Diagnosis Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS)
Baku emas diagnosis severe acute respiratory syndrome (SARS) adalah pemeriksaan laboratorium reverse–transcriptase polymerase chain reaction (RT–PCR). Apabila RT–PCR tidak tersedia atau sulit dilakukan, penegakkan diagnosis dapat dilakukan melalui anamnesis riwayat kontak dengan orang berisiko, musang bulan dan kelelawar. Pemeriksaan fisik akan menunjukkan gejala respirasi seperti batuk sampai sesak napas, serta gejala infeksi sistemik berat, dari sepsis hingga syok.[1–5]
Definisi Kasus SARS
Untuk memberikan gambaran epidemiologi SARS dan memantau penyebarannya, maka definisi dari kasus SARS perlu ditetapkan. Menurut WHO, definisi kasus SARS terbagi menjadi 2 yaitu kasus suspect dan probable.
Kasus Suspect
Seseorang merupakan suspect case bila ditemukan hal di bawah ini.
Pertama, setelah tanggal 1 November 2002 mengalami panas >38°C dan batuk atau kesulitan bernapas dan mengalami satu atau lebih pajanan (exposure) berikut dalam 10 hari sebelum timbulnya gejala:
Close contact dengan seseorang yang merupakan suspect atau probable case dari SARS
- Riwayat pernah berkunjung ke daerah yang terjangkit SARS
- Tinggal di daerah yang terjangkit SARS[24]
Kedua, menderita penyakit pernapasan akut yang tidak jelas (unexplained acute respiratory illness) dan meninggal setelah tanggal 1 November 2002, tetapi tidak menjalani autopsi dan mengalami satu atau lebih pajanan (exposure) berikut dalam 10 hari sebelum timbulnya gejala:
Close contact dengan seseorang yang merupakan suspect atau probable case dari SARS
- Riwayat pernah berkunjung ke daerah yang terjangkit SARS
- Tinggal di daerah yang terjangkit SARS[24]
Kasus Probable
Seseorang merupakan probable case bila:
Suspect case dengan gambaran radiologi paru (rontgen thorax) yang menunjukkan infiltrat konsisten dengan pneumonia atau respiratory distress syndrome (RDS)
Suspect case yang positif ditemukan coronavirus SARS pada satu atau lebih pemeriksaan
Suspect case dengan hasil pemeriksaan autopsi konsisten dengan kelainan patologi RDS tanpa ada penyebab yang jelas. Penderita dikeluarkan dari surveilans SARS bila diagnosis alternatif sudah terbukti[24]
Konfirmasi kasus berdasarkan pedoman CDC adalah sebagai berikut:
- Adanya antibodi SARS–CoV pada salah satu spesimen serum
- Peningkatan titer antibodi SARS–CoV 4 kali lipat ke atas antara fase akut dan fase konvalesen
- Hasil negatif pada pemeriksaan antibodi SARS–CoV pada serum fase akut dan hasil yang positif pada pemeriksaan antibodi SARS–CoV pada serum fase konvalesen
- Isolasi SARS–CoV pada kultur sel dari spesimen klinis yang dikonfirmasi dengan tes yang divalidasi oleh CDC
- Deteksi RNA SARS–CoV melalui uji RT–PCR yang telah divalidasi oleh CDC, dengan konfirmasi di laboratorium rujukan menggunakan dua spesimen klinis dari sumber spesimen yang berbeda atau dua spesimen klinis yang dikumpulkan dari sumber yang sama pada 2 hari yang berbeda[32]
Anamnesis
Perjalanan penyakit SARS terdiri atas dua fase, yaitu fase 1 dan fase 2. Fase 1 ditandai dengan gejala prodromal flu–like yang muncul dalam 2–7 hari pasca inkubasi. Fase 2 adalah fase saluran pernapasan bawah yang muncul 3 hari pasca inkubasi atau lebih.
Pada pasien SARS fase 1 biasanya ditemukan keluhan:
- Demam
- Fatigue
- Sakit kepala
- Myalgia
- Malaise
- Anoreksia
- Diare
Sementara itu, pada pasien SARS fase 2 biasanya akan muncul keluhan seperti:
- Batuk kering
- Sesak napas, di mana terkadang gagal napas dapat terjadi[17]
Selain anamnesis gejala, biasanya anamnesis lebih dalam menemukan riwayat pasien bepergian ke China ataupun negara endemis lain dalam 14 hari sebelum onset, riwayat bekerja di pelayanan kesehatan, riwayat kontak dengan hewan reservoir (musang bulan atau kelelawar), atau riwayat kontak dengan orang yang bepergian ke China ataupun negara endemis lain.[1,5]
Pemeriksaan Fisik
Temuan pada pemeriksaan pasien SARS adalah gejala infeksi saluran pernapasan derajat ringan hingga berat yang mirip dengan pasien pneumonia. Akan tetapi, terdapat pula pasien SARS yang tidak bergejala sama sekali meskipun insidensinya kecil. Oleh karena itu, dokter perlu mengembangkan clinical judgment bila menemukan kasus yang dicurigai.[1,17]
Keadaan Umum dan Tanda–Tanda Vital
Keadaan umum dan tanda–tanda vital yang dapat ditemukan pada pasien SARS antara lain berupa:
- Perubahan atau penurunan kesadaran umum
- Peningkatan atau penurunan suhu tubuh (<360C atau ≥380C)
- Tekanan darah sistolik <90 mmHg (terutama saat pasien mengalami syok sepsis)
- Peningkatan denyut nadi <90 kali/menit
- Peningkatan laju napas ≥20 kali/menit
- Penurunan saturasi oksigen <90%[1,18]
Pemeriksaan Toraks
Pada pemeriksaan toraks pasien SARS mungkin dijumpai:
- Stridor dan retraksi dada
- Pada pemeriksaan auskultasi sering kali tidak ada suara yang khas, tetapi suara paru abnormal cenderung dijumpai pada saluran pernapasan atas dari pada saluran pernapasan bawah[18]
Pemeriksaan Umum
Pada pemeriksaan umum pasien SARS mungkin ditemukan:
- Tanda sianosis sentral akibat penurunan saturasi oksigen
- Ekstremitas dingin serta CRT >2 detik pada kasus syok sepsis[11]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding untuk SARS meliputi penyakit infeksi saluran pernapasan lainnya, seperti influenza, pneumonia viral, dan pneumonia bakterial.
Influenza
Influenza dan SARS sama–sama disebabkan oleh virus yang menyerang saluran pernapasan manusia. Gejala awal SARS juga sangat mirip dengan gejala influenza, di mana pasien akan mengeluhkan demam, bersin, batuk, sakit kepala dan terkadang diare.
Meski demikian, SARS dengan cepat menyebar ke saluran pernapasan bawah, sehingga lebih progresif dan sering menunjukkan gejala dispnea. Selain itu, influenza umumnya akan sembuh sendiri dalam waktu 4–9 hari sedangkan gejala SARS cenderung bertambah berat.[19]
Pneumonia Viral
Presentasi klinis SARS umumnya sama dengan pneumonia yang disebabkan oleh virus lain yakni demam tinggi, batuk kering, dan dispnea. Pada pemeriksaan auskultasi juga dapat dijumpai suara ronchi dan wheezing.
Pada pemeriksaan rontgen toraks bisa dijumpai gambaran infiltrat paru. Perbedaan SARS dengan pneumonia viral lain adalah tidak dijumpainya SARS–CoV pada hasil pemeriksaan aspirat sistem pernapasan pada pneumonia viral yang lain.[20]
Pneumonia Bakterial
Pasien dengan pneumonia bakterial umumnya juga mengalami demam tinggi, batuk dan dispnea seperti pasien SARS. Akan tetapi, pasien pneumonia bakterial terkadang mengeluhkan nyeri pleuritik.
Selain itu, pemeriksaan perkusi toraks umumnya menemukan tanda–tanda konsolidasi dan pemeriksaan auskultasi menemukan suara ronkhi basah. Pneumonia bakterial umumnya merespon baik terapi antibiotik yang telah diberikan sesuai kultur.[21]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan real time reverse-transcriptase polymerase chain reaction (RT–PCR) merupakan gold standard diagnosis untuk SARS. Dengan melakukan RT–PCR, dokter dapat mendiagnosa SARS secara definitif.
Real Time Reverse–Transcriptase Polymerase Chain Reaction (RT–PCR)
Pemeriksaan RT–PCR dengan menemukan RNA virus dapat menegakkan diagnosis infeksi SARS–CoV. Spesimen diambil dari sputum dan swab tenggorok dapat menentukan diagnosis SARS yang diikuti dengan genome sequencing. Pengambilan sampel ini sebaiknya dilakukan sebelum pemberian antibiotik, bila antibiotik di indikasikan.
Swab tenggorokan dan sputum dapat mendiagnosis virus influenza, respiratory syncytial virus, virus parainfluenza, rhinovirus, adenovirus, metapneumovirus, dan coronavirus. Pemeriksaan RT–PCR dapat juga digunakan untuk mendeteksi SARS–CoV pada sampel lainnya seperti serum dan feses.[22,23]
Pada pertengahan bulan Maret 2003, WHO menetapkan suatu jejaring (network) global yang meliputi 11 laboratorium terkemuka di seluruh dunia sebagai upaya untuk meneliti identifikasi kausa SARS.
Laboratorium tersebut dipilih berdasarkan 3 kriteria, yaitu mempunyai kemampuan ilmiah yang menonjol, memiliki fasilitas biosafety level III, dan dapat menyumbangkan perangkat uji (battery of tests) dan eksperimen yang diperlukan untuk memenuhi postulat Koch dalam mengidentifikasi suatu penyakit.[24]
Studi oleh Yam WC et al mencoba membandingkan protokol pemeriksaan RT–PCR pada dua jejaring laboratorium SARS WHO di Hong Kong dan Hamburg. Sebanyak 303 spesimen klinis dikumpulkan dari 163 pasien yang diduga menderita SARS.
Adapun sensitivitas diagnostik dari WHO Hong Kong dan WHO Hamburg adalah 61% dan 68% (spesimen aspirasi nasofaring), 65% dan 72% (spesimen swab tenggorokan), 50% dan 54% (spesimen urin), serta 58% dan 63% (spesimen tinja), dengan spesifisitas keseluruhan 100%.[25]
Pemeriksaan Antibodi
Pemeriksaan antibodi untuk coronavirus meliputi pemeriksaan indirect fluorescent antibody (IFA) ataupun enzyme–linked immunosorbent assay (ELISA). Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mendeteksi antibodi spesifik setelah infeksi.
Meskipun antibodi dapat ditemukan pada beberapa pasien selama fase akut (onset gejala 14 hari), hasil tes negatif pada sampel yang diperoleh <28 hari setelah onset gejala tidak menyingkirkan diagnosis SARS.[26,27,51]
Pemeriksaan Darah
Berdasarkan beberapa data epidemi SARS, dijumpai temuan laboratorium sebagai berikut:
- Pada permulaan penyakit, jumlah limfosit absolut sering kali menurun namun secara keseluruhan, jumlah leukosit tampak normal atau hanya sedikit menurun
- Pada puncak kelainan paru, sekitar 50% penderita menunjukkan leukopenia dan trombositopenia (50.000–150.000/mL)
- Fase respiratorik juga diikuti dengan peningkatan kadar kreatin fosfokinase (sampai 3.000 IU/L), peningkatan laktat dehidrogenase, dan transaminase hepar (26 kali lebih tinggi dari normal)[28,29]
Selain itu, dapat ditemukan pula peningkatan D–dimer dan activated partial thromboplastin time (aPTT) juga dapat ditemukan. Pemeriksaan analisa gas darah (AGD) dapat dilakukan mengetahui status oksigenasi.[51]
Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologis paru pada fase prodromal dan masa perjalanan penyakit mungkin tidak menunjukkan kelainan. Akan tetapi, sejumlah besar penderita memiliki infiltrat paru dengan distribusi unilateral dan perifer serta airspace opacity pada lobus bawah paru.
Rontgen toraks follow up pada sebagian besar pasien menunjukkan konsolidasi multifokal progresif selama 6–12 hari yang melibatkan satu atau dua paru. Akan tetapi, pada seperempat pasien, gambaran opasitas tetap menunjukkan tampilan fokal dan unilateral.[30,31]
Pada gambaran CT scan thorax dapat ditemukan kelainan parenkim paru dengan ditandai infiltrat dengan ground–glass appearance, terutama di bagian perifer.[51]
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli