Pendahuluan Fibromyalgia Syndrome
Fibromyalgia syndrome atau sindrom fibromialgia adalah sekumpulan gejala yang meliputi nyeri kronis yang tersebar luas di beberapa bagian tubuh, disertai dengan gejala lain seperti gangguan tidur, rasa letih, gangguan emosional, dan gangguan kognitif. Asal dari nyeri fibromyalgia syndrome tidak diketahui penyebabnya dan diduga berhubungan erat dengan gangguan psikologis seperti depresi atau cemas.[1,2]
Patofisiologi fibromyalgia syndrome berhubungan dengan peningkatan sensitivitas terhadap nyeri atau penurunan ambang batas nyeri yang dikaitkan dengan adanya disregulasi proses modulasi nyeri di sistem saraf pusat. Modulasi nyeri diperantarai oleh neurotransmiter serotonin. Pasien fibromyalgia syndrome mempunyai kadar plasma serotonin yang lebih rendah. Namun, ada pula bukti yang menunjukkan disregulasi dopamin pada fibromyalgia syndrome.[3,4]
Diagnosis dari fibromyalgia syndrome ditegakkan berdasarkan kriteria oleh American College of Rheumatology. Secara umum, pasien fibromyalgia syndrome mengalami nyeri yang menyebar di banyak bagian pada tubuh, dan sudah dirasakan dalam kadar yang tetap selama lebih dari 3 bulan. Belum ada penanda diagnostik spesifik untuk fibromyalgia syndrom. Pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan untuk menemukan komorbiditas atau menyingkirkan diagnosis banding.[1,3,4]
Tata laksana awal dari fibromyalgia syndrome adalah terapi nonfarmakologis. Pasien direkomendasikan melakukan aktivitas fisik, menjaga sleep hygiene, dan diet sesuai kebutuhan. Terapi farmakologis diperlukan pada pasien yang tidak membaik dengan tata laksana nonfarmakologis. Obat yang sudah disetujui penggunaannya untuk fibromyalgia syndrome adalah pregabalin, duloxetine, dan milnacipran.[2,4,5]
Penulisan pertama oleh: dr. Irwan Supriyanto PhD SpKJ