Diagnosis Penyakit Lyme
Diagnosis penyakit Lyme atau borreliosis Lyme di daerah endemis dapat ditegakkan berdasarkan riwayat gigitan kutu dan manifestasi klinis yang sesuai. Namun, di area yang tidak endemis, diagnosis yang lebih definitif dapat dilakukan dengan dua tahap tes serologi. Tahap pertama adalah enzyme-linked immunosorbent assays (ELISA) atau indirect fluorescent-antibody (IFA). Sementara itu, tahap kedua merupakan konfirmasi hasil tahap pertama dengan menggunakan tes Western blot.
Anamnesis
Penyakit Lyme umumnya dapat dicurigai pada pasien dengan riwayat eksposur kutu yang berisiko membawa penyakit Lyme. Manifestasi klinis penyakit Lyme umumnya tergantung pada fase penyakit. Fase penyakit Lyme dapat dibagi menjadi tiga, yaitu penyakit lokal awal, penyakit diseminasi awal, dan penyakit Lyme tahap akhir.[3,4]
Penyakit Lokal Awal
Penyakit lokal awal (early localized disease) umumnya terjadi dalam 7–14 hari setelah gigitan kutu. Pada fase ini, pasien memiliki ruam eritema migrans di lokasi gigitan kutu. Ruam ini umumnya terletak di aksila, inguinal, fossa poplitea, dan area pinggang. Ruam biasanya tidak nyeri tetapi bisa disertai rasa terbakar atau gatal.[3,4]
Manifestasi klinis lain yang juga dapat ditemukan pada fase awal adalah lemas, sakit kepala, mialgia, artralgia, dan kaku leher. Selain itu, limfadenopati regional, anoreksia, dan demam juga dapat ditemukan.[3,4]
Penyakit Diseminasi Awal
Penyakit diseminasi awal (early disseminated disease) terjadi dalam beberapa minggu atau beberapa bulan setelah gigitan kutu. Fase ini umumnya sudah disertai komplikasi neurologis, jantung, atau mata.
Gejala neurologis bisa berupa gangguan saraf kranial unilateral atau bilateral, terutama nervus fasialis (VII). Hal ini menyebabkan kelumpuhan satu atau dua sisi wajah. Pasien juga mungkin mengalami nyeri radikular, neuropati perifer (kesemutan, kelemahan otot, dan nyeri ekstremitas), serta gejala meningitis seperti nyeri kepala, demam, dan kaku kuduk.
Keluhan jantung dapat berupa gejala miokarditis dan perikarditis, seperti nyeri dada, detak jantung tidak teratur, lemas, dan sesak napas. Sementara itu, manifestasi okular dapat berupa nyeri mata, mata merah, dan gangguan penglihatan.[3,4]
Penyakit Lyme Tahap Akhir
Penyakit Lyme tahap akhir (late Lyme disease) umumnya terjadi beberapa bulan atau tahun setelah infeksi. Gejala yang ditemukan dapat berupa nyeri dan bengkak sendi intermiten atau persisten, terutama pada sendi besar seperti lutut.
Keluhan neurologis seperti gangguan memori, gangguan konsentrasi, dan manifestasi polineuropati aksonal ringan seperti parestesi distal dan nyeri radikular juga bisa terjadi. Lesi akrodermatitis atropikans kronis, yaitu ruam pada ekstensor tangan dan kaki juga dapat ditemukan.[3,4]
Pemeriksaan Fisik
Pasien dengan penyakit Lyme membutuhkan pemeriksaan fisik yang menyeluruh sebab infeksinya dapat memengaruhi bermacam organ.
Gangguan Tanda Vital
Pada penyakit Lyme, umumnya ditemukan peningkatan suhu tubuh yang menunjukkan infeksi. Selain itu, penurunan tekanan darah dapat terjadi bila neuropati perifer pasien melibatkan saraf otonom.
Perubahan Kulit
Beberapa lesi kulit dapat terjadi sesuai fase penyakit. Eritema migrans umumnya terjadi pada fase penyakit lokal awal, yaitu 7–14 hari setelah gigitan kutu. Lesi ini memiliki predileksi di area aksila, inguinal, fossa poplitea, dan pinggang. Karakteristiknya adalah ruam kemerahan atau ungu yang menyebar perlahan, sering kali dengan penyembuhan sentral. Ruam dapat mencapai diameter >20 cm dan memiliki gambaran merah merata atau menyerupai target atau bull’s eye.
Lesi kulit berupa borrelial limfositoma dapat ditemukan pada fase penyakit diseminasi awal meskipun jarang. Lesi ini memiliki karakteristik bengkak biru kemerahan dengan diameter beberapa sentimeter. Predileksi lesi ada di cuping telinga dan dekat puting. Lesi ini umumnya bertahan lebih lama daripada eritema migrans.
Akrodermatitis atropikans kronis dapat ditemukan pada fase late disease. Karakteristik lesi ini adalah diskolorasi biru kemerahan yang disertai bengkak. Lesi membesar secara perlahan selama beberapa bulan atau tahun. Edema di sekitar lesi kemudian dapat membaik dan menyebabkan atrofi. Lesi ini umumnya terjadi pada wanita usia >40 tahun dengan predileksi di ekstensor tangan dan kaki.[3,4]
Gangguan Neurologis
Pasien penyakit Lyme dapat mengalami meningitis. Tanda iritasi meningeal seperti kaku kuduk, tanda Laseque, tanda Kernig, dan tanda Brudzinski dapat ditemukan positif pada pasien meningitis penyakit Lyme.
Gangguan saraf kranial unilateral atau bilateral merupakan salah satu tanda khas dari penyakit Lyme. Umumnya, ditemukan paresis nervus fasialis (VII) perifer. Selain itu, gangguan nervus abdusen juga dapat terjadi.
Gangguan sensorik dan motorik juga menjadi salah satu tanda yang sering ditemukan pada penyakit Lyme. Tanda-tanda dari neuropati perifer, mononeuropati multipex, dan radikulopati umumnya dapat ditemukan. Gangguan fungsi kognitif, seperti memori dan orientasi, juga dapat terjadi pada fase late Lyme disease.[3,4]
Gangguan Okular
Beberapa penyakit okular, seperti konjungtivitis, keratitis, iridosiklitis, retinal vaskulitis, koroiditis, neuropati optik, dan uveitis umumnya dapat terjadi pada penyakit Lyme fase early disseminated.
Gangguan Jantung
Temuan denyut jantung ireguler, pericardial friction rub, dan tanda-tanda gagal jantung dapat menunjukkan adanya AV blok, miokarditis, dan perikarditis. Temuan ini umumnya terjadi pada fase early disseminated disease.
Artritis
Artritis merupakan salah satu tanda penyakit Lyme fase late disease. Artritis umumnya dapat ditemukan pada beberapa sendi besar, terutama pada sendi lutut.[3,4]
Diagnosis Banding
Beberapa penyakit dapat menyerupai tanda dan gejala penyakit Lyme. Klinisi harus dapat membedakan diagnosis banding penyakit Lyme untuk mencegah misdiagnosis.
Alergi Gigitan Kutu
Pada alergi gigitan kutu, umumnya ditemukan gejala yang sama dengan penyakit Lyme, yaitu ruam pada lokasi gigitan. Namun, ruam akibat alergi gigitan kutu umumnya tidak menunjukkan penyembuhan sentral.[1,7]
Eritema Multiforme
Lesi kulit eritema multiforme umumnya menyerupai eritema migrans pada penyakit Lyme. Akan tetapi, eritema multiforme biasanya melibatkan mukosa dan menimbulkan lenting. Biopsi kulit dapat membantu membedakan kedua penyakit ini.[1,7]
Babesiosis
Babesiosis tidak memiliki perbedaan gejala yang mencolok dengan penyakit Lyme. Penyakit ini bahkan bisa terjadi bersama penyakit Lyme. Namun, babesiosis umumnya tidak memiliki ruam. Selain itu, pada pemeriksaan darah tepi dapat ditemukan Babesia intraeritrosit. Tanda-tanda hemolisis juga dapat ditemukan pada babesiosis.[1,7]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis penyakit Lyme umumnya bersifat indirek. Pemeriksaan direk, seperti kultur dan polymerase chain reaction (PCR) sulit dilakukan.
