Vitamin D Supplementation and Prevention of Type 2 Diabetes
Pittas, A.G., et al. Vitamin D Supplementation and Prevention of Type 2 Diabetes. New England Journal of Medicine, 2019. DOI: 10.1056/NEJMoa1900906. PMID:31173679
Abstrak
Latar Belakang: Berbagai studi observasional menunjukkan adanya hubungan antara kadar 25-hydroxyvitamin D dengan risiko terjadinya diabetes tipe 2. Namun, apakah suplementasi vitamin D menurunkan risiko terjadinya diabetes tidak diketahui.
Metode: Penelitian ini secara acak mengambil responden penelitian orang dewasa dengan dua atau lebih kriteria glikemik untuk prediabetes (kadar glukosa plasma 100-125 mg/dL; kadar glukosa 2 jam setelah konsumsi 75 gram glukosa 140-199 mg/dL, dan kadar hemoglobin terglikasi 5,7-6,4%) dan tanpa diabetes. Tanpa memandang kadar 25-hydroxyvitamin D sebelum penelitian, responden penelitian ini kemudian secara acak dibagi dalam 2 kelompok: kelompok intervensi (mendapatkan 4000 IU vitamin D3) dan kelompok kontrol (mendapatkan plasebo). Hasil yang diharapkan dari analisa time-to-event ini adalah diabetes onset baru dan penelitian ini menargetkan 508 penderita diabetes.
Hasil: 2.423 partisipan menjalani randomisasi menjadi 2 kelompok: 1211 pada kelompok vitamin D dan 1212 pada kelompok plasebo. Pada bulan ke-24, kadar rerata kadar 25-hydroxyvitamin D pada kelompok intervensi adalah 54,3 ng/mL (dari 27,7 ng/mL pada kondisi awal) dan pada kelompok kontrol adalah 28,8 ng/mL (dari 28,2 ng/mL pada kondisi awal). Setelah pemantauan selama 2,5 tahun, diabetes didapatkan pada 293 partisipan pada kelompok intervensi dan 323 partisipan pada kelompok plasebo (9,39 dan 10,66 kejadian per 100 person-year secara berurutan). Hazard ratio pada kelompok vitamin D jika dibandingkan dengan kelompok plasebo adalah 0,88 (Indeks kepercayaan 95%: 0,75 to 1,04; P=0,12). Insiden efek samping tidak berbeda pada kedua kelompok.
Kesimpulan: Pada penderita diabetes tipe 2 tanpa defisiensi vitamin D, suplementasi vitamin D3 4000 IU per hari tidak menurunkan risiko diabetes jika dibandingkan dengan kelompok plasebo.
Ulasan Alomedika
Penyakit noninfeksi seperti diabetes mellitus merupakan salah satu isu global yang sedang berkembang di masyarakat. Diabetes mellitus sering kali baru ditemukan pada fase lanjut sehingga deteksi dini dan prevensi penting dilakukan pada orang yang berisiko mengalami penyakit ini.
Penelitian mengenai defisiensi vitamin D dan manfaat suplementasi vitamin D saat ini marak dilakukan, misalnya untuk mencegah infeksi saluran pernapasan atas, pencegahan penyakit kardiovaskular, penanganan asthma, mencegah sakit kepala tegang, dan mencegah morbiditas bayi selama masa kehamilan. Rendahnya kadar 25-hydroxyvitamin D saat ini juga ditemukan sebagai faktor risiko diabetes melitus tipe 2.
Suplementasi vitamin D ditemukan mempunyai potensi untuk menurunkan risiko diabetes. Salah satu hipotesis dari efek penurunan risiko diabetes ini adalah gangguan fungsi sel beta pankreas dan resistensi insulin dihubungkan dengan rendahnya vitamin D sehingga suplementasi akan memperbaiki kedua kondisi tersebut.
Penelitian ini berusaha membandingkan dampak pemberian 4000 IU vitamin D3 terhadap risiko terjadinya diabetes onset baru jika dibandingkan dengan pemberian plasebo. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa diabetes onset baru terjadi sebesar 22% partisipan pada kelompok intervensi (vitamin D) dan 25,1% partisipan pada kelompok kontrol dengan rasio Hazard sebesar 0,84. Namun hasil studi ini juga menunjukkan bahwa pemberian suplementasi vitamin D tidak bermanfaat secara statistik dalam menurunkan kemungkinan terjadinya diabetes pada partisipan dengan kadar vitamin D yang cukup pada awal penelitian.
Keunggulan Penelitian
Untuk mengukur seberapa besar pengaruh pemberian 4000 IU vitamin D3 terhadap risiko terjadinya diabetes onset baru, peneliti menggunakan metode penelitian klinis terkontrol plasebo dan double blinded. Penelitian ini mempunyai keunggulan yakni melibatkan responden penelitian dalam jumlah yang besar (2423 partisipan) yang kemudian secara acak dibagi dalam 2 kelompok (kelompok yang mendapatkan dan yang tidak mendapatkan vitamin D3. Selain itu, penelitian ini berupaya mengontrol faktor perancu seperti suplemen yang digunakan dan status diabetes mellitus. Pengontrolan ini penting untuk memastikan bahwa diabetes onset baru benar-benar disebabkan oleh faktor-faktor yang diteliti.
Kekurangan Penelitian
Pada penelitian ini, penderita prediabetes yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi dibagi secara acak ke dalam kedua kelompok kedua kelompok ini (kelompok intervensi dan kelompok kontrol) tanpa memandang kadar 25-hydroxyvitamin D. Seperti yang telah dicantumkan pada demografi responden penelitian ini, mayoritas responden mempunyai kadar 25-hydroxyvitamin D ≥ 20 ng/mL. Hal ini berpotensi mempengaruhi tingkat signifikansi pengaruh pemberian vitamin D pada penderita prediabetes terhadap kejadian diabetes onset baru. Selain itu, hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa pemberian vitamin D pada penderita prediabetes dengan kadar 25-hydroxyvitamin D yang cukup tidak mempengaruhi kejadian diabetes onset baru.
Kekurangan lain penelitian ini adalah mengenai kontroversi status prediabetes. Terdapat nilai batasan kriteria diagnosis yang berbeda-beda untuk prediabetes. Walau demikian, batasan kriteria diagnosis yang digunakan di penelitian ini sama dengan yang digunakan di Indonesia. Selain itu, prediabetes juga belum tentu merupakan faktor risiko mengalami diabetes karena terdapat sejumlah besar pasien prediabetes yang dapat kembali normoglikemik tanpa penanganan. Hal ini juga dapat menyebabkan bias pada penelitian ini.
Aplikasi Hasil Penelitian di Indonesia
Walaupun penelitian ini akan sulit untuk direplikasi dengan responden masyarakat Indonesia, penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian vitamin D pada penderita prediabetes yang mempunyai kadar vitamin D yang rendah, akan dapat menurunkan risiko terjadinya diabetes onset baru. Walau demikian, suplementasi vitamin D pada pasien tanpa defisiensi vitamin D tidak memiliki manfaat pencegahan diabetes.