandingkan dengan hasil setelah pembedahan, yang dapat bermanfaat untuk stratifikasi prognosis. Kadar tumor marker yang persisten tinggi atau semakin tinggi setelah pembedahan biasanya menandakan adanya metastasis.[1,4,10]
Pemeriksaan Histopatologi
Pemeriksaan histopatologi merupakan metode diagnosis definitif yang mengkonfirmasi dan membedakan teratoma testis dari berbagai tumor testis lainnya. Sampel umumnya didapatkan dari orchiectomy. Fine needle aspiration (FNA) dan biopsi perkutan tidak dianjurkan oleh NHS. Keputusan untuk orchiectomy umumnya didasarkan pada kondisi klinis, USG, dan tumor marker. Hasil diagnosis definitif dari histopatologi lalu digunakan untuk menentukan kemoterapi, kecuali jika kemoterapi urgent dibutuhkan.[1,4,10]
Staging Teratoma Testis
Staging menggunakan sistem American Joint Committee on Cancer (AJCC) edisi 8 dengan TNM, yaitu T (tumor primer), N (keterlibatan nodus limfa), dan M (metastasis) berdasarkan pemeriksaan radiologi dan patologi. Selain itu, ada parameter khusus untuk kanker testis yaitu S (serum markers).[1,11]
Tabel 1. Klasifikasi TNM Kanker Testis
T - Tumor Primer | |
pTx | Tumor primer tidak dapat dinilai |
pT0 | Tidak ada bukti tumor primer |
pTis | Intratubular germ cell neoplasia (carcinoma in situ) |
pT1 | Tumor terbatas pada testis dan epididimis tanpa invasi vaskular atau limfatik, ada invasi tunika albuginea bukan tunika vaginalis |
pT2 | Tumor terbatas pada testis dan epididimis dengan invasi vaskular atau limfatik atau invasi tunika vaginalis |
pT3 | Tumor invasi korda spermatikus dengan atau tanpa invasi vaskular atau limfatik |
pT4 | Tumor menginvasi skrotum dengan atau tanpa invasi vaskular atau limfatik |
cN - Nodus Limfa Regional (Klinis) | |
cNx | Nodus limfa regional tidak dapat dinilai |
cN0 | Tidak ada metastasis nodus limfa regional |
cN1 | Metastasis dengan massa nodus limfa ≤2 cm dalam dimensi terbesarnya atau metastasis nodus limfa multipel, tidak ada yang >2 cm |
cN2 | Metastasis dengan massa nodus limfa >2 cm tetapi tidak >5 cm dalam dimensi terbesarnya; atau >5 nodus positif tanpa ada yang >5 cm; atau ada bukti tumor ekstensif ekstranodal |
cN3 | Metastasis dengan massa nodus limfa >5 cm dalam dimensi terbesarnya |
pN - Nodus Limfa Regional (Patologis) | |
pNx | Nodus limfa regional tidak dapat dinilai |
pN0 | Tidak ada metastasis nodus limfa regional |
pN1 | Metastasis dengan massa nodus limfa ≤2 cm dalam dimensi terbesarnya atau metastasis ≤5 nodus tanpa ada yang >2 cm |
pN2 | Metastasis pada 1 nodus limfa >2 cm tetapi ≤5 cm dalam dimensi terbesarnya; atau ada nodus multipel yang semuanya <5 cm, atau ada ekstensi ekstranodal |
pN3 | Metastasis nodus limfa >5 cm dalam dimensi terbesarnya |
M - Metastasis Jauh | |
Mx | Metastasis jauh tidak bisa dinilai |
M0 | Tidak ada metastasis jauh |
M1 | Ada metastasis jauh |
M1a: metastasis nodus limfa non-regional atau paru-paru | |
M1b: metastasis jauh selain ke nodus limfa non-regional dan paru-paru | |
S - Serum Tumor Markers | |
SX | Serum markers tidak dinilai |
S0 | Serum markers dalam batas normal |
S1 | LDH <1.5 kali normal, HCG <5000 IU/L, AFP <1000 ng/mL |
S2 | LDH 1.5–10 kali normal; HCG 5000–50,000 IU/L; AFP 1000–10,000 ng/mL |
S3 | LDH >10 kali normal; HCG >50,000 IU/L; AFP >10,000 ng/mL |
Sumber: Farci F, et al. 2023.
Tabel 2. Staging Berdasarkan TNM Kanker Testis
Stage | T | N | M | S |
I | pT1-pT4 | N0 | M0 | SX |
IA | pT1 | N0 | M0 | S0 |
IB | pT2-pT4 | N0 | M0 | S0 |
IS | pT apa pun atau Tx | N0 | M0 | S1-S3 |
II | pT apa pun atau Tx | N1-N3 | M0 | SX |
IIA | pT apa pun atau Tx | N1 | M0 | S0-S1 |
IIB | pT apa pun atau Tx | N2 | M0 | S0-S1 |
IIC | pT apa pun atau Tx | N3 | M0 | S0-S1 |
III | pT apa pun atau Tx | N apa pun | M1 | SX |
IIIA | pT apa pun atau Tx | N apa pun | M1a | S0-S1 |
IIIB | pT apa pun atau Tx | N1-N3 | M0 | S2 |
pT apa pun atau Tx | N apa pun | M1a | S2 | |
IIIC | pT apa pun atau Tx | N1-N3 | M0 | S3 |
pT apa pun atau Tx | N apa pun | M1a | S3 | |
pT apa pun atau Tx | N apa pun | M1b | S apa pun |
Sumber: American Cancer Society. 2018.
Penulisan pertama oleh: dr. Jessica Elizabeth