Edukasi dan Promosi Kesehatan Malaria
Edukasi dan promosi kesehatan mengenai risiko infeksi malaria dan upaya pencegahan perlu diberikan kepada pelancong yang hendak bepergian ke daerah endemis atau orang-orang yang berdomisili di daerah endemis malaria. Deteksi dini gejala, pemeriksaan penunjang malaria, dan pemberian antimalaria secara cepat dan tepat akan memberikan hasil pengobatan yang baik.[3]
Edukasi Pasien
Selain edukasi mengenai cara pencegahan malaria dan pengenalan gejala awal malaria, hal yang penting yang perlu disampaikan kepada pasien malaria adalah cara mengonsumsi obat dengan dosis yang tepat agar tidak terjadi resistensi Plasmodium.[4]
Upaya Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Upaya pencegahan dan pengendalian malaria yang terutama adalah pengendalian vektor. Pengendalian vektor malaria yang efektif dengan cakupan area yang luas dapat diupayakan dengan penggunaan kelambu berinsektisida dan penyemprotan insektisida dalam ruangan.[9]
Pengendalian Vektor
Pengendalian vektor nyamuk dewasa dilakukan dengan penggunaan kelambu yang telah dibubuhi insektisida (insecticide-treated bed net), penggunaan repelan DEET (diethyl-meta-toluamide), penggunaan pakaian yang menutupi sebagian besar permukaan kulit, dan penyemprotan insektisida dalam ruangan (indoor-insecticide spraying).[3,31]
Pemberantasan larva nyamuk dilakukan dengan menyiram insektisida ke permukaan air habitat larva, menggunakan nematoda dan ikan tertentu untuk memangsa larva nyamuk, serta fogging.[46]
Kemoprofilaksis
Salah satu upaya pencegahan penyakit malaria adalah dengan medikamentosa profilaksis (kemoprofilaksis) untuk orang yang akan bepergian ke daerah endemis malaria. Berbagai medikamentosa yang dapat digunakan pada orang dewasa, yakni:
- Atovaquone-proguanil (Malarone): atovaquone 250 mg 1x sehari dan proguanil HCl 100 mg 1x sehari selama berada di daerah endemis hingga 1 minggu setelah keluar dari daerah tersebut
Doxycycline: 100 mg, 1x sehari selama berada di daerah endemis hingga 1 bulan setelah keluar dari daerah endemis
- Mefloquine: 228 mg basa (~250 mg garam), 1x per minggu selama berada di daerah endemis hingga 1 bulan setelah keluar dari daerah endemis[31]
Di Indonesia, obat yang dapat diberikan sebagai kemoprofilaksis adalah doxycycline dengan 100 mg/ hari, diminum 1 hari sebelum bepergian dan selama berada di daerah endemis malaria sampai 4 minggu setelah kembali dari daerah tersebut. Doxycycline tidak boleh dikonsumsi >3 bulan. Pemberian kemoprofilaksis malaria perlu mempertimbangkan keamanan dan durasi konsumsi. Doxycycline tidak diberikan untuk ibu hamil dan anak berusia <8 tahun.[4]
Jika pasien sudah meminum obat profilaksis malaria tetapi tetap terinfeksi malaria, maka obat profilaksis tersebut tidak boleh digunakan sebagai regimen pengobatan.[30]
Saat ini belum ada panduan penggunaan kemoprofilaksis malaria pada wanita hamil di Indonesia. WHO menggunakan Intermittent Preventive Treatment of Malaria in Pregnancy (IPTp) di samping upaya pencegahan lain, yaitu penggunaan repelen, kelambu, dan antinyamuk elektrik.[48]
Vaksinasi
Sampai saat ini belum ada vaksinasi malaria yang beredar di pasaran. Ada 2 kandidat vaksin malaria, yakni RTS,S/ASO1 dan PfSPZ yang terbukti efektif, aman, dan dapat ditoleransi dengan baik oleh beberapa studi.[47]
Program Eliminasi Malaria di Indonesia
Program eliminasi malaria di Indonesia tertulis dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 293/MENKES/SK/IV/2009. Pengendalian malaria menuju eliminasi dilakukan secara bertahap sampai seluruh pulau tercakup dengan tujuan terwujudnya masyarakat hidup sehat yang terbebas dari penularan malaria sampai tahun 2030.[8]
Upaya penanggulangan penyakit malaria di Indonesia dapat dipantau dengan menggunakan indikator Annual Parasite Incidence (API) sejak tahun 2007. Berdasarkan indikator API, semua kasus malaria harus dibuktikan dengan hasil pemeriksaan darah dan semua kasus positif harus diobati dengan pengobatan berbasis artemisinin.[8]
Kementerian Kesehatan menyusun dan menetapkan strategi spesifik program malaria guna percepatan eliminasi malaria, yakni sebagai berikut.
- Akselerasi: strategi ini dilakukan secara menyeluruh di wilayah endemis tinggi malaria, seperti Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara dan NTT. Kegiatan yang dilakukan mencakup edukasi dan memberikan kelambu antinyamuk secara massal, menyemprot dinding rumah di seluruh desa dengan API >40%, menemukan kasus malaria secara dini, dan mengobati secara tepat dan tuntas
- Intensifikasi: upaya pengendalian penyakit di luar daerah timur Indonesia, seperti wilayah pertambangan, pertanian, kehutanan, transmigrasi, dan pengungsian. Kegiatan yang dilakukan berupa pemberian kelambu antinyamuk di daerah yang berisiko tinggi, menemukan kasus malaria secara dini, dan mengobati secara tepat dan tuntas, menyemprot dinding rumah pada lokasi kejadian luar biasa (KLB) malaria, serta menemukan kasus aktif (mass blood survey)
- Eliminasi: dilakukan pada daerah endemis rendah. Kegiatan yang dilakukan adalah penguatan surveilans migrasi, surveilans daerah yang rawan perindukan vektor (reseptif), penemuan kasus aktif, penguatan rumah sakit rujukan, penemuan dini kasus malaria, dan pengobatan yang tepat dan tuntas[4,7]
Penulisan pertama: Dr. dr. Riawati, M. Med, Ph.