Pendahuluan Asma
Asma adalah penyakit inflamasi kronis yang ditandai dengan meningkatnya responsivitas bronkial serta obstruksi jalan napas secara episodik. Asma memerlukan perawatan berkelanjutan dan komprehensif yang bertujuan untuk mengontrol gejala sambil mempertahankan tingkat aktivitas normal, serta meminimalkan risiko efek samping seperti eksaserbasi, keterbatasan aliran udara menetap, dan efek samping pengobatan.[1-3]
Asma dapat berkembang pada semua usia, meskipun onset lebih sering pada masa kanak-kanak dan dewasa muda. Risiko meningkat pada keluarga, sehingga menunjukkan bahwa faktor genetik turut berperan. Faktor risiko asma antara lain paparan asap tembakau, infeksi virus dalam 3 tahun pertama kehidupan, dan faktor sosioekonomi seperti tingkat pendapatan dan akses ke perawatan medis.
Manifestasi klinis asma berupa gejala episodik atau persisten dari mengi, sesak, dan batuk. Gejala dapat dipicu atau diperburuk oleh paparan alergen dan iritan, infeksi saluran pernapasan atas, aktivitas fisik, dan udara dingin. Gejala nokturnal bisa lebih berat dan mengganggu tidur. Presentasi klinis asma bervariasi tergantung tingkat keparahan, efek pada kualitas hidup, dan respons terhadap pengobatan.[4]
Global Strategy for Asthma Management and Prevention (GINA) tidak lagi merekomendasikan terapi short-acting beta-agonists (SABA), seperti salbutamol, sebagai terapi tunggal untuk tata laksana asthma. Hal ini karena terapi tunggal SABA telah dikaitkan dengan peningkatan risiko eksaserbasi asma berat. Inhaled-corticosteroids (ICS), seperti budesonide, yang dikombinasikan dengan formoterol dosis rendah merupakan reliever yang lebih disarankan.[1]
Penulisan pertama oleh: dr. Gold SP Tampubolon