Panduan e-Prescription Phytophotodermatitis
Panduan e-prescription pada phytophotodermatitis ini dapat digunakan Dokter pada saat akan memberikan terapi medikamentosa secara online. Phytophotodermatitis adalah reaksi kulit yang terjadi akibat kontak dengan senyawa fotosensitisasi pada tumbuhan, seperti furocoumarins, yang diaktifkan oleh paparan sinar UV.
Tanda dan Gejala
Pada anamnesis, pasien umumnya mengeluhkan adanya ruam kemerahan dengan sensasi nyeri dan terbakar. Keluhan ini muncul setelah pasien terpapar oleh tumbuhan tertentu diikuti dengan paparan sinar matahari. Paparan zat fototoksik dapat melalui kontak langsung pada kulit atau tertelan. Lesi seringkali muncul pada area ekstremitas akan tetapi dapat melibatkan area tubuh lain seperti bibir, leher, dan dada.
Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai tanda peradangan kulit seperti eritema, vesikel, dan bullae. Ruam yang muncul dapat berbentuk garis linear atau plak ireguler sesuai bagian tumbuhan fototoksik yang mengenai tubuh. Pada sebagian orang, gejala yang muncul hanya berupa hiperpigmentasi asimptomatik.[1-4]
Peringatan
Pendekatan terapi yang paling baik dalam penanganan phytophotodermatitis adalah pencegahan paparan tumbuhan fototoksik dan paparan sinar matahari langsung pada kulit. Pada individu dengan faktor risiko okupasional, anjurkan penggunaan alat pelindung diri (APD) seperti sarung tangan, sepatu bot, serta pakaian yang menutupi area lengan dan tungkai pada saat beraktivitas di dekat tanaman.
Apabila paparan zat fototoksik telah terjadi, kulit harus segera dibersihkan menggunakan air dan sabun. Hal ini penting untuk mencegah reaksi fotokimia sebelum pasien terpapar sinar matahari.[1,2]
Kompres dingin dapat diberikan untuk menenangkan kulit dan memperbaiki gejala. Umumnya gejala dapat membaik dengan intervensi minimal. Penggunaan tabir surya spektrum luas disarankan untuk mencegah kerusakan kulit lebih lanjut. Pemberian emolien dapat memberi kelembapan pada kulit dan mencegah kerusakan barier kulit.[1,4,5]
Pemberian kortikosteroid topikal yang berkepanjangan perlu dihindari karena berisiko menyebabkan berbagai efek samping lokal hingga sistemik. Efek samping pada kulit yang mungkin terjadi seperti atrofi kulit, striae, hingga purpura. Sementara itu, efek samping sistemik yang dapat timbul meliputi insufisiensi adrenal, hiperglikemi, sindrom Cushing, hingga glaukoma.[17]
Pasien dengan gejala berat dan lesi yang luas perlu dirujuk ke Dokter Spesialis Kulit. Apabila lesi lepuh telah mengenai >30% area kulit, maka pasien perlu dirujuk ke unit perawatan luka bakar untuk tindakan debridemen.[1]
Medikamentosa
Terapi medikamentosa tidak selalu diperlukan. Pemberian medikamentosa biasanya bertujuan untuk menekan inflamasi yang terjadi.
Terapi Topikal
Beberapa pilihan terapi topikal untuk phytophotodermatitis meliputi:
Hydrocortisone valerate 0,2%: dioleskan 2–3 kali sehari pada lesi
Betamethasone diproprionate: dioleskan 1–2 kali sehari pada lesi
- Betamethasone valerate: dioleskan 1–3 kali sehari
Clobetasol: dioleskan 2 kali sehari.[3,14-16]
Terapi Sistemik
Obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) dapat diberikan pada pasien dengan keluhan nyeri atau sensasi terbakar.
Indomethacin: 50–75 mg, sekali sehari, peroral.[1,3]
Antihistamin dapat diberikan bila pasien mengalami gejala gatal yang mengganggu.
Cetirizine 10 mg, sekali sehari peroral.
Loratadine 10 mg, sekali sehari peroral.[1-3]
Pemberian pada Ibu Hamil
Pilihan terapi lini pertama pada ibu hamil dengan tanda inflamasi adalah steroid topikal. Steroid topikal umumnya memiliki risiko rendah untuk berefek samping terhadap kehamilan.[17]
Penggunaan OAINS pada kehamilan berusia >20 minggu harus dihindari karena berisiko menyebabkan gangguan ginjal serius pada janin hingga oligohidroamnion. Sementara itu, antihistamin generasi kedua, seperti cetirizine atau loratadine, aman untuk ibu hamil dan masuk dalam kategori FDA B.[18,19]