Patofisiologi Urolithiasis
Patofisiologi urolithiasis melibatkan proses nukleasi, pertumbuhan, agregasi, dan retensi kristal. Proses pembentukan batu bergantung pada volume urin, konsentrasi ion kalsium, fosfat, oksalat, dan natrium. Kadar ion yang tinggi, volume urin yang rendah, pH rendah, dan kadar sitrat yang rendah menyebabkan pembentukan urolithiasis.[1,5]
Nukleasi
Nukleasi merupakan pembentukan kristal padat dalam larutan. Fase nukleasi kristal menjadi langkah pertama pembentukan batu dengan terbentuknya kristal batu yang tersusun dari supersaturasi urin yang berada dalam konsentrasi tinggi dan mengkristal dalam parenkim ginjal.[1,5,6]
Pertumbuhan Kristal
Setelah nukleasi, akan terjadi pertumbuhan kristal. Pertumbuhan kristal dimediasi secara epitaksial, yakni proses menumbuhkan kristal dengan orientasi tertentu di atas kristal lain, di mana orientasi ditentukan oleh kristal yang mendasarinya. Pertumbuhan kristal ditentukan oleh ukuran, bentuk molekul, sifat fisik material, pH, dan kecacatan yang mungkin terbentuk pada struktur kristal.[1,6]
Agregasi
Selanjutnya, terjadi proses agregasi, di mana inti kristal terikat satu sama lain untuk membentuk partikel yang lebih besar. Jarak antar partikel yang kecil akan meningkatkan gaya tarik dan agregasi partikel. Agregat akan membesar dan menghalangi aliran keluar urin dari tubulus renal, sehingga dapat mendorong pembentukan batu yang lebih kecil.[1,5,7]
Retensi
Proses selanjutnya yang dapat menyebabkan urolithiasis adalah retensi kristal. Retensi kristal disebabkan oleh asosiasi kristal dengan lapisan sel epitel dan tergantung pada komposisi permukaan sel epitel tubulus ginjal.[1,5,6]
Apabila batu menyebabkan penyumbatan dan tidak memungkinkan keluarnya urin melalui ureter, akan terjadi nyeri kolik dan hidronefrosis. Terdapat dua area penyempitan, antara lain di dekat ureteropelvic junction (UPJ) dan di persimpangan ureterovesical junction (UVJ).[1]
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli