Etiologi Malignant Hyperthermia
Malignant hyperthermia atau hipertermia maligna memiliki etiologi yang terkait dengan faktor genetik. Kondisi ini umumnya disebabkan oleh mutasi genetik pada dua gen utama RYR1 (Receptor Ryanodine 1) dan CACNA1S (Voltage-dependent L-type Calcium Channel). Mutasi pada gen tersebut mengganggu regulasi kalsium di dalam sel otot rangka, yang pada akhirnya dapat menyebabkan respon berlebihan terhadap anestesi dan memicu malignant hyperthermia selama pembedahan.
Perlu dicatat bahwa malignant hyperthermia bersifat autosomal dominan, yang berarti individu yang membawa satu salinan mutasi gen dari salah satu orang tua yang terkena dapat mengalami kondisi ini. Namun, tidak semua individu dengan mutasi gen RYR1 atau CACNA1S akan mengalami malignant hyperthermia, dan faktor lingkungan seperti paparan agen anestesi tertentu juga diperlukan untuk memicu kejadian malignant hyperthermia.[1,2,4]
Faktor Genetik
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa faktor genetik berperan penting dalam menentukan terjadinya malignant hyperthermia. Malignant hyperthermia disebabkan oleh mutasi pada reseptor yang terlibat dalam mekanisme kontraksi otot.[6,9,10]
Mutasi tersebut menyangkut gen yang mengkode reseptor ryanodine 1 (RYR1) pada kromosom 19 dan gen CACNA1 yang mengkode saluran kalsium tipe-L yang bergantung pada voltage (voltage- dependent) yang dikenal dengan reseptor dihydropyridine (DHPR).[9,10]
Dalam beberapa tahun terakhir, mutasi lain telah terdeteksi terkait dengan kerentanan terjadinya malignant hyperthermia yaitu STAC3, yang mengkode protein Stac3, yang berperan penting untuk kontraksi otot yang tepat.[4,9,10]
Beberapa penelitian juga telah melaporkan bahwa terjadinya miopati seperti central core disease, centronuclear myopathy, multiminicore disease (MMD), dan congenital fibre-type disproportion, yang disebabkan oleh mutasi dalam gen RYR1, merupakan predisposisi terjadinya malignant hyperthermia.[9,10]
Induksi Farmakologi
Malignant hyperthermia dapat disebabkan oleh penggunaan obat induksi anestesi. Beberapa agen anestesi volatile seperti seperti halothane, sevoflurane, desflurane, isoflurane; atau obat depolarizing muscle relaxants seperti succinylcholine, telah dilaporkan sebagai obat yang memiliki kerentanan yang tinggi untuk menyebabkan malignant hyperthermia.[1,2,6]
Beberapa penelitian di Jepang melaporkan bahwa prevalensi malignant hyperthermia yang tinggi terjadi akibat penggunaan induksi anestesi dengan sevoflurane. Selain itu, kombinasi penggunaan agen anestesi volatile (inhalasi) yang kuat dengan succinylcholine dapat secara signifikan meningkatkan risiko terjadinya malignant hyperthermia.[2,4,10]
Untuk penggunaan succinylcholine saja tanpa obat anestesi volatil, diperkirakan akan memicu efek samping yang buruk pada sekitar 15,5% pasien dengan kelainan herediter yang rentan dengan malignant hyperthermia.[1,2,4]
Tabel 1. Daftar Obat-obatan yang Aman dan yang Dapat Memicu (Triggers) Terjadinya Malignant Hyperthermia
Daftar Obat Pemicu Malignant hyperthermia | Daftar Obat yang Aman |
Ether | Propofol |
Halothane | Ketamine |
Enfluran | Etomidate |
Isoflurane | Benzodiazepine |
Sevoflurane | Barbiturat |
Desflurane | Opioid |
Succinylcholine | Nitrous oksida |
Non-depolarising muscle relaxants | |
Local anaesthetics |
Sumber: dr. Eva Naomi, Alomedika, 2023.[2,4,6]
Faktor Stres Fisik
Stres fisik seperti paparan temperatur lingkungan yang berlebihan dari luar tubuh maupun olahraga fisik dengan pergerakan yang dinamis disertai dengan intensitas yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya malignant hyperthermia, meskipun sangat jarang. Sebuah studi melaporkan bahwa kasus yang berkaitan dengan stres fisik setelah olahraga disebut dengan "awake malignant hyperthermia" pernah terjadi pada anak laki-laki usia 13 tahun yang memiliki mutasi RYR1.[1,2,4,6]
Faktor Risiko
Individu tertentu memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami malignant hyperthermia, antara lain:
- Demografi: jenis kelamin laki-laki, kelompok usia 15-64 tahun
- Riwayat konsumsi obat statin secara terus menerus: dikorelasikan dengan miopati terkait statin yang meningkatkan risiko terjadinya malignant hyperthermia akibat gangguan homeostasis Ca2+
- Riwayat infeksi virus kronis, seperti virus parainfluenza dan virus herpes simpleks tipe 1 (HSV-1) yang dapat menyebabkan terjadi inflamasi kronis pada otot yaitu chronic inflammatory myopathy, myositis, dan rhabdomyolysis
- Riwayat kelainan herediter yaitu mutasi gen RYR1 pada kromosom 19 dan gen CACNA1, serta STAC3, yang mengkode protein Stac3
- Riwayat penyakit malignant hyperthermia pada keluarga
- Pasien yang menderita atau dengan riwayat penyakit central core disease, centronuclear myopathy, multiminicore disease (MMD), dan congenital fibre-type disproportion
- Pasien yang mendapatkan induksi anestesi dengan ether, halothane, enflurane, isoflurane, sevoflurane, desflurane, dan penggunaan relaksan otot seperti succinylcholine[1,4,6,9]
Penulisan pertama oleh: dr. Alexandra Francesca Chandra