Diagnosis Disfungsi Ereksi
Diagnosis disfungsi ereksi terutama mengacu pada keluhan pasien, yaitu mengalami gangguan respon seksual seperti ketidakmampuan untuk memulai atau mempertahankan ereksi, demi suatu kepuasan seksual. Pemeriksaan anamnesis, fisik, dan penunjang tetap diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosis.
Anamnesis
Penyakit yang berhubungan dengan gangguan seksual, seperti hipertensi, diabetes mellitus, dan penyakit kronis lain, harus digali beserta riwayat pengobatan terdahulu. Riwayat trauma, seperti trauma pelvis juga harus digali, karena dapat menjadi faktor risiko. Riwayat merokok dan konsumsi alkohol juga harus ditanyakan.
Hasil penggalian informasi dapat digunakan untuk mengevaluasi potensi penyakit pasien, dan untuk membedakan penyebab organik atau psikis yg mendasari disfungsi ereksi. Red flags juga perlu untuk digali pada anamnesis.[1,2,19]
Penggunaan kuesioner dapat membantu menggali informasi lebih dalam pada pasien dengan gangguan seksual, beberapa kuesioner yang bisa digunakan adalah:
Internal Index Of Erectile Function (IIEF)
Sexual Encounter Profile (SEP)
Erectile Dysfunction Inventory of Treatment Satisfaction (EDITS)[1,2,19]
Pemeriksaan Fisik
Disfungsi ereksi dapat menjadi tanda penyakit kardiovaskular yang belum diketahui sebelumnya, maka pemeriksaan fisik harus dilakukan secara menyeluruh, seperti tanda–tanda vital (tekanan darah maupun denyut dan pulsasi nadi), pemeriksaan fisik umum, serta pemeriksaan sensasi saraf seperti refleks kremaster. Selain itu, tanda ginekomastia juga harus diidentifikasi.
Selain itu, pemeriksaan genital juga harus dilakukan. Pemeriksaan meliputi ukuran testis, tanda infeksi genital, adanya fibrosis maupun plak pada penis, dan fimosis. Ukuran testis yang kecil bisa menjadi tanda hipogonadisme, sedangkan contoh penis abnormal adalah hipospadia dan peyronie. Selain itu, tanda infeksi dapat dilihat dari adanya kemerahan dan sekret dari penis.[1–3,19]
Diagnosis Banding
Disfungsi ereksi memiliki gejala yang menyerupai beberapa penyakit lain seperti andropause, Peyronie disease dan depresi.
Andropause
Pada penyakit andropause terjadi penurunan gairah seksual yang disebabkan karena penurunan kadar hormon pada usia yang sudah tua. Pada disfungsi ereksi, usia pasien bisa bervariasi serta umumnya berhubungan dengan gangguan pembuluh darah. Sifat penyakit andropause irreversible, sedangkan disfungsi ereksi umumnya reversible.[24,28]
Peyronie Disease
Penyakit Peyronie ditandai dengan adanya kurvatura pada batang penis, disertai nyeri saat ereksi. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan plak fibrosis yang teraba pada palpasi penis. Penyakit Peyronie juga dapat memberikan keluhan seperti disfungsi ereksi, tetapi memiliki tanda plak fibrosis tersebut.[1,29,43]
Depresi
Pada gangguan depresi terjadi gangguan pada psikis, yang mengakibatkan seseorang tidak memiliki hasrat untuk beraktivitas. Gejala depresi adalah kehilangan energi, kesulitan untuk berpikir, dan pada kasus berat akan menimbulkan keinginan bunuh diri.
Sedangkan pada disfungsi ereksi, masalah yg timbul umumnya adalah gangguan pembuluh darah akibat penyakit tertentu meski bisa saja seseorang yang disfungsi ereksi menjadi depresi.[1,2,14]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan biasanya untuk mencari faktor risiko disfungsi ereksi, termasuk juga mengevaluasi fungsi kelenjar reproduksi.
Evaluasi Vaskular
Sampai saat ini, gold standard untuk diagnosis disfungsi ereksi adalah selective penile angiography. Pemeriksaan ini dapat menilai vaskularisasi pembuluh darah pada genitalia pria, tapi sulit menilai anatomi dan memiliki biaya yang lebih mahal. Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah:
Intracavernous injection and stimulation test (ICI), dilakukan untuk mengevaluasi adanya kelainan pada arteri dan vena di penis, dipadukan dengan stimulus visual maupun sensoris pada alat kelamin, untuk mengetahui kemampuan ereksi penis secara praktis
Penile duplex ultrasonography, yang dapat dipadukan dengan ICI untuk mengevaluasi sirkulasi darah, serta merupakan metode paling informatif untuk melihat adanya kelainan pada arteri dan vena
Arteriography, dapat melihat arteri mana yang mengalami penyumbatan[15,22,45]
Pemeriksaan Gula Darah
Pemeriksaan ini untuk mengetahui faktor risiko diabetes mellitus pada pasien yang menderita disfungsi ereksi. Pemeriksaan Hemoglobin A1c (HbA1c) dapat dilakukan untuk menilai terkontrol tidaknya kadar gula pasien.[1,2,20]
Pemeriksaan Kadar Hormon
Pemeriksaan kadar hormon terdiri dari pemeriksaan kadar hormon testosteron, free testosterone, prolaktin, luteinizing hormone (LH), dan follicle stimulating hormone (FSH) dalam darah.
Pemeriksaan testosteron pagi hari disarankan oleh American Urological Association (AUA), tetapi berbagai studi menemukan bahwa pemeriksaan ini benefisial bila dilakukan pada pasien dengan kecurigaan hipogonadisme.[1,2,6,20,44]
Pemeriksaan Fungsi Tiroid
Pemeriksaan fungsi tiroid dapat diindikasikan jika diperlukan dengan melakukan pemeriksaan hormon tiroid, seperti thyroid stimulating hormone (TSH), triiodothyronine (T3), total thyroxine (T4), dan free thyroxine (FT4).[1,2,20]
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli