Pendahuluan Teratoma Testis
Istilah teratoma testis umumnya mengacu pada subtipe dari tumor germ cell non-seminoma yang terjadi pada testis. Secara umum, tumor pada testis dapat dibedakan menjadi dua golongan utama, yaitu tumor yang diturunkan dari germ cell neoplasia in situ atau GCNIS dan tumor yang tidak diturunkan dari GCNIS.[1,2]
Golongan yang diturunkan dari GCNIS dapat dibedakan lagi menjadi seminoma germ cell tumor dan non-seminoma germ cell tumor (NSGCT). Tipe NSGCT mencakup teratoma testis (postpubertal), karsinoma embrional, choriocarcinoma, dan tumor yolk sac. Sementara itu, golongan yang tidak diturunkan dari GCNIS (non-GCNIS) meliputi tumor spermatocytic, tumor yolk sac (prepubertal), dan teratoma (prepubertal).[1,2]
Dari klasifikasi tersebut, tampak bahwa ada dua tipe teratoma testis. Teratoma testis prepubertal (non-GCNIS) merupakan tumor indolent yang tidak berpotensi metastasis, misalnya kista dermoid dan epidermoid. Sementara itu, teratoma postpubertal dapat mengalami metastasis seperti tumor turunan GCNIS pada umumnya. Mayoritas kasus adalah teratoma turunan GCNIS, sehingga istilah teratoma testis lebih sering mengacu pada teratoma tersebut.[1,2]
Etiologi teratoma testis belum diketahui secara pasti tetapi diduga berkaitan dengan predisposisi genetik dan faktor risiko perinatal seperti intrauterine growth retardation (IUGR), kriptorkidisme, dan hipospadia.[1,3]
Diagnosis teratoma testis diawali dengan anamnesis tentang massa skrotum dan pemeriksaan fisik yang dapat menunjukkan massa unilateral dengan atau tanpa nyeri, yang tes transiluminasinya negatif. Kasus jarang muncul secara bilateral. Diagnosis lalu ditunjang dengan USG, CT scan, tumor marker serum, dan histologi.[1,4]
Penatalaksanaan untuk teratoma testis stage I adalah orchiectomy radikal, yang dapat disertai kemoterapi adjuvan jika perlu. Pembedahan testis-sparing hanya bisa dilakukan pada lesi yang tidak menginfiltrasi testis dan tidak berasal dari germ cell. Namun, pada kasus seperti itu pun, GCNIS umumnya telah ada di sekitar parenkim sehingga berisiko di kemudian hari. Untuk stage lebih lanjut yang telah mengalami metastasis, kemoterapi memang diperlukan.[1,4]
Penulisan pertama oleh: dr. Jessica Elizabeth