Epidemiologi Fimosis
Data epidemiologi fimosis menunjukkan bahwa sekitar 10% bayi laki-laki akan mengalami fimosis fisiologis pada usia 3 tahun, dan kebanyakan anak hanya mengalami retraksi preputium sebagian. Insiden fimosis fisiologis akan berkurang seiring pertambahan usia dan umumnya jauh lebih sering dibanding fimosis patologis.[4,7,8,11,12]
Global
Secara global diperkirakan sebanyak 10 % anak akan mengalami fimosis fisiologis ketika berusia 3 tahun dimana mayoritas anak hanya mengalami retraksi preputium sebagian. Insiden fimosis fisiologis akan berkurang seiring pertambahan usia dan umumnya jauh lebih sering dibanding fimosis patologis. Berbagai studi menunjukkan bahwa pada usia 6-7 tahun terdapat 8% anak yang masih mengalami fimosis, dan sebesar 1% pada usia 16-17 tahun.[7,12]
Sebuah penelitian terhadap pasien dewasa yang melakukan sirkumsisi, menemukan bahwa fimosis merupakan indikasi yang paling sering ditemui dengan persentase 46,5%, diikuti 17,8% dengan indikasi dispareunia, 14,4% dari balanitis, dan 14,4% dari fimosis bersamaan dengan balanitis.[6]
Insiden fimosis patologis adalah 0,4 per 1000 anak laki-laki per tahun, jauh lebih kecil dibanding fimosis fisiologis. Namun demikian, masih banyak terdapat misdiagnosis yang menyebabkan kecemasan pada orang tua dan tingginya rujukan ke urologi. Dari semua kasus rujukan ke bagian urologi, hanya 8-14,4% yang merupakan “true” fimosis yang membutuhkan intervensi bedah.[3,8]
Indonesia
Hingga saat ini data epidemiologi mengenai fimosis di Indonesia masih belum tersedia.
Mortalitas
Fimosis umumnya tidak menyebabkan mortalitas. Mortalitas fimosis dikaitkan dengan kanker penis yang mana merupakan salah satu komplikasi dari fimosis.[19]
Direvisi oleh: dr. Dizi Bellari Putri