Penatalaksanaan Bronkiektasis
Penatalaksanaan bronkiektasis atau bronchiectasis mencakup klirens saluran napas, pemberian antibiotik, dan pembedahan. Tujuan penatalaksanaan bronkiektasis adalah untuk mencegah eksaserbasi, menurunkan gejala klinis, meningkatkan kualitas hidup, dan menghambat progresivitas penyakit. Pendekatan terapi adalah upaya memperkuat sistem klirens mukosiliar, mengurangi inflamasi saluran napas, dan eradikasi bakteri.
Klirens Saluran Pernapasan
Klirens saluran pernapasan dilakukan dengan menyingkirkan sekresi purulen dari saluran pernapasan, yang berfungsi menurunkan inflamasi dan gejala. Klirens saluran pernapasan dilakukan dengan dua teknik, yaitu teknik fisioterapi dan agen inhalasi. Metode ini disarankan dilakukan selama 15–40 menit sebanyak 2–3 kali sehari.[2,5,14]
Teknik Fisioterapi
Fisioterapi dada disarankan pada pasien yang batuk produktif kronis. Teknik ekspansi toraks dengan inspirasi dalam dilakukan untuk mengekspansi alveoli, diikuti ekspirasi untuk mendorong sputum ke saluran pernapasan yang lebih besar. Teknik ini dapat dilakukan di rumah. Teknik fisioterapi lainnya dapat berupa pernapasan siklus aktif, postural drainage, serta perkusi dan vibrasi menggunakan perangkat osilasi.[2,5,14]
Teknik Inhalasi
Inhalasi agen hiperosmolar dan mukolitik dipercaya dapat membantu klirens mukus dan sering digunakan bersamaan dengan fisioterapi. Nebulisasi dengan salin hipertonik dapat menurunkan mediator inflamasi dan meningkatkan kualitas hidup pasien. Proses nebulisasi agen mukolitik, seperti N-asetilsistein dan karbosistein, sering dilakukan pada praktik klinis tetapi sampai sekarang belum didukung oleh bukti ilmiah.[2,5,14]
Terapi Antibiotik
Pemberian antibiotik pada pasien bronkiektasis sangat tergantung pada tipe kasusnya, yakni kasus eksaserbasi akut ringan-sedang, eksaserbasi akut sedang-berat, kasus tanpa eksaserbasi, dan kasus pada pasien-pasien khusus.
Eksaserbasi Akut Ringan-Sedang
Pada eksaserbasi akut, agen antibakteri spektrum luas dapat digunakan. Eksaserbasi akut ringan-sedang pada pasien bronkiektasis ditandai dengan batuk yang memberat, pergantian warna dan volume sputum, serta timbulnya demam atau malaise.
Pada pasien rawat jalan, antibiotik oral spektrum luas seperti amoxicillin 2 x 500–875 mg, clarithromycin 2 x 500 mg, atau kotrimoksazol 2 x 160 mg dapat diberikan selama 14 hari. Pada pasien dengan gejala ringan-sedang dan dengan infeksi Pseudomonas aeruginosa, antibiotik golongan fluorokuinolon, seperti ciprofloxacin 2 x 500–750 mg atau levofloxacin 1 x 750 mg peroral selama 14 hari dapat diberikan.[2,5,14]
Eksaserbasi Akut Sedang-Berat
Pasien bronkiektasis dengan eksaserbasi sedang-berat mengalami takipnea, gagal napas akut, eksaserbasi gagal napas kronis, penurunan signifikan SaO2, demam, hemoptisis, instabilitas hemodinamik, dan gangguan status mentalis. Pada pasien ini, dibutuhkan antibiotik intravena spektrum luas. Beberapa pilihan antibiotik antara lain:
- Ciprofloxacin 400 mg intravena per 12 jam
Cefepime 2 gram intravena per 12 jam
Vancomycin 1 gram intravena per 12 jam
Gentamycin 3–6 mg/kg/hari intravena per 8 jam
Jika infeksi disebabkan Pseudomonas aeruginosa, antibiotik pilihan adalah gentamycin, tobramycin, ceftazidime, piperacillin-tazobactam, atau ticarcillin clavulanate.[2,5,14]
Bronkiektasis Tanpa Eksaserbasi
Pada pasien bronkiektasis kronis, dibutuhkan terapi antibiotik oral untuk kontrol infeksi. Golongan makrolida paling disarankan penggunaannya pada pasien bronkiektasis. Hal ini dikarenakan makrolida memiliki efek antiinflamasi dan imunomodulasi. Antibiotik yang dapat digunakan adalah azithromycin 1 x 250 mg peroral atau 3 x 500 mg peroral selama 7–14 hari setiap bulan untuk jangka panjang.[2,5,14]
Bronkiektasis pada Keadaan Khusus
Jika bronkiektasis disebabkan oleh cystic fibrosis, penatalaksanaan spesifik dibutuhkan, misalnya dengan fisioterapi harian dan antibiotik inhalasi seperti tobramycin. Sementara itu, bronkiektasis yang disebabkan oleh tuberkulosis perlu mendapat regimen antibiotik tuberkulosis.[2,5,14]
Inhalasi Bronkodilator
Inhalasi bronkodilator memiliki efikasi dalam terapi asthma dan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK). Oleh karena itu, terapi ini dapat diberikan pada pasien bronkiektasis yang berhubungan dengan asthma atau PPOK. Pilihan terapi inhalasi antara lain:
Salbutamol 180 µg (2 puffs) setiap 4–6 jam
Ipratropium bromida 34 µg (2 puffs) setiap 6 jam
- Tiotropium 1x18 µg[2,5,14]
Pembedahan
Tindakan bedah pada pasien bronkiektasis sangat jarang dilakukan. Terdapat dua jenis bedah yang dilakukan pada pasien bronkiektasis, yaitu reseksi dan transplantasi paru.
Reseksi Paru
Reseksi dilakukan pada pasien dengan gejala bronkiektasis yang tidak terkontrol oleh antibiotik, pasien dengan hemoptisis masif, pasien dengan benda asing atau tumor saluran napas, dan pasien dengan produksi sputum berlebihan. Komplikasi tindakan ini adalah perdarahan, atelektasis, dan empyema.[2,14]
Transplantasi Paru
Transplantasi paru dilakukan pada pasien dengan bronkiektasis berat, forced expiratory volume (FEV1) <30%, atau penurunan cepat FEV.[2,3,5]
Direvisi oleh: dr. Irene Cindy Sunur