Pendahuluan Mamografi
Mamografi adalah prosedur pencitraan payudara yang seringkali digunakan sebagai skrining awal dalam mendeteksi kanker payudara pada wanita yang tidak memiliki gejala. Skrining ini direkomendasikan pada wanita yang berusia 50-69 tahun karena usia tersebut memiliki prevalensi kanker payudara terbanyak.[1-2]
Selain itu, mamografi juga digunakan sebagai pemeriksaan diagnostik pada wanita yang menunjukkan gejala seperti benjolan, inversi puting, atau discharge pada puting. Mamografi dapat membedakan kalsifikasi, kista, fibroadenoma, ataupun kanker.[1,2]
Efektivitas skrining dengan mamografi dalam komunitas masih menjadi perdebatan karena sering terjadi overdiagnosis dan overtreatment, disamping angka mortalitas yang tidak menurun secara signifikan. Namun, mamografi masih menjadi acuan untuk menegakkan diagnosis awal lesi payudara, menilai kekambuhan, dan sebagai penanda untuk biopsi.[1-3]
Keputusan untuk menjalani skrining harus didasarkan pada prinsip “shared decision-making” dimana pasien harus mendapatkan informasi tentang manfaat dan risiko setiap metode skrining lalu membuat keputusannya berdasarkan informasi tersebut dan preferensinya.[1-3,15]
Pemeriksaan mamografi dilakukan dengan menggunakan pancaran sinar-X bertenaga rendah terhadap masing-masing payudara secara terpisah. Teknik pengerjaannya adalah dengan melakukan penekanan payudara pada detektor gambar. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan visualisasi massa atau kalsifikasi yang maksimal. Selanjutnya dilakukan perbandingan terhadap tampilan keduanya jika telah memenuhi standar prosedur.[1-3]
Secara umum, mamografi merupakan prosedur yang aman. Adapun komplikasi yang sering ditemukan adalah nyeri dan memar akibat penekanan payudara secara berlebihan.[1-3]
Direvisi oleh: dr. Gabriela Widjaja