Teknik Manajemen Luka Akut
Teknik manajemen luka akut diawali identifikasi luka, irigasi dan debridement luka, pemberian anestesi, penjahitan luka, dan perawatan luka. Pada kasus manajemen luka yang memerlukan jahitan (hecting), pasien perlu kembali ke dokter untuk melepas jahitan, yaitu 5 hari setelah tindakan pada luka di wajah dan kulit kepala, serta 7-10 hari setelah tindakan pada luka di tubuh dan ekstremitas.[1-3,7]
Persiapan Pasien
Pada persiapan melakukan manajemen luka, diperlukan identifikasi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kesembuhan luka dan risiko terhadap infeksi. Lakukan pemeriksaan apakah pasien memiliki penyakit komorbid seperti diabetes, anemia, atau imunokompromais. Selain itu, lakukan pemeriksaan terhadap lukanya. Tanyakan riwayat mekanisme terjadinya luka, lokasi, waktu kejadian. Identifikasi adanya kemungkinan kontaminasi atau infeksi.[1-3,7]
Setelah dilakukan pemeriksaan anamnesis dan pemeriksaan fisik, perlu dilakukan informed consent kepada pasien atau anggota untuk menjelaskan mengenai tindakan, indikasi, kontraindikasi, risiko, prosedur, dan komplikasi yang terjadi apabila tindakan tidak dilakukan.[7]
Peralatan
Peralatan untuk irigasi:
- Jarum suntik ukuran besar (19 G)
- Syringe 20-25 mL
Cairan normal saline atau air bersih (paling tidak 250 mL)
- Sarung tangan steril
- Swab alkohol atau cairan povidone iodine 10%[3]
Peralatan untuk anestesi:
Lidocaine 1% dengan 1:100.000 epinefrin atau bupivacaine 0,25% dengan/atan tanpa epinefrin
- Jarum Suntik ukuran 24 atau 27 G
- Syringe 10 mL[3]
Peralatan untuk jahitan (hecting):
- Forseps jaringan atau pinset
- Needle holder
- Gunting
- Retractor
- Scalpel untuk diseksi
- Benang jahit dan jarum
- Kassa steril
- Kain duk steril
- Vaksin tetanus (jika diperlukan)[8]
Jenis-Jenis Benang
Tindakan jahit atau hecting merupakan standar penutupan luka secara primer. Sehingga, pemilihan dan penggunaan benang harus menjadi pertimbangan klinisi. Jenis benang untuk hecting dapat dibagi menjadi alami dan sintetik, absorbable dan non-absorbable, serta monofilamen dan multifilamen. Pemilihan benang dan teknik tergantung dari tipe luka, kedalaman, ketegangan jaringan dan hasil kosmesis.[8,13]
Benang non-absorbable digunakan pada luka superfisial. Sedangkan benang absorbable digunakan pada luka dalam yang membutuhkan penjahitan double layer. Tujuan penjahitan secara double layer adalah menghindari dehisensi jaringan dan secara estetik lebih baik. Berikut beberapa contoh benang hecting:
- Benang alami absorbable: chromic catgut dan catgut
- Benang sintetis absorbable: polyglactin (vicryl), polyglycolic acid (dexon)
- Benang sintetis non-absorbable: poliglecaprone (monocryl), polyglycolide-trimethylene carbonate (Maxon), polydioxanone (PDS)[8,11,13]
Adhesives dan Staples
Standar penutupan luka terbaik luka akut adalah penutupan luka secara primer menggunakan hecting. Namun, pada beberapa kasus trauma massal yang membutuhkan penutupan secara cepat dapat digunakan staples. Namun, pada beberapa kasus, penutupan luka akut menggunakan staples diindikasikan pada luka yang minor. Pada luka laserasi linear di lokasi scalp dan ekstremitas dapat digunakan metode staples.
Keuntungan penggunaan staples adalah cost-effective, mudah diaplikasikan, tidak membutuhkan pelatihan khusus, dan memiliki pola penyembuhan yang sama dengan hecting. Adhesive biasanya digunakan pada kasus luka sederhana terutama pada kasus pediatrik. Biasanya mereka tidak menimbulkan inflamasi lokal dan memiliki tingkat infeksi yang lebih rendah dibandingkan hecting.[4,13]
Posisi Pasien
Posisi pasien ditentukan oleh letak luka. Pastikan posisi pasien dan dokter yang akan melakukan tindakan dalam posisi yang aman dan nyaman.[8]
Prosedural
Prosedur terbagi menjadi beberapa yaitu penggunaan alat pelindung diri, irigasi luka, anestesi lokal, dan penjahitan.
Penggunaan Alat Pelindung Diri
Dokter yang akan melakukan tindakan manajemen luka perlu melakukan tindakan asepsis dan antisepsis. Cuci tangan sesuai dengan langkah yang ditentukan dan menggunakan sarung tangan steril. Gunakan masker, apron, dan kacamata pelindung jika diperlukan.
Irigasi Luka
Masukkan cairan normal saline atau air bersih ke dalam syringe dan lakukan irigasi pada daerah luka selama minimal 10 menit. Pastikan debris dan benda asing sudah tidak ada. Pada beberapa kasus luka yang kotor, dapat digunakan gunting diseksi atau scalpel untuk membuang benda asing yang menempel pada jaringan dan lakukan irigasi kembali. Setelah irigasi dilakukan, lakukan asepsis pada daerah sekitar luka dengan povidone iodine 10%.sebaiknya cairan tidak mengenai luka, karena dapat mengganggu proses penyembuhan luka.[8,9]
Anestesi Lokal
Pada beberapa kondisi, anestesi dapat dilakukan pada saat irigasi untuk membantu mempermudah irigasi. Berikan anestesi lokal dengan lidocaine 1% atau bupivacaine 0,25%pada daerah luka pada daerah batas luka. Tunggu 2-3 menit atau sampai pasien merasakan adanya kebas atau efek anestesi sudah terjadi.[8]
Jahitan (Hecting) Luka
Penjahitan luka biasanya dilakukan pada luka laserasi yang >5 cm, luka pada bagian dermis, atau lokasi yang sering terjadi fleksi atau tensi. Setelah dilakukan penjahitan luka, diberikan dressing dengan kassa steril atau diperban.[9,14]
Simple Interrupted Sutures:
Simple interrupted merupakan jahitan yang paling umum dan banyak digunakan, terutama untuk menutup luka laserasi (kulit). Jarum dimasukkan secara tegak lurus ke dalam epidermis, kemudian melintasi epidermis dan dermis secara transversal ke arah sisi luka yang berlawanan. Kemudian jarum dikeluarkan kembali secara tegak lurus dari epidermis sisi luka yang berlawanan tersebut. Kedalaman dan panjang jahitan diusahakan simetris (kurang lebih 1 cm).[15]
Mattress Sutures:
Terdapat dua jenis mattress suture, yaitu jahitan matras vertikal dan horizontal. Pada matras vertikal masukkan jarum secara tegak lurus ke epidermis sekitar 10 mm dari tepi luka, kemudian masukkan sampai lapisan dermis atau subdermis. Keluarkan jarum pada tepi sisi luka yang berlawanan (dengan jarak sama 10 mm), dan masukkan kembali jarum dengan jarak yang lebih dekat pada tepi luka. Jarum diarahkan ke dalam lapisan yang lebih superfisial dibandingkan sebelumnya, kemudian jarum dikeluarkan pada daerah tepi luka dimana jarum pertama kali dimasukkan.[15]
Pada matras horizontal, jarum yang sudah terikat benang dimasukkan secara tegak lurus ke epidermis sampai lapisan epidermis/subepidermis pada sekitar 10 mm dari tepi luka. Keluarkan jarum pada tepi sisi luka yang berlawanan (dengan jarak yang sama 10 mm). Masukkan jarum secara horizontal pada sekitar 5-10 mm lateral ke bagian exit point. Selanjutnya, jarum dikeluarkan dengan kedalaman yang sama pada daerah tepi luka yang berlawanan (sisi pertama kali jarum dimasukkan).[15]
Subcuticular Suture:
Jahitan subkutikuler dilakukan dengan menempatkan jarum pada daerah subkutikuler dengan bentuk jahitan seperti matras horizontal. Tidak ada bekas yang terlihat dari luar.[15]
Gambar 1. Tipe Jahitan Kutis
Profilaksis Tetanus dan Rabies
Profilaksis tetanus diberikan pada beberapa kondisi seperti fraktur terbuka, fraktur compound, luka gigitan, luka dalam, dan luka yang terkontaminasi dengan tanah, debu, kotoran hewan. Pada kasus gigitan hewan, pemberian vaksin rabies disesuaikan dengan protokol profilaksis rabies.
