Pendahuluan TB MDR
Tuberkulosis multidrug-resistant atau TB MDR adalah infeksi Mycobacterium tuberculosis yang disertai dengan adanya resistensi terhadap obat antituberkulosis (OAT) rifampicin dan isoniazid dengan atau tanpa resistensi OAT lain. Resistensi ini disebabkan oleh mutasi genetik rpoB, katG, inhA, dfrA, dan kasA.[1-9]
Pada tahun 2021, terjadi peningkatan insidensi TB MDR di Indonesia yang diduga berkaitan dengan pandemi COVID-19 yang menyebabkan penurunan deteksi tuberkulosis. Mortalitas TB MDR juga ikut ditemukan meningkat.[9,10]
Anamnesis dan pemeriksaan fisik TB MDR dapat menunjukkan hasil serupa dengan kasus tuberkulosis tanpa resistensi. Pasien umumnya memiliki tambahan riwayat, seperti riwayat paparan dengan OAT sebelumnya.
Pemeriksaan penunjang utama dalam penegakan TB MDR adalah mikrobiologi untuk mengetahui resistensi OAT apa yang dialami oleh pasien. Pada pasien TB MDR dengan resistensi OAT golongan baru, yaitu fluorokuinolon dan OAT grup A, resistensi didefinisikan sebagai tuberkulosis extensively drug-resistant (TB XDR). OAT grup A adalah fluorokuinolon, levofloxacin, moxifloxacin, linezolid, dan bedaquiline.[7-9]
Penatalaksanaan TB MDR dilakukan dengan obat antituberkulosis yang peka sesuai dengan uji kepekaan. Setiap pasien TB MDR yang menerima pengobatan perlu mendapatkan pemeriksaan penunjang laboratorium, mikrobiologi, dan radiologi rutin untuk mengetahui respon dan efek samping obat.[1,9]
Penulisan pertama oleh: dr. Junita br Tarigan
Direvisi oleh: dr. Bedry Qhinta