Epidemiologi Ketoasidosis Diabetik
Walaupun tidak terdapat data epidemiologi di Indonesia, tetapi epidemiologi ketoasidosis diabetik atau diabetic ketoacidosis umumnya terjadi pada penderita diabetes mellitus tipe 2. Hal ini berbeda dengan kondisi global di mana ketoasidosis diabetik lebih umum terjadi pada anak-anak dengan diabetes mellitus tipe 1.
Global
Dari tahun 2009 hingga 2014, semua kelompok usia mengalami peningkatan ≥6,0% setiap tahunnya pada angka rawat inap ketoasidosis diabetik (KAD), dengan angka tertinggi pada usia <45 tahun. Penyebab dari peningkatan ini tidak jelas, kemungkinan karena perubahan dari definisi kasus, obat-obatan baru yang meningkatkan risiko KAD, dan menurunnya ambang batas pasien rawat inap (rawat inap untuk kasus yang lebih ringan).[2]
Data dari Britania Raya mengatakan angka rawat inap meningkat dari tahun 1997 dan 2013. Pada pasien diabetes melitus (DM) tipe 1 terdapat peningkatan sejak tahun 2004 dari 28 per 1000 pasien menjadi 43 per 1000 pasien pada tahun 2007. Sedangkan pada diabetes mellitus tipe 2 mengalami peningkatan yang stabil sejak 1997 hingga 201 dari 0,6 to 1,0 per 1000 pasien.
Indonesia
Di Indonesia, tidak terdapat data epidemiologi terkait ketoasidosis diabetik. Walau demikian, prevalensi diabetes mellitus tipe 1 yang lebih rendah dibandingkan global menyebabkan prevalensi ketoasidosis diabetik diduga lebih rendah di Indonesia. Ketoasidosis diabetik di Indonesia umumnya terjadi pada pasien diabetes mellitus tipe 2. Pada tahun 2017, 71% anak dengan DM tipe-1 pertama kali terdiagnosis dengan Ketoasidosis Diabetikum (KAD), meningkat dari tahun 2016 dan 2015, yaitu 63%.[6]
Mortalitas
Tingkat mortalitas pada KAD bervariasi. Mortalitas pada pasien KAD rawat inap menurun dengan konsisten, walaupun terjadi peningkatan angka rawat inap. Tingkat mortalitas menurun signifikan dalam 25 tahun terakhir dari sekitar 8% menjadi <1%. Namun, di India tingkat mortalitas mencapai 30%.[1,7]
Pedoman yang terstandarisasi, termasuk pemberian insulin dan pengawasan ketat kondisi cairan dan elektrolit berkontribusi dalam penurunan mortalitas. Penyebab utama mortalitas pada pasien dewasa adalah karena komorbiditas yang mencetuskan KAD, seperti pneumonia, infark miokardium akut atau sepsis, dan juga keparahan hipokalemia yang terjadi akibat tatalaksana KAD.
Komplikasi lain seperti sindrom distres pernafasan akut atau ARDS akut lebih jarang menyebabkan kematian. KAD menjadi penyebab mortalitas pertama pada anak-anak dan dewasa dengan DM tipe 1, penyebabnya adalah edema serebral, kemungkinan karena pemberian cairan yang terlalu agresif.[2,7]
Penulisan pertama oleh: dr. Riawati