Patofisiologi Phytophotodermatitis
Patofisiologi phytophotodermatitis melibatkan inflamasi yang terjadi ketika terpapar kandungan fotosensitif pada tumbuhan diikuti dengan paparan terhadap sinar matahari, terutama sinar ultraviolet A (UVA). Tidak seperti dermatitis kontak alergi, phytophotodermatitis bukanlah merupakan kondisi yang disebabkan oleh mekanisme alergi, melainkan hasil dari efek toksik dari bahan fotosensitif pada kulit.[1,2,4]
Patofisiologi phytophotodermatitis berbeda dengan dermatitis kontak alergi. Mekanisme terjadinya phytophotodermatitis dimulai dengan paparan kandungan fotosensitif. Kandungan ini berpenetrasi pada kulit dan kemudian teraktivasi bila terpapar sinar matahari, terutama radiasi UVA (320-380 nm). Paparan terhadap radiasi UVA memicu terbentuknya reactive oxygen species (ROS). Reaksi fotokimia ini kemudian menyebabkan kerusakan seluler dan molekuler hingga terjadi peradangan pada sel kulit.[1,2]
Reaksi peradangan kulit dapat mulai dalam hitungan menit hingga memuncak pada 48 jam setelah paparan. Peradangan dapat memicu respon kulit yang berupa eritema, edema, lepuh, nyeri, dan hiperpigmentasi. Derajat keparahan reaksi yang ditimbulkan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kadar zat fotosensitif dalam tumbuhan, durasi terkena paparan sinar matahari, dan sensitivitas kulit tiap individu.[1,2,5]