Tabel. Panduan Profilaksis Tetanus
Riwayat Vaksinasi Tetanus | Luka Bersih | Luka Lain | ||
Vaksin Tetanus | Tetanus Immunoglobulin | Vaksin Tetanus | Tetanus Immunoglobulin | |
≥3 Dosis | Ya (sesuai dengan booster rutin) | Tidak | Ya (jika lebih dari 5 tahun) | Tidak
|
<3 dosis atau tidak diketahui | Ya | Tidak | Ya | Ya |
Sumber: Royal Children’s Hospital Melbourne, 2019.[18]
Luka cakar, abrasi, dan kontaminasi dengan saliva hewan yang mengenai mukosa maupun kulit dapat terinfeksi oleh rabies. Pada luka gigitan hewan, lakukan irigasi kulit dengan tepat menggunakan air mengailr dan sabun. Hindari penggunaan cairan antiseptik seperti povidone-iodine. Berikan profilaksis rabies sesuai dengan panduan.[16,17]
Pemberian Antibiotik Topikal
Antibiotik biasanya tidak diperlukan pada sebagian besar kasus manajemen luka di unit gawat darurat. Sebuah meta-analisis oleh Tong et al. menyatakan bahwa walaupun pemberian antibiotik topikal dapat menurunkan infeksi pada luka pasca operasi, namun manfaat yang ditemukan sangat minim. Sebaiknya penggunaan antibiotik pada luka akut dihindari. Penggunaan antiseptik sebagai alternatif antibiotik topikal sebaiknya dipertimbangkan.[19]
Berbeda dengan luka kronis yang memiliki biological burden. Penggunaan dressing dengan antimikroba dapat dipertimbangkan. Beberapa kasus yang luka kronis yang dapat diberikan perawatan luka menggunakan dressing antimikroba adalah pressure injury, ulkus varikosum, ulkus arteri, dan ulkus diabetikum.[1,2]
Sedangkan antibiotik sistemik dapat dipertimbangkan pada kasus selulitis, gangrene, osteomyelitis, malodor, atau demam. Contoh luka akut yang dapat diberikan antibiotik sistemik adalah gigitan manusia, gigitan hewan dan luka kotor.[16,17,20]
Follow up
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil manajemen luka. Sebaiknya luka dalam keadaan lembab agar sel-sel tapi terhidrasi dengan baik, terjadi angiogenesis, dan adanya aktivasi faktor pertumbuhan dengan optimal. Selama di rumah sebaiknya pasien menjaga agar luka tetap kering dan bersih. Perban sebaiknya diganti setiap hari, terutama jika dressing luar basah. Pasien diperbolehkan mandi, tetapi sebaiknya air tidak mengenai daerah jahitan.[21]
Pada kasus manajemen luka yang memerlukan jahitan, pasien perlu kembali ke dokter untuk melepas jahitan. Biasanya, jahitan pada daerah wajah dan kulit kepala dilakukan lepas jahitan 5 hari setelah tindakan, sedangkan pada daerah batang tubuh dan ekstremitas 7-10 hari setelah tindakan.[7]
Penulisan pertama oleh: dr. Khrisna Rangga Permana