Rasio Soluble Fms-like Tyrosine Kinase 1 (sFlt-1) dengan Placental Growth Factor (PlGF) dapat digunakan sebagai biomarker untuk menentukan prognosis Intrauterine Growth Restriction (IUGR). Akan tetapi, biomarker ini paling sering digunakan untuk mendeteksi kejadian preeklampsia.
Rasio Soluble Fms-like Tyrosine Kinase 1 (sFlt-1) dengan Placental Growth Factor (PlGF) dikenal dengan fraksi preeklampsia yang menjadi biomarker untuk deteksi preeklampsia. sFlt-1 adalah biomarker antiangiogenik. sFlt-1 beredar bebas di serum dengan mengikat dan menetralisasi Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) dan PlGF.[1,2]
Penggabungan skrining algoritma dan biomarker rasio sFlt-1/PIGF sudah banyak digunakan untuk mendeteksi preeklampsia. Terutama untuk wanita hamil yang tidak memiliki gejala preeklampsia. Sebagai contoh, kasus-kasus wanita hamil dengan hipertensi borderline, wanita dengan tekanan darah tinggi yang menetap, dan wanita yang tidak sesuai dengan kriteria diagnosis preeklampsia. Selain itu, beberapa studi menilai peningkatan rasio sFlt-1/PIGF berhubungan dengan kejadian luaran kelahiran yang tidak diinginkan, imbalans pada regulator angiogenik, dan memperkirakan IUGR.[3,4]
Mekanisme Sflt-1 dan Dasar Permasalah Uteroplasenta
Soluble fms-like tyrosine kinase 1 (sFlt-1) merupakan biomarker antiangiogenik. sFlt-1 beredar bebas di serum dengan mengikat dan menetralisasi VEGF dan PlGF.[1,2]
Soluble fms-like tyrosine kinase 1 (sFlt-1) secara fisiologis disekresikan oleh plasenta manusia dan dihasilkan dalam jumlah berlebih oleh plasenta yang mengalami preeklampsia. Biomarker sFlt-1 merupakan inhibitor endogen mayor angiogenesis yang ditemukan di plasenta.[3-5]
Kadar sFlt-1 yang tinggi menyebabkan proses angiogenesis plasenta terganggu yang menyebabkan vasokonstriksi yang merupakan patogenesis preeklampsia. Hal ini menyebabkan suplai darah dan nutrisi dari sistem uteroplasenta juga terganggu yang berperan penting dalam pertumbuhan janin intra uteri dan berat badan lahir.[4,5]
Nilai Cut-Off sFlt-1/PIGF Terhadap Kejadian IUGR
Sebuah studi di Eropa melibatkan 74 subjek penelitian yang membandingkan kelompok ibu hamil usia 28-35 minggu dengan berat janin <10 persentil dengan berat janin > 10 persentil membuktikan adanya hubungan sFlt-1/PlGF dengan insidensi pertumbuhan janin terhambat.[2]
Penelitian ini mengungkapkan nilai cut-off rasio sFlt-1/PlGF pada kelompok pertumbuhan janin terhambat dibandingkan kontrol adalah 103,6 vs 5,20 (p<0,001). Untuk cut-off value ratio sFlt-1/PlGF ibu hamil dengan preeklampsia, penelitian ini mendapatkan nilai cut-off sebesar 36,065 yang hampir menyamai nilai cut-off oleh Zeisler (38).[2]
Nilai Cut-off Rasio sFlt-1/PIGF Masih Bervariasi
Studi kohort di Korea yang melibatkan 530 ibu hamil dengan usia kehamilan 24-36+6 minggu menganalisis rasio sFlt-1/PIGF. Kadar sFlt-1 dan PIGF diukur pada usia 24-28+6 minggu dan pada usia 29-36+6 minggu. Dari 530 ibu hamil tersebut, sebanyak 22 kasus preeklampsia di eksklusi (4,1%), 47 masuk pada kelompok pertumbuhan janin terhambat, dan 461 masuk pada kelompok kontrol.[6]
Rasio sFlt-1/PIGF pada usia kehamilan 24-28+6 minggu memang menunjukan nilai yang lebih tinggi dengan cut-off 11,25 pada kelompok pertumbuhan janin terhambat dibandingkan kelompok kontrol (sensitivitas 60% dan spesifisitas 61,9%). Rasio sFlt-1/PIGF dengan cut-off 28,15 di usia 29-36+6 minggu secara signifikan dapat memprediksi luaran pertumbuhan janin terhambat (sensitivitas 76,9% dan spesifisitas 88%). Sehingga disimpulkan sFlt-1/PIGF dapat menjadi salah satu prediktor untuk pertumbuhan janin terhambat selama kehamilan.[6]
Studi prospektif yang melibatkan 730 kehamilan usia 32-37 minggu di Jerman juga membuktikan rasio sFlt-1/PIGF pada trimester ke 3 dapat memprediksi preeklampsia dan kejadian pertumbuhan janin terhambat dengan nilai cut-off 15,59.[7]
Studi meta-analisis yang melibatkan 26 studi dengan total 2514 bayi yang mengalami pertumbuhan janin terhambat menunjukan cut-off yang bervariasi untuk sFlt-1 dan PIGF. Dengan hasil yang bervariasi tersebut sFlt-1 dan PIGF belum dapat digunakan sebagai tes skrining untuk memprediksi pertumbuhan janin terhambat selama masa kehamilan. Penelitian lebih lanjut masih perlu dilakukan untuk menentukan faktor risiko lain untuk dapat memprediksi terjadinya pertumbuhan janin terhambat.[8]
Kesimpulan
Penggunaan rasio Soluble Fms-like Tyrosine Kinase 1 (sFlt-1) dengan Placental Growth Factor (PlGF) bersamaan dengan penilaian klinis dokter selama 3 trimester dapat digunakan untuk skrining preeklampsia pada ibu hamil. Beberapa keuntungan dari pemeriksaan biomarker ini adalah menurunkan jumlah kunjungan, mengurangi biaya medis, dan melakukan pengawasan cermat untuk diagnosis dini pada ibu hamil.
Rasio serum sFlt-1/PIGF dapat menjadi salah satu prediktor pertumbuhan janin terhambat pada kehamilan. Penggunaan rasio sFlt-1/PIGF harus di kombinasikan dengan pemeriksaan PIGF dan ultrasonografi untuk mendiagnosis IUGR.
Walaupun tampak menjanjikan, berdasarkan meta-analisis yang dilakukan oleh Hendriks, et al. menentukan cut-off yang bervariasi dalam berbagai penelitian sehingga rasio tersebut belum dapat dijadikan sebagai tes skrining pada kehamilan. Penelitian lebih lanjut masih perlu dilakukan untuk menentukan nilai cut-off yang memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang baik.