Efek Samping dan Interaksi Obat Cefazolin
Efek samping cefazolin dapat berupa diare, mual, muntah, anoreksia, dan demam. Interaksi obat dapat terjadi pada penggunaan cefazolin bersama dengan probenecid, aminoglikosida, chloramphenicol, rifampicin, furosemide, dan vaksin hidup.[13,15]
Efek Samping
Cefazolin dapat menyebabkan hipersensitivitas dan efek samping pada darah, saluran cerna, hepar, renal, dan sistem saraf.[13,15]
Hipersensitivitas
Cefazolin mungkin menimbulkan hipersensitivitas pada pasien tertentu. Selain itu, ada kemungkinan hipersensitivitas silang dengan golongan sefalosporin dan antibiotik beta laktam lainnya seperti penicillin.[5,13]
Hipersensitivitas dapat bermanifestasi sebagai demam, ruam kulit, pruritus pada vulva, eosinofilia, sindrom Stevens Johnson, dan anafilaksis.[13,15]
Darah
Kelainan darah yang dapat disebabkan oleh cefazolin adalah neutropenia, leukopenia, trombositopenia, trombositosis, dan hasil positif pada tes Coombs.[13,15]
Renal
Cefazolin dapat menyebabkan gangguan renal. Salah satunya adalah peningkatan kadar blood urea nitrogen (BUN) sementara, tanpa bukti klinis adanya gangguan ginjal. Nefritis interstisial dan gangguan ginjal lain jarang ditemukan.[13,15]
Gastrointestinal dan Hepar
Cefazolin mungkin menyebabkan kolitis pseudomembran, mual, muntah, anoreksia, diare, dan kandidiasis oral. Peningkatan enzim hepar dapat terjadi walaupun jarang. Hepatitis dan ikterus kolestatik jarang ditemukan.[13,15]
Sistem Saraf
Cefazolin juga mungkin menyebabkan koma, kejang, nonconvulsive status epilepticus, ensefalopati, dan asteriksis pada pasien dengan riwayat epilepsi dan/atau gangguan ginjal.[13,15]
Efek Samping Lokal
Efek samping prosedural dapat terjadi akibat penyuntikan cefazolin, seperti nyeri pada lokasi injeksi intramuskular dan flebitis pada lokasi injeksi.[13,15]
Interaksi Obat
Ada interaksi obat antara cefazolin dan probenecid, aminoglikosida, chloramphenicol, antagonis vitamin K, rifampicin, furosemide, dan vaksin hidup.
Memperpanjang Durasi Kerja Cefazolin
Penggunaan cefazolin bersama dengan probenecid, entecavir, atau golongan antibiotik aminoglikosida (seperti gentamicin dan streptomycin) dapat meningkatkan durasi kerja cefazolin akibat kompetisi sekresi pada tubulus renal. Penurunan sekresi cefazolin melalui tubulus renal meningkatkan kadar cefazolin dalam darah dengan waktu paruh yang memanjang.[13,15]
Menghambat Aktivitas Bakterisidal Cefazolin
Studi in vitro menunjukkan bahwa chloramphenicol menghambat aktivitas bakterisidal dari sefalosporin, terutama pada bakteri-bakteri yang dihambat oleh chloramphenicol. Chloramphenicol bersifat bakteriostatik dengan menghambat sintesis protein beberapa bakteri gram negatif, antara lain Streptococci grup B dan Staphylococcus aureus.[15]
Sefalosporin bekerja membunuh bakteri dengan cara berikatan dengan protein-protein tersebut, yang berujung pada tidak terbentuknya dinding sel bakteri. Apabila protein bakteri berkurang akibat dihambat oleh chloramphenicol, potensi sefalosporin untuk membunuh bakteri juga berkurang.[15]
Meningkatkan Efek Antikoagulan
Cefazolin dapat meningkatkan efek antikoagulan dari obat antagonis vitamin K seperti dikumarol, anisindione, warfarin, dan heparin. Selain itu, kombinasi cefazolin dengan antibiotik rifampicin juga dapat menyebabkan koagulopati.[10,15]
Cefazolin diketahui menghambat pertumbuhan bakteri penghasil vitamin K di usus, produksi faktor pembekuan yang membutuhkan vitamin K, dan aktivitas platelet. Pantau gejala klinis perdarahan dan periksa prothrombin time serta international normalised ratio (INR) bila menggunakan kombinasi obat-obat ini.[10,15]
Meningkatkan Risiko Nefrotoksisitas
Kombinasi cefazolin dengan antibiotik aminoglikosida dan furosemide meningkatkan risiko nefrotoksisitas. Risiko tersebut lebih tinggi pada pasien lansia dengan gangguan renal dan pada pengguna jangka panjang. Apabila kedua obat digunakan bersamaan, gunakan dosis efektif terendah. Pemantauan fungsi ginjal perlu dilakukan.[15]
Menurunkan Efektivitas Vaksin
Saat terapi dengan cefazolin, sebaiknya pasien tidak menerima vaksin hidup seperti vaksin Bacillus Calmette-Guerin (BCG) dan vaksin tifoid. Vaksin hidup sensitif terhadap antibiotik sehingga menurunkan respons imun yang diharapkan dari pemberian vaksin tersebut. Vaksin hidup sebaiknya tidak diberikan 3 hari sebelum dan setelah pemberian antibiotik.[15]
Direvisi oleh: dr. Irene Cindy Sunur