Tes Serologi
Tes serologi tergantung pada produksi antibodi pasien. Sensitivitas pemeriksaan ini meningkat seiring dengan durasi penyakit. Diagnosis penyakit Lyme membutuhkan dua tahap tes serologi. Tahap pertama adalah tes enzyme-linked immunosorbent assays (ELISA) atau indirect fluorescent-antibody (IFA).
Namun, pemeriksaan tersebut sering memberikan hasil positif palsu akibat reaksi silang antigen, seperti flagela dan protein heat-shock. Hal ini menyebabkan diperlukannya tes tahap kedua untuk konfirmasi yang lebih spesifik, yaitu tes Western blot.
Pada fase penyakit diseminasi awal, umumnya hasil IgM dan IgG Western blot positif. Namun, pada penyakit Lyme tahap akhir, hasil IgM Western blot bisa positif ataupun negatif. Tes serologi terbaru dengan VIsE C6 ELISA sedang dikembangkan untuk menggantikan Western blot tetapi masih memerlukan studi lebih lanjut.[2,4,5]
Pemeriksaan Darah Lengkap
Pemeriksaan darah lengkap tidak bisa memberikan hasil yang spesifik untuk diagnosis penyakit Lyme. Hasil yang mungkin tampak adalah leukopenia, trombositopenia, dan peningkatan laju endap darah. Namun, leukositosis juga mungkin terjadi.[1,2,4,5]
Polymerase Chain Reaction
Polymerase chain reaction (PCR) mengamplifikasi DNA dari B. burgdorferi pada sampel kulit, darah, cairan serebrospinal, dan cairan sinovial. Pemeriksaan PCR serebrospinal umumnya memiliki sensitivitas yang rendah dan hasil positif palsu yang tinggi, sehingga tidak dijadikan acuan diagnosis penyakit Lyme dengan gejala neurologis. Pada kasus artritis akibat penyakit Lyme seropositif, PCR cairan sinovial dapat digunakan untuk konfirmasi keberadaan bakteri.[2,4,5]
Kultur
Kultur B. burgdorferi dapat dilakukan pada spesimen biopsi kulit, darah, dan cairan serebrospinal. Kultur ini membutuhkan media spesial, yaitu Barbour-Stoenner-Kelly (BSK) atau modified Kelly-Pettenkofer (MKP). Kultur B. burgdorferi membutuhkan observasi sampai 12 minggu karena multiplikasi bakterinya lambat. Hasil yang lama dan ketersediaan yang terbatas menyebabkan kultur tidak dianjurkan.[2,4,5]
Pemeriksaan Lain
Selain tes laboratorium, pemeriksaan penunjang lain juga bisa digunakan untuk deteksi komplikasi. Elektrokardiogram (EKG) disarankan pada pasien fase penyakit diseminasi awal. Pada fase ini, dapat ditemukan AV blok atau ST elevasi difus yang menunjukkan mioperikarditis. Sementara itu, echocardiography dapat dilakukan untuk mendeteksi karditis dan melihat kondisi dan struktur jantung secara menyeluruh.
Magnetic resonance imaging (MRI) mungkin dilakukan pada pasien dengan gangguan neurologis. Hasil MRI pada pasien penyakit neuro-Lyme dapat menunjukkan prolongasi T2 pada substansia alba serebri, lesi dengan edema, atau enhancement meningeal. Pungsi lumbal disarankan pada pasien penyakit Lyme dengan kecurigaan meningitis atau ensefalitis.[2,4,5,13]