Diagnosis Gigitan Manusia
Diagnosis gigitan manusia sebetulnya mudah ditegakkan secara klinis. Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan untuk mengevaluasi adanya fraktur atau infeksi, misalnya dengan rontgen atau pemeriksaan laboratorium darah. ditegakkan Pada anamnesis diketahui ada kontak antara gigi dengan kulit. Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan adanya pola menyerupai gigi geligi, air liur, serta bisa disertai tanda peradangan.[1,2,4]
Anamnesis
Anamnesis penting dilakukan untuk menentukan etiologi dan mekanisme cedera. Tanyakan pada pasien mengenai situasi sebelum cedera terjadi. Luka gigitan manusia seringkali terjadi di bar atau lokasi yang menjual minuman keras. Luka gigitan manusia juga berhubungan dengan perilaku agresif, misalnya yang berkaitan dengan penyalahgunaan alkohol, kegiatan seksual kasar atau kekerasan seksual, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), dan kekerasan pada anak di bawah umur. Luka gigitan manusia juga dapat berhubungan dengan kecelakaan terkait olahraga, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kerja, dan kelainan mental.
Tanyakan pula lokasi gigitan, adanya darah pada luka gigitan, penyakit penyerta pada kedua orang yang terlibat, serta waktu kejadian. Pasien juga bisa mengeluhkan demam, eritema lokal, memar, pembengkakan, teraba hangat pada kulit, atau adanya produksi nanah dari luka.
Anamnesis juga perlu menanyakan riwayat imunisasi tetanus, riwayat alergi, serta perlu mengevaluasi adanya kecenderungan perilaku kriminal. Luka gigitan pada anak kecil perlu dicurigai sebagai akibat kekerasan. Jarak normal canninus maksila orang dewasa adalah 2,5 hingga 4 cm. Luka gigitan manusia dengan jarak canninus melebihi 3 cm sangat mungkin dilakukan oleh orang dewasa. Jika dicurigai adanya tindak kekerasan pada anak atau dalam rumah tangga, dokter perlu mengambil foto dari luka gigitan dengan meletakkan penggaris di sebelah luka. Laporan ke pihak berwajib mungkin diperlukan.[2,5]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dan pengukuran jarak antar gigi taring perlu dilakukan pada pasien anak-anak. Jarak antar gigi taring di atas 3 cm biasanya merupakan gigi orang dewasa, sehingga perlu dicurigai adanya tindak kekerasan.[2,3,9]
Pemeriksaan kasus gigitan manusia sebaiknya sesegera mungkin dilakukan karena jejas gigitan (bite mark) bisa berubah seiring berjalannya waktu. Impresi jejas gigitan dapat menghilang dalam beberapa menit hingga 24 jam, tergantung kekuatan penekanan rahang pada kulit. Memar di sekitar jejas gigitan dapat timbul 4 jam setelah gigitan dan menghilang setelah 36 jam pasca gigitan.
Dalam 24 jam pertama, dokter atau dokter gigi perlu melakukan apusan pada jejas gigitan, pengambilan foto sesuai kaidah fotografi forensik, dan bila perlu mencetak bekas gigitan. Analisis jejas gigitan manusia (human bite mark analysis) atau odontologi forensik dilakukan untuk menentukan pelaku berdasarkan pola gigitan. Sedangkan, air liur yang tertinggal di bekas luka gigitan dapat dilakukan apusan untuk analisis DNA.[2,5]
Pemeriksaan luka gigitan manusia perlu dilakukan dengan teliti dan menyeluruh, terutama pada individu yang berada dalam pengaruh alkohol atau obat-obatan yang keterangannya sulit diperoleh. Semua laserasi pada sendi metakarpofalangeal adalah clenched-fist injury sampai dibuktikan sebaliknya.[2]
Tanda-tanda luka terinfeksi pada gigitan manusia perlu diwaspadai, yaitu dengan pembengkakan, eritema, nyeri, dan adanya produksi cairan nanah. Pada kurang-lebih 20% kasus luka gigitan manusia, terdapat tanda limfadenitis atau limfangitis.[4]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding gigitan manusia adalah gigitan oleh mamalia lain, misalnya gigitan anjing dan gigitan kucing. Pada kasus gigitan anjing dan kucing, dapat terjadi infeksi capnocytophaga. Infeksi ditandai dengan munculnya lepuh dalam beberapa jam setelah tergigit, adanya tanda peradangan dan pus pada luka gigitan, demam, nyeri perut, diare, muntah, nyeri kepala, konfusi, dan nyeri otot atau tulang. Infeksi capnocytophaga dapat menimbulkan komplikasi berbahaya, misalnya gangrene, gagal ginjal, sepsis, hingga kematian.[1,4,10]
Gigitan Anjing
Gigitan anjing dapat dibedakan dari gigitan manusia melalui anamnesis. Selain itu, impresi gigi atau jejas gigitan pasca gigitan anjing berbeda signifikan dari jejas gigitan manusia. Jejas gigitan anjing lebih kecil dibanding manusia, namun lebih besar daripada kucing, meskipun hal ini tergantung juga pada ukuran hewan yang menggigit. Luka akibat gigitan anjing juga umumnya lebih dalam karena ukuran caninus yang lebih panjang. Adapun tanda dan gejala keduanya bisa serupa, yaitu adanya nyeri, eritema, pembengkakan, dan memar.[1,5]
Gigitan Kucing
Gigitan kucing dapat dibedakan dari gigitan manusia melalui anamnesis. Selain itu, impresi gigi atau jejas gigitan pasca gigitan kucing berbeda signifikan dari jejas gigitan manusia. Jejas gigitan kucing jauh lebih kecil dibanding manusia maupun anjing.[1,5]
Pemeriksaan Penunjang
Luka gigitan manusia cukup mudah diidentifikasi melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik, tetapi pada beberapa kasus diperlukan pemeriksaan penunjang. Sebagai contoh, luka gigitan manusia dapat menimbulkan fraktur atau infeksi yang perlu dievaluasi melalui rontgen atau pemeriksaan laboratorium darah.
Pencitraan
Rontgen dapat dilakukan jika dicurigai adanya fraktur, serta adanya benda asing atau udara pada sendi. Rontgen dipertimbangkan terutama bila pada anamnesis diketahui adanya gigi pelaku yang patah saat menggigit pasien. Pada luka kronis, rontgen dapat menunjukkan adanya osteomyelitis.
Pada clenched-fist injury, terdapat kemungkinan pasien mengalami fraktur caput metakarpal, sehingga perlu dilakukan rontgen dan konsultasi dokter bedah subspesialis tangan.[1]
Kultur Luka
Kultur luka tidak rutin dilakukan, karena selain biaya yang tinggi, mayoritas kultur luka gigitan manusia tidak menghasilkan informasi yang bermanfaat secara klinis. Pemeriksaan ini hanya dilakukan jika luka tidak membaik meski sudah diberikan terapi antibiotik empiris.[1]
Laboratorium
Gigitan manusia dapat menularkan berbagai penyakit, termasuk hepatitis B, hepatitis C, herpes simpleks (HSV), sifilis, tuberkulosis (TBC), tetanus, dan HIV. Pemeriksaan serologi untuk penyakit-penyakit tersebut dapat dipertimbangkan sesuai indikasi medis.[1,2,7,11]