Pedoman Klinis Pemeriksaan Gigi
Pedoman klinis pemeriksaan gigi adalah melakukan tindakan pemeriksaan secara holistik dan komprehensif untuk mengevaluasi kesehatan gigi dan rongga mulut. Idealnya pemeriksaan gigi dilakukan secara rutin pada pasien yang tidak memiliki keluhan. Jika pasien memiliki keluhan, maka pemeriksaan gigi dilakukan untuk menilai derajat keparahan penyakit dental dan tindakan pengobatan atau pencegahan yang diperlukan.[1,2]
Di Indonesia, seringkali pasien datang untuk pemeriksaan gigi sudah dengan keluhan yang menyertai. Tiga besar penyakit yang paling banyak membawa pasien datang ke dokter gigi adalah karies, penyakit periodontal, dan halitosis.[1-6]
Kontraindikasi pemeriksaan gigi meliputi kasus dental emergency yang memerlukan perawatan segera tanpa pemeriksaan gigi mendetail. Contoh dari kasus dental emergency adalah pulpitis irreversible, perikoronitis, osteomyelitis, abses gigi, fraktur gigi, fraktur dentoalveolar, fraktur mandibula, luka pada jaringan lunak yang menyebabkan perdarahan terus menerus, avulsi, hingga angina Ludwig.[5-10]
Prosedur pemeriksaan gigi diawali dengan pemeriksaan subjektif untuk menilai keluhan pasien dan riwayat kesehatan gigi dan mulut yang berkaitan. Pemeriksaan objektif dilakukan untuk menilai kesehatan gigi secara umum dengan menggunakan Plaque Index, Gingival Index, serta Caries Risk Assessment. Selanjutnya, dilakukan pencatatan odontogram. Pemeriksaan penunjang, tindakan pembersihan, tindakan pencegahan, serta rekomendasi perawatan dapat dilakukan berdasarkan temuan klinis.[1-10]
Komplikasi pemeriksaan gigi yang parah belum pernah dilaporkan sebelumnya. Namun, beberapa kondisi mungkin saja terjadi akibat rangkaian pemeriksaan gigi, seperti alergi, perdarahan minor, hingga rasa sakit atau nyeri.[8,9]