Epidemiologi Demam Rematik
Data epidemiologi global menunjukkan bahwa insiden demam rematik telah menurun signifikan dan saat ini lebih jarang ditemukan di negara maju dibandingkan di negara berkembang. Penurunan insiden demam rematik berkaitan dengan penurunan kepadatan setiap rumah tangga, peningkatan kondisi sosioekonomi, kemudahan akses ke fasilitas kesehatan, dan ketersediaan penicillin sebagai terapi infeksi Streptococcus.
Meski demikian, insiden demam rematik masih tergolong tinggi pada populasi usia muda di negara dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah, dimana kemiskinan masih menjadi masalah dan akses ke fasilitas kesehatan sekunder dan tersier masih terbatas. Di negara berkembang, demam rematik terkonsentrasi di daerah dengan kepadatan penduduk tinggi dan tingkat ekonomi rendah, seperti di daerah Timur Tengah, Afrika Sub Sahara, Asia Selatan termasuk Indonesia, dan beberapa wilayah Amerika Selatan.[1,3,5,6]
Global
Data global menunjukkan terdapat sekitar 33 juta pasien demam rematik di seluruh dunia, dengan 300.000-500.000 kasus baru demam rematik setiap tahunnya dan 230.000 kematian akibat sekuele jangka panjang penyakit. Estimasi insiden tahunan demam rematik berkisar dari <0,5/100.000 penduduk di negara maju hingga >100/100.000 penduduk di negara berkembang, dengan rerata insiden demam rematik episode pertama berkisar antara 5-51/100.000 populasi.
Insiden tahunan paling rendah dilaporkan di Amerika dan Eropa Barat, yakni kurang dari 10/100.000 penduduk. Insiden relatif lebih tinggi dilaporkan di Eropa Timur, Asia, Australia, dan Timur Tengah, yakni lebih dari 10/100.000 penduduk.[2,3,5]
Insiden demam rematik akut paling tinggi terjadi pada kelompok usia 5-15 tahun, dimana merupakan rentang usia yang sering mengalami faringitis Streptococcus. Demam rematik akut jarang terjadi pada anak usia di bawah 3 tahun atau dewasa usia di atas 30 tahun.
Pada usia dewasa, demam rematik lebih sering muncul sebagai rekurensi dibandingkan sebagai episode pertama. Insiden demam rematik pada perempuan dan laki-laki sama, namun komplikasi menjadi penyakit jantung rematik lebih banyak ditemukan pada pasien perempuan.[4,5,6]
Indonesia
Data epidemiologi nasional mengenai demam rematik di Indonesia belum tersedia.
Mortalitas
Kematian tidak disebabkan secara langsung oleh penyakit demam rematik, namun lebih berkaitan dengan terjadinya komplikasi yang berkelanjutan. Keterlibatan jantung adalah komplikasi demam rematik yang paling serius, serta menyebabkan mortalitas dan morbiditas yang signifikan.
Angka mortalitas semakin meningkat seiring waktu setelah terjadi komplikasi penyakit jantung rematik. Angka mortalitas penyakit jantung rematik sebesar 0,5% pada 1 tahun pertama, dan mencapai 10% pada periode 10 tahun.[1,3]
Penulisan pertama oleh: dr. Shofa Nisrina Luthfiyani