Epidemiologi Pertusis
Data epidemiologi menunjukkan bahwa pertusis lebih banyak terjadi pada bayi dan anak. Pada tahun 2021, dilaporkan terdapat 597 kasus pertusis di Asia Tenggara.[1,4,8]
Global
Pertusis dapat terjadi pada semua golongan usia, namun banyak terjadi pada bayi <6 bulan (38%) dan anak-anak (71%). WHO mencatat ada 151.074 kasus pertusis secara global pada tahun 2018. Meski begitu, angka insiden yang sebenarnya (true incidence) diperkirakan dapat mencapai minimal 3 kali lebih tinggi dari angka yang dilaporkan karena adanya underreporting. Kasus underreporting diduga terutama terjadi pada anak dan dewasa dimana pola batuknya atipikal sehingga pasien tidak memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan.[1,3]
Data WHO pada tahun 2021 mencatat terdapat 28.843 kasus pertusis secara global. Persebaran kasus tertinggi dilaporkan di Pasifik Barat, yakni sebanyak 10.367 kasus. Sementara itu, di Asia Tenggara sendiri dilaporkan 597 kasus.[8]
Indonesia
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, angka kasus pertusis di Indonesia pada tahun 2021 tercatat 12 kasus. Kasus-kasus tersebut dilaporkan dari 7 daerah, yaitu Sumatera Selatan, Bengkulu, Jawa Barat, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Timur, dan Papua Barat.[9]
Mortalitas
Sebelum ditemukan vaksin pertusis, penyakit ini merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada bayi. Saat ini, pertusis masih merupakan salah satu penyebab kematian yang sebetulnya dapat dicegah dengan vaksinasi. Sebagian besar kematian terjadi pada bayi yang tidak divaksin atau sudah divaksin namun belum lengkap. Kematian pada anak usia muda juga tinggi di negara dengan cakupan vaksinasi yang rendah, terutama negara berkembang.
Berdasarkan data WHO, pada tahun 2018 tercatat 89.000 kematian akibat pertusis. Tingkat mortalitas pada bayi mencapai 2% kasus yang merupakan 96% kematian pertusis secara keseluruhan.[1-3,7]
Penulisan pertama oleh: dr. Maria Rossyani