Pendahuluan Gigitan Manusia
Gigitan manusia sering ditemui dalam kasus perkelahian. Gigi yang digunakan untuk menggigit biasanya 6 gigi depan, yaitu insisivus sentral, insisivus lateral, dan caninus. Mekanisme perlukaan pada gigitan manusia terbagi menjadi 2 mekanisme, yaitu clenched-fist injury dan occlusive bites. clenched-fist injury terjadi ketika kepalan tangan seseorang menabrak gigi orang lain. Occlusive bites terjadi ketika gigi seseorang dibenamkan ke kulit orang lain dengan kekuatan yang cukup untuk merusak integritas kulit.[1–3]
Luka akibat gigitan manusia lebih rentan mengalami infeksi dibandingkan luka gigitan lain, karena saliva manusia mengandung sekitar 100 juta organisme/ml. Sebagai contoh, clenched-fist injury dapat menyebabkan arthritis septik pada sendi metakarpofalangeal. Karena pilihan rekonstruksi sendi metakarpofalangeal cukup terbatas, hanya 10% pasien yang mengalami arthritis septik yang akan mendapatkan fungsi normalnya kembali. Adanya arthritis septik juga akan meningkatkan risiko diperlukannya amputasi.
Gigitan manusia juga dapat mentransmisikan beberapa penyakit menular, seperti hepatitis B, hepatitis C, herpes simpleks (HSV), sifilis, tuberkulosis (TBC), dan tetanus. Penyakit HIV juga terbukti dapat menular melalui gigitan manusia, meski sangat jarang terjadi.
Diagnosis luka gigitan manusia dapat ditegakkan melalui pemeriksaan klinis. Pada anamnesis akan diketahui adanya kontak antara gigi dengan kulit. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya pola menyerupai gigi geligi, air liur, serta bisa disertai tanda peradangan. Pada beberapa kasus perlu dilakukan pemeriksaan penunjang, misalnya jika ada kecurigaan fraktur atau infeksi yang berat.[1,2,4]
Penatalaksanaan gigitan manusia utamanya adalah irigasi dan debridemen luka. Selanjutnya, diperlukan profilaksis tetanus dan antibiotik profilaksis sesuai dengan indikasi medis. Pada luka gigitan manusia yang tidak segera ditangani atau kronis, perlu diperiksa untuk kemungkinan perlunya antibiotik intravena.[1,4]