Diagnosis Kolera
Diagnosis definitif kolera umumnya tidak diperlukan untuk tata laksana karena prioritas manajemen semua diare profus adalah penggantian cairan dan elektrolit. Umumnya, diagnosis kolera, terutama di area endemik, cukup ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik. Namun, pemeriksaan tinja untuk mengidentifikasi Vibrio cholerae mungkin diperlukan di area di mana penyakit ini tidak endemik.
Anamnesis
Anamnesis dilakukan untuk mengetahui perjalanan penyakit kolera. Masa inkubasi bisa berkisar antara beberapa jam hingga beberapa hari. Manifestasi klinis biasanya berupa diare cair akut yang tidak berdarah, tidak berlendir, dan tidak disertai nyeri perut. Diare pada kolera sering digambarkan sebagai ”air cucian beras” yang disertai bau amis.
Pasien dapat mengalami dehidrasi berat dalam hitungan jam sejak gejala muncul. Volume diare yang keluar selama kolera jauh lebih banyak daripada volume diare yang disebabkan oleh infeksi lainnya. Pada kondisi berat, volume feses yang keluar dapat mencapai 250 mL/kgBB dalam 24 jam.[2,3]
Gambaran klinis pasien dapat bervariasi dari asimtomatik, ringan, sedang, hingga berat. Keluhan penyerta dapat berupa rasa tidak nyaman atau kram perut yang disebabkan oleh distensi usus halus akibat sekresi intestinal dalam volume besar. Pasien kolera umumnya tidak mengalami demam tetapi dapat mengalami borborygmus dan muntah. Pada kondisi awal, muntah disebabkan oleh penurunan motilitas gaster dan intestinal, tetapi pada tahap lanjut, muntah disebabkan oleh asidemia.[2,3]
Menurut World Health Organization (WHO), kasus kolera dapat dicurigai bila dijumpai:
- Pasien usia ≥5 tahun yang mengalami dehidrasi berat atau meninggal dunia akibat diare akut di area di mana kasus kolera belum pernah dijumpai
- Pasien usia ≥5 tahun yang mengalami diare akut dengan atau tanpa muntah di area epidemik kolera[2]
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik pasien kolera, bisa ditemukan tanda dehidrasi karena diare akut yang profus. Tanda dehidrasi dapat berupa rasa haus, membran mukosa kering, mata cowong, kulit teraba basah dan dingin, serta hipotensi.
Pada tahap awal, pasien bisa mengalami takikardi. Namun, seiring dengan perburukan dehidrasi, nadi dapat menjadi sulit teraba. Oliguria dapat muncul dan berkembang menjadi anuria. Pasien yang telah mengalami asidosis juga dapat menunjukkan gejala pernapasan Kussmaul.[3]
Secara umum, tanda kolera berkaitan dengan jumlah cairan yang hilang. Kehilangan 3–5% dari berat badan normal dikaitkan dengan rasa haus yang hebat, sedangkan kehilangan 5–8% dari berat badan normal dikaitkan dengan hipotensi postural, takikardi, dan mukosa membran atau mulut kering. Kehilangan >10% berat badan normal dikaitkan dengan oliguria, mata cowong, ubun-ubun cekung (pada bayi), washerwoman skin, somnolen, dan koma.[2]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari kolera adalah gastroenteritis akibat infeksi Escherichia coli dan rotavirus. Gastroenteritis akibat agen infeksi lain juga dapat menjadi pertimbangan.
Infeksi Escherichia
Pasien dengan traveler’s diarrhea yang disebabkan oleh enterotoksin Escherichia coli umumnya mengeluhkan diare tanpa darah dan mengalami dehidrasi. Kondisi ini bisa disertai kram abdominal. Namun, bila kasus disebabkan oleh enteroinvasif E. coli dan enterohemoragik E. coli, pasien biasanya datang dengan keluhan demam dan diare berdarah. Selain itu, dapat juga dijumpai leukosit polimorfonuklear dalam tinja.[2]
Infeksi Rotavirus
Infeksi Rotavirus terutama menyerang anak usia <5 tahun di negara berkembang. Saat anamnesis, sering dijumpai riwayat kontak dengan pasien diare sebelumnya. Gejala dapat berupa penurunan nafsu makan, demam, diare tanpa darah, muntah, dan kram abdomen. Penegakkan diagnosis definitif untuk membedakan dari kolera mungkin akan membutuhkan pemeriksaan tinja.[7]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis definitif kolera pada dasarnya tidak wajib dilakukan. WHO menyatakan bahwa kasus kolera dapat dicurigai bila ditemukan kriteria seperti yang telah disebutkan di bagian anamnesis.
Pada area endemik kolera, konfirmasi biokimia dan isolasi tidak terlalu diperlukan. Akan tetapi, isolasi dan konfirmasi ini mungkin bermanfaat di area yang tidak endemik kolera. Bila diperlukan, konfirmasi diagnosis dapat dilakukan melalui pemeriksaan mikroskopik feses (dark-field), Gram stain, kultur, dan identifikasi serotipe.[2]
Pemeriksaan Feses
Vibrio cholerae merupakan basil gram negatif yang motil dengan flagela. Sampel feses pasien dapat diperiksa secara mikroskopik dengan dark-field atau dengan Gram stain. Bakteri dapat tampak pada kedua pemeriksaan. Namun, karakteristik motilitas spesies Vibrio tidak dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan gram dan hanya dapat dievaluasi secara langsung dengan pemeriksaan mikroskopik dark-field.[2]
Kultur feses merupakan pemeriksaan laboratorium baku emas untuk menegakkan diagnosis kolera. Koloni V. cholera bersifat negatif terhadap laktosa, positif terhadap sukrosa, dan positif terhadap oksidase.[2,4]
Pemeriksaan Hematologi
Gangguan hematologi pada pasien kolera berasal dari perubahan volume intravaskular dan perubahan konsentrasi elektrolit. Sampel darah pasien dapat menunjukkan peningkatan hematokrit dan serum protein akibat hemokonsentrasi. Selain itu, dapat dijumpai leukositosis ringan dengan shift-to-the-left.[2,4]
Panel Metabolik
Kadar natrium serum biasanya berkisar antara 130–135 mmol/L karena ada kehilangan natrium melalui feses. Kadar kalium biasanya normal pada fase akut karena ada pertukaran kalium intraseluler dengan ion hidrogen ekstraseluler sebagai upaya koreksi asidosis. Hiperglikemia dapat muncul akibat pelepasan epinefrin, glukagon, dan kortisol karena hipovolemia. Namun, anak-anak dapat mengalami hipoglikemia.
Pasien dapat mengalami peningkatan blood urea nitrogen (BUN) dan serum kreatinin akibat azotemia prerenal. Penurunan kadar bikarbonat dan peningkatan anion gap juga dapat terjadi akibat peningkatan serum laktat, protein, dan fosfat. Selain itu, kalsium dan magnesium biasanya meningkat karena ada hemokonsentrasi.[2]
Pemeriksaan Serologi
Pemeriksaan serologi dilakukan untuk menentukan serotipe. Metode yang digunakan adalah uji aglutinasi dengan antiserum monovalen Vibrio cholerae, yang terdiri dari antiserum Inaba dan Ogawa.[8]