Indikasi Pemeriksaan Selaput Dara
Indikasi pemeriksaan selaput dara atau himen adalah adanya keluhan obstruktif pada genital atau saluran kemih dan amenorea. Umumnya, gejala obstruksi ditemukan pada kasus himen imperforata, yang disebabkan obstruksi mekanik oleh hematokolpos, hematometra, atau mukokolpos. Pemeriksaan selaput dara juga dilakukan pada rutin pemeriksaan genital bayi baru lahir untuk mendeteksi adanya kelainan pada selaput dara.[1,2]
Indikasi lain pemeriksaan selaput dara adalah adanya kecurigaan kekerasan seksual. Sebanyak 21,4% perempuan yang mengalami kekerasan seksual dapat terdeteksi bila pemeriksaan genitalia langsung dilakukan, dan keberhasilan pemeriksaan menurun hingga 2,2% bila pemeriksaan tidak langsung dilakukan.[7]
Pemeriksaan Keperawanan dengan Pemeriksaan Selaput Dara Tidak Direkomendasikan
Di beberapa negara, termasuk Indonesia, pemeriksaan keperawanan dilakukan melalui pemeriksaan selaput dara. Akan tetapi, baik bukti ilmiah, WHO, United Nations Human Rights, maupun UN Women telah menyimpulkan bahwa pemeriksaan keperawanan (mencakup pemeriksaan selaput dara) tidak disarankan karena tidak dapat dibuktikan manfaatnya secara ilmiah, tidak diperlukan secara medis, dan hasilnya tidak dapat diandalkan.[1,5–7]
Variasi Tampilan Himen
Tampilan himen sangat bervariasi antar individu dan bergantung pada paparan estrogen, usia, dan status pubertas, sehingga sulit dibedakan antara himen yang dianggap abnormal dan normal. Paparan estrogen menyebabkan warna himen lebih pucat, elastik, redundant, dan kurang sensitif terhadap sentuhan. Himen yang tidak terpapar estrogen akan sensitif terhadap sentuhan.[1]
Pada umumnya himen pada wanita dewasa memiliki konfigurasi crescentic. Himen dapat menghilang setelah terjadi koitus, pemeriksaan pelvis, masturbasi, cedera, atau aktivitas fisik.[8]
Terdapat beberapa macam variasi tampilan himen, antara lain:
- Anular atau sirkumferensial, yaitu jaringan himen terdapat pada sekeliling orifisium vagina secara menyeluruh, termasuk pada lokasi jam 12
Crescentic, yaitu jaringan himen tidak ada pada beberapa titik, yaitu pada lokasi di atas posisi jam 3-9
- Himen imperforata, yaitu himen tanpa adanya pembukaan
- Himen mikroperforata, yaitu himen dengan 1 atau lebih lubang bukaan yang kecil
- Himen bersepta, yaitu himen dengan satu atau lebih septa pada bagian lubang bukaan. Pada himen ini terdapat dua bukaan lubang dengan jaringan (septa) antara keduanya
Redundant, yaitu himen dengan flap multipel dan terlipat satu sama lain. Lipatan ini sering mengalami protrusi
- Himen dengan jaringan tag, polip, atau tonjolan atau gundukan pada bagian tepi
- Himen cribiform, di mana dijumpai bukaan lubang dengan jumlah multipel[1,7,9]
Selain itu, ada pula tipe himen di mana terdapat notch atau celah (berapapun dalamnya) pada lokasi di atas posisi jam 3 dan 9; serta notch atau celah pada himen, pada posisi di bawah jam 3 atau jam 9, yang tidak memanjang sampai bagian dasar himen.[1,7,9]
Bayi Baru Lahir
Pada bayi baru lahir, tampilan himen dipengaruhi oleh paparan estrogen maternal, sehingga himen memiliki epitel yang tebal, bentuk berlipat–lipat, dan sedikit mengalami protrusi dari vestibulum. Pengurangan lipatan himen terjadi saat usia 1 tahun. Konfigurasi himen yang sering ditemukan pada bayi yang baru lahir adalah bentuk annular dan fimbriated.[1–4]
Pemeriksaan himen pada bayi baru lahir juga bertujuan untuk mengevaluasi patensi himen. Sebagian besar variasi himen, seperti himen imperforata, mikroperforata, atau bersepta tidak memerlukan tata laksana saat bayi.
