Penatalaksanaan Tumor Pituitari
Penatalaksanaan tumor pituitari bervariasi tergantung jenis tumor karena setiap tumor dapat menyebabkan hipersekresi atau defisiensi hormon yang berbeda. Contoh hormon yang dapat bermasalah adalah growth hormone atau GH, adrenocorticotropic hormone atau ACTH, dan prolaktin.[11]
Secara garis besar, tata laksana tumor pituitari dapat berupa pembedahan, radioterapi, medikamentosa, atau kombinasi ketiganya. Tujuan terapi adalah normalisasi sekresi hormon dan resolusi defisit neurologis akibat tumor.[11]
Medikamentosa
Tata laksana medikamentosa tumor pituitari ditentukan oleh hipersekresi atau defisiensi hormon yang ditimbulkan. Mayoritas lesi berupa prolaktinoma akan merespons terapi agonis reseptor dopamin dengan baik. Jika lesi adalah tumor penyebab akromegali, analog somatostatin (octreotide) dapat digunakan untuk mengatasi kadar GH yang meningkat pascabedah. Terapi pengganti hormon juga dapat digunakan berdasarkan hasil konsultasi dengan ahli endokrinologi.[1]
Pembedahan
Ada beberapa pilihan teknik bedah pituitari, yakni teknik transsfenoidal, translabial, dan transnasal (memakai endoskop). Baik teknik transsfenoidal melalui sinus sfenoidalis maupun teknik endoskopi endonasal menunjukkan hasil yang sama baiknya untuk tumor dalam sella. Namun, pendekatan endonasal lebih disukai untuk pembedahan tumor ekstrasella yang berukuran lebih besar.[1]
Pembedahan mikroskopik transsfenoidal merupakan pendekatan tersering pada reseksi tumor pituitari, baik pada tumor fungsional maupun nonfungsional. Untuk lesi yang lebih besar, pendekatan transfrontal mungkin diperlukan untuk dekompresi jaras penglihatan. Studi menunjukkan bahwa pembedahan invasif minimal menggunakan endoskop 4 mm melalui hidung bersifat efektif untuk tumor yang berukuran lebih besar.[1,11]
Kontraindikasi pendekatan transsfenoidal adalah tumor dengan ekstensi suprasella signifikan yang memiliki penyempitan seperti jam pasir di antara komponen intrasella dan suprasella, karena upaya blind untuk mencapai komponen suprasella dapat menyebabkan perdarahan otak. Infeksi pada sinus sfenoidalis juga dapat merupakan kontraindikasi pendekatan tersebut.[11]
Komplikasi pascabedah, terutama pada pendekatan endonasal, adalah kebocoran cairan serebrospinal, adanya sisa tumor, diabetes insipidus, dan apopleksi pada sisa tumor. Dari segi endokrin, komplikasi utama pascabedah transsphenoidal adalah hipopituitarisme.[1]
Direvisi oleh: dr. Irene Cindy Sunur