Pendahuluan Gangguan Ejakulasi
Gangguan ejakulasi atau disfungsi ejakulasi merupakan patologi seksual paling umum yang dialami pria, dan dapat menyebabkan infertilitas pada pria. Gangguan ejakulasi disebabkan oleh masalah yang kompleks, termasuk masalah neurologis, psikososial, anatomis, dan farmakologis.
Gangguan ejakulasi yang sering ditemui pada praktik klinis meliputi spektrum kondisi berupa anejakulasi, anorgasmia, ejakulasi tertunda, ejakulasi retrograd, ejakulasi astenik, dan ejakulasi prematur/ejakulasi dini.[1–4]
Diagnosis gangguan ejakulasi pada umumnya dapat ditegakkan berdasarkan pada anamnesis terperinci, terdiri dari riwayat penyakit komorbid seperti diabetes mellitus, neuropati, trauma, dan/atau infeksi urogenital, serta karakterisasi gejala terkait ejakulasi, termasuk karakteristik ejakulasi, emisi ejakulasi nokturnal, dan kemampuan ejakulasi dalam situasi tertentu.
Pemeriksaan fisik alat kelamin dan colok dubur harus dilakukan, disertai dengan pemeriksaan penunjang seperti urinalisis pasca ejakulasi, pemeriksaan kultur urine, tes neurofisiologis, evaluasi psikoseksual, sistoskopi, transrectal ultrasonography (TRUS), uroflowmetri, hingga stimulasi kerapuhan/getas pada penis.[4,5]
Pengobatan gangguan ejakulasi harus disesuaikan dengan spektrum kondisi dan penyebab gangguan. Pemberian obat golongan selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs), anestesi topikal, terapi perilaku, dan psikoterapi masih menjadi tata laksana utama untuk kondisi ini. Bila gangguan ejakulasi menyebabkan infertilitas maka Assisted Reproduction Techniques (ARTs) atau inseminasi buatan dapat menjadi pilihan.[4,5]
Direvisi oleh: dr. Dizi Bellari Putri