Pada kasus himen imperforata, dapat ditemukan mukokolpos yang merupakan kumpulan sekresi mukus servikovaginal yang disebabkan oleh stimulasi hormon estrogen maternal. Hal lain yang mungkin ditemukan adalah polip himen, yang dapat mengalami regresi seiring dengan menurunnya kadar estrogen maternal. Hymenal tag dapat mengalami resolusi spontan atau muncul lagi pada bagian himen lain.[1,2,4]
Masa Prepubertal dan Pubertas
Pada masa prepubertal, kadar estrogen yang rendah menyebabkan jaringan himen tipis, rapuh, translusen, tidak lentur, dan sensitif terhadap sentuhan. Pada kelompok pasien ini ukuran diameter himen yang dianggap normal adalah kurang dari 6 mm.[1]
Pada saat pubertas terjadi peningkatan aktivitas hormon yang dikeluarkan oleh hipotalamus, kelenjar adrenal, pituitari, dan ovarium. Pada saat ini, himen kembali menebal dan memiliki jaringan berlebih (redundant) yang cenderung terlipat. Pada perempuan yang sudah memasuki pubertas, konfigurasi himen yang sering dijumpai adalah fimbriated atau crescenteric.[1,3]
Masa Setelah Pubertas
Pada perempuan post pubertal, elastisitas himen meningkat sehingga penetrasi tidak menyebabkan cedera. Pada wanita hamil, himen menjadi sangat tebal dan kaya akan glikogen. Setelah melahirkan, hanya terdapat beberapa himen yang tertinggal, yang disebut dengan carunculae myrtiformes. Saat menopause, rendahnya estrogen menyebabkan epitel himen menjadi tipis.[1,3,7]
Kasus Kekerasan Seksual
Tampilan himen yang perlu dicurigai pada kasus kekerasan seksual berbeda berdasarkan onset kekerasan.
Kekerasan Seksual yang Baru Terjadi
Pada kasus kekerasan seksual yang baru terjadi, dapat ditemukan lebam, ptekie, abrasi, atau laserasi pada himen. Laserasi himen tidak memandang ukuran kedalaman, dan dapat terjadi parsial atau total.[3,7]
Tampilan Himen Pascakekerasan Seksual yang Mengalami Penyembuhan atau Residual
Pada kasus kekerasan seksual yang sedang mengalami penyembuhan atau residual, dapat ditemukan traseksi himen atau celah himen yang telah mengalami penyembuhan, defek pada himen pada arah jam 3–9 yang memanjang hingga bagian dasar himen, dan tidak ditemukanya jaringan himen pada lokasi tersebut. Temuan ini perlu dipertimbangkan khususnya pada kasus anak prepubertas.[3,7]
Sensitivitas dan Spesifisitas Pemeriksaan Selaput Dara
Hasil pemeriksaan himen ini kurang sensitif dan spesifik. Kelainan himen pada kasus kekerasan seksual hanya didapatkan pada 2,1% kasus, dengan sisanya memberikan tampilan himen yang normal.
Hasil pemeriksaan himen dapat mendukung diagnosis kekerasan seksual, tetapi perlu disertai dukungan pemeriksaan lain seperti adanya riwayat anamnesis terjadinya kekerasan, cedera atau trauma pada bagian tubuh lain selain area genital, dan pemeriksaan laboratorium (sperma, DNA, penyakit menular seksual).[3,7]
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli