Pendahuluan Alcohol Use Disorder
Alcohol use disorder atau alkoholisme ditandai dengan hilangnya kontrol diri terhadap keinginan mengonsumsi alkohol, penggunaan alkohol secara kompulsif, dan perasaan yang negatif jika tidak mengonsumsi alkohol. Biasanya, pasien menghabiskan banyak waktu untuk mendapatkan alkohol, minum alkohol, dan memulihkan diri dari efek alkohol. Pasien tidak dapat berhenti minum alkohol meskipun hal tersebut telah menyebabkan masalah, baik secara fisik maupun sosial.[1,2]
Faktor risiko terjadinya alcohol use disorder (AUD), antara lain faktor genetik, di mana sekitar 50% kasus penyalahgunaan alkohol terjadi secara herediter. Adanya gangguan perkembangan, misalnya attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) atau kekerasan, baik fisik maupun seksual, pada masa kanak-kanak juga meningkatkan risiko terjadinya AUD. Pendidikan orang tua dan pengaruh teman sebaya juga berperan pada inisiasi konsumsi alkohol.[3,4]
AUD diketahui merupakan salah satu gangguan psikiatrik yang paling sering terjadi, dan berhubungan dengan 3 juta kematian setiap tahunnya. AUD lebih sering ditemukan pada pria, dibandingkan perempuan. AUD juga diketahui lebih rentan terjadi pada kelompok dengan sosioekonomi rendah dan berpendidikan rendah. Selain itu, AUD juga sering terjadi bersamaan dengan gangguan psikiatrik lain, misalnya depresi atau ansietas.[3,4]
Penatalaksanaan AUD melibatkan tata laksana nonfarmakologis, misalnya psikoterapi dalam bentuk alcoholics anonymous (AA) dan cognitive behavioral therapy (CBT). Obat-obatan yang telah disetujui Food and Drugs Administration (FDA) untuk tata laksana AUD, antara lain disulfiram, naltrexone, dan acamprosate.[1,5]
Prognosis AUD secara umum adalah kurang baik, sebab penyakit ini bersifat kronis dan pasien seringkali mengalami relaps. Komplikasi jangka panjang akibat AUD, antara lain sirosis hepatis, stroke, dan gagal jantung. Jika perempuan hamil mengonsumsi alkohol, bayi yang dilahirkan dapat mengalami fetal alcohol syndrome (FAS) yang mengakibatkan kelainan susunan saraf pusat permanen.[4,6]
Edukasi pasien diberikan untuk mewujudkan abstinensia, sebab abstinensia merupakan cara pencegahan AUD yang terbaik. Pasien perlu memahami bahwa penyakit ini berlangsung secara kronis, sehingga mungkin dapat terjadi relaps. Pasien diedukasi untuk terlibat aktif dalam support group, seperti AA. Sebaiknya, keluarga pasien juga disarankan untuk ikut AA.[3,7]
Bagi kelompok yang rentan, biasa dimulai dari usia remaja, dapat diajarkan cara-cara untuk menghindari penyalahgunaan alkohol. Berbagai cara yang dapat dilakukan, antara lain dengan mencatat riwayat konsumsi alkohol, mengidentifikasi faktor pencetus yang menyebabkan rasa ingin minum alkohol, cara menolak alkohol, dan manajemen stres.[3,4,7]
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra