Patofisiologi Alcohol Use Disorder
Patofisiologi alcohol use disorder atau alkoholisme berkaitan dengan tiga fase pada adiksi alkohol, yaitu fase intoksikasi, fase withdrawal, dan fase preokupasi. Dalam setiap fase, terjadi perubahan neuroadaptif pada otak, yang terus berubah-ubah sesuai perjalanan penyakit.
Fase Intoksikasi
Fase intoksikasi atau disebut juga binge, merupakan fase saat pasien merasakan efek menyenangkan/positif berupa sensasi euforia setelah mengonsumsi alkohol. Hal ini akan mendorong pasien untuk ingin mengonsumsi alkohol kembali. Fase ini diperantarai dengan peningkatan jumlah peptida dopamin dan opioid di ganglia basalis.
Bukti klinis menunjukkan pelepasan dopamin ventrostriatal setelah konsumsi oral alkohol lebih tinggi pada pria dibanding perempuan. Mekanisme ini mungkin menjadi alasan mengapa alkoholisme lebih rentan terjadi pada pria.[1,3]
Fase Withdrawal
Pada fase withdrawal, pasien mulai merasakan efek negatif yang diduga disebabkan oleh menurunnya fungsi dopaminergik pada pusat reward system di otak, dan terjadi penumpukan stress neurotransmitters pada amygdala. Efek negatif biasanya dijumpai pada pasien yang mengonsumsi alkohol untuk menghilangkan perasaan negatif, misalnya akibat gangguan depresi, ansietas, atau saat merasa tidak berguna.[1,3]
Fase Preokupasi
Fase preokupasi/craving adalah fase saat pasien terus memiliki keinginan untuk mengonsumsi alkohol kembali. Neurotransmitter glutamat diduga berperan dalam fase ini. Pada fase ini, terjadi disregulasi berkelanjutkan dari korteks prefrontal medialis dan insula, hingga ganglia basalis dan amygdala.
Pasien biasanya memiliki kesulitan mengontrol diri, dan terus memiliki preokupasi untuk mengonsumsi alkohol. Jika pasien terus mengonsumsi alkohol berlebihan dalam jangka panjang, dapat terjadi komplikasi misalnya sirosis hepatis, stroke, dan gagal jantung.[1,4,8]
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra