Penatalaksanaan Peripheral Artery Disease
Penatalaksanaan peripheral artery disease (PAD) atau penyakit arteri perifer yang paling utama adalah pengendalian faktor risiko, termasuk berhenti merokok, pengendalian tekanan darah, kontrol glikemik, dan penurunan hiperlipidemia. Modifikasi gaya hidup lainnya mencakup program latihan fisik dan penurunan berat badan. Farmakoterapi yang dapat diberikan adalah obat antitrombotik dan antiplatelet. Pada beberapa kasus, revaskularisasi bedah dapat diperlukan.[1-4,9]
Berhenti Merokok
Kebiasaan merokok sangat terkait dengan kemunculan dan progresivitas PAD beserta komplikasinya. Pedoman Canadian Cardiovascular Society (CCS) merekomendasikan berhenti merokok untuk mencegah PAD serta mencegah komplikasi kardiovaskular pada pasien dengan PAD.
Intervensi yang direkomendasikan meliputi konseling intensif dan terapi pengganti nikotin. Dokter sebaiknya menanyakan status merokok pasien pada setiap kunjungan, bahkan setelah pasien berhasil berhenti merokok, dan memberi dukungan moral untuk berhenti.[4,9]
Program Latihan Fisik
CCS merekomendasikan program latihan fisik yang disupervisi sebagai terapi lini pertama pasien dengan PAD dan klaudikasio intermiten untuk meningkatkan jarak dan waktu berjalan maksimal tanpa rasa sakit, serta kualitas hidup. Jika latihan fisik yang disupervisi tidak tersedia atau tidak dikehendaki pasien, program yang direkomendasikan adalah latihan fisik terstruktur di rumah atau komunitas untuk memperbaiki gejala klinis dan kualitas hidup.
Latihan fisik yang direkomendasikan untuk klaudikasio intermiten adalah berjalan kaki. Pada pasien yang tidak bisa berjalan, latihan dapat berupa cycle ergometer, arm ergometer, pole-striding, Nordic walking, atau latihan kaki dinamis. Resistance training dapat dilakukan, tetapi tidak boleh menggantikan berjalan kaki.[4,9]
Kontrol Gula Darah
Pasien PAD dengan diabetes memiliki mortalitas 3-4 kali lebih tinggi dan kemungkinan amputasi 5 kali lebih tinggi dibandingkan pasien PAD tanpa diabetes. CCS merekomendasikan kontrol gula darah ketat dengan target HbA1C <7%. CCS juga merekomendasikan terapi antihiperglikemik dengan SGLT-2 inhibitor, seperti empagliflozin, pada pasien dengan PAD dan diabetes tipe 2 karena dapat mengurangi risiko kejadian kardiovaskular tanpa meningkatkan risiko amputasi.[4,9]
Terapi Antilipidemia
CCS merekomendasikan terapi dislipidemia bagi pasien PAD untuk mengurangi risiko kejadian kardiovaskular dan dan kematian. Obat yang direkomendasikan adalah golongan statin dengan dosis maksimal yang dapat ditoleransi pasien dan terapi tambahan ezetimibe untuk pasien dengan LDL ≥ 1,8 mmol/L (70 mg/dl), non-HDL ≥ 2,4 mmol/L (100 mg/dl), atau apolipoprotein B100 ≥ 0,7 mg/dL.
Bagi pasien dengan trigliserida 1,5-5,6 mmol/L (150-500 mg/dl) yang sudah mendapat dosis statin maksimal, CCS merekomendasikan icosapent ethyl untuk mengurangi risiko komplikasi.[4,9]
Terapi Antihipertensi
CCS merekomendasikan terapi lini pertama ACE inhibitor atau angiotensin receptor blocker (ARB), seperti trandolapril dan valsartan, pada pasien PAD dengan hipertensi. Target tekanan darah yang direkomendasikan adalah <140/90 mmHg.[4,9]
Terapi Antitrombotik
CCS tidak merekomendasikan pemberian antitrombotik rutin untuk pasien PAD ekstremitas bawah asimtomatik. Rekomendasi antitrombotik untuk pasien PAD ekstremitas bawah simtomatik adalah rivaroxaban dan aspirin atau clopidogrel.[4,9]
Tabel 1. Rekomendasi Antitrombotik Untuk Peripheral Artery Disease Ekstremitas Bawah
Kondisi Klinis | Rekomendasi Antitrombotik |
Simtomatik, komorbid risiko tinggi seperti penyakit polivaskular dan diabetes, atau high-risk limb presentation seperti adanya ulkus iskemik, dengan risiko perdarahan rendah | Rivaroxaban 2,5 mg 2 kali sehari |
Aspirin 80-100 mg/hari | |
Simtomatik, tanpa komorbid risiko tinggi atau high-risk limb presentation, risiko perdarahan rendah | Rivaroxaban 2,5 mg 2 kali sehari |
Aspirin atau clopidogrel | |
Simtomatik, risiko perdarahan tinggi | Dipertimbangkan terapi antiplatelet tunggal dengan aspirin 75-325 mg/hari atau clopidogrel 75 mg/hari |
Pasca revaskularisasi endovaskular elektif | Rivaroxaban 2,5 mg 2 kali sehari |
Aspirin 80-100 mg/hari dengan atau tanpa clopidogrel jangka pendek | |
Pasca revaskularisasi terbuka elektif | Rivaroxaban 2x2,5 mg |
Aspirin 80-100 mg/hari |
Sumber: dr. Krisandryka Wijaya, Alomedika, 2024.[9]
Revaskularisasi
Revaskularisasi tidak disarankan untuk pasien PAD asimtomatik. Bagi pasien PAD dengan klaudikasio intermiten, revaskularisasi dapat dipertimbangkan jika gejala klinisnya membatasi kualitas hidup meski sudah mendapat terapi obat-obatan dan latihan fisik optimal. CCS merekomendasikan bahwa prosedur revaskularisasi untuk klaudikasio intermiten dipilih berdasarkan kondisi masing-masing pasien.[4,9]
Pertimbangan Khusus Revaskularisasi
Perlu diperhatikan bahwa pasien dengan critical limb ischemia memiliki gejala klinis yang lebih buruk, dengan risiko kehilangan jaringan dan ekstremitas yang lebih besar dibandingkan klaudikasio intermiten. Terlepas dari kemajuan farmakoterapi PAD, pasien dengan critical limb ischemia masih memiliki angka mortalitas dan amputasi yang tinggi jika tidak dilakukan revaskularisasi. Oleh karena itu, semua pasien critical limb ischemia harus segera dirujuk ke spesialis bedah vaskular untuk revaskularisasi.
Keputusan revaskularisasi, baik endovaskular, terbuka, atau hibrid, diambil dengan menilai pola anatomi lesi, derajat iskemia, risiko perioperatif, dan harapan hidup pasien. Debridemen atau amputasi minor disarankan untuk dilakukan bersamaan dengan revaskularisasi, tergantung pada derajat tissue loss, gangren, atau infeksi.
Pada pasien dengan acute limb ischemia, pilihan revaskularisasi meliputi percutaneous catheter-directed thrombolytic therapy atau ekstraksi dan aspirasi trombus mekanik, bedah trombektomi, dan bedah rekonstruksi. Strategi tata laksana bersifat individual, ditentukan oleh derajat dan durasi iskemia, viabilitas ekstremitas, faktor anatomis, profil risiko pasien, dan ketersediaan ahli bedah dan endovaskular.[4,9]
Tabel 2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Jenis Tindakan Revaskularisasi
Pertimbangan Revaskularisasi Endovaskular | Pertimbangan Revaskularisasi Terbuka |
Lesi oklusif aortoiliaka fokal | Lesi oklusif aortoiliaka difus |
Lesi femoropopliteal atau infrapopliteal | Lesi infrainguinal atau infrapopliteal difus |
Klaudikasio intermiten | Lesi arteri femoralis komunis atau arteri femoralis profunda signifikan |
Vein conduit inadekuat untuk bypass | Vein conduit adekuat untuk bypass |
Risiko bedah tinggi | Kegagalan revaskularisasi endovaskular |
Harapan hidup <2 tahun | Harapan hidup >2 tahun |
Sumber: dr. Krisandryka Wijaya, Alomedika, 2024.[9]
Amputasi
Amputasi mayor primer disarankan pada pasien critical limb ischemia dengan lesi yang tidak dapat direkonstruksi, ekstremitas non-salvageable, pasien non-ambulatory, sepsis berat, atau sebagai terapi paliatif pasien dengan harapan hidup pendek dan tidak memungkinkan dilakukan revaskularisasi. Angka amputasi juga tinggi pada pasien dengan acute limb ischemia.[4,9]
Penulisan pertama oleh: dr. Imanuel Natanael Tarigan