Penatalaksanaan Ketoasidosis Diabetik
Penatalaksanaan ketoasidosis diabetik atau diabetic ketoacidosis meliputi pemberian insulin dan koreksi cairan dan elektrolit yang abnormal, seperti hiperosmolalitas, hipovolemia, asidosis metabolik, dan hipokalemia. Keberhasilan tatalaksana dari KAD memerlukan pemantauan yang sering dengan observasi klinis dan parameter laboratorium untuk memastikan tujuan terapi tercapai.[4]
Tujuan penatalaksanaan ketoasidosis diabetik (KAD) adalah:
- Memperbaiki ketoasidosis
- Meningkatkan volume sirkulasi dan perfusi jaringan
- Koreksi bertahap dari hiperglikemia dan hiperosmolaritas
- Koreksi dari ketidakseimbangan elektrolit dan resolusi dari ketosis
- Identifikasi dan terapi adekuat untuk kondisi komorbid[4]
Kriteria resolusi dari KAD adalah glukosa darah < 200 mg/dl dan dua dari kriteria ini: kadar serum bikarbonat ≥ 15 mEq/l, pH darah > 7,3, dan anion gap ≤ 12 mEq/l.[4]
Penatalaksanaan Awal
Penilaian pada KAD yang merupakan komplikasi diabetes mellitus tipe 1, dilakukan terhadap tingkat dehidrasi, kesadaran (Glasgow Coma Scale), pemeriksaan sampel darah dan urin. Lakukan pemasangan intravenous line bersama dengan pengambilan darah.
Pastikan pernafasan pasien baik. Jika terganggu, lakukan resusitasi sesuai panduan. Amankan jalan nafas pada pasien yang mengalami penurunan kesadaran. Setelah jalan nafas berhasil diamankan, lakukan pemasangan nasogastric tube bila pasien koma atau muntah dan biarkan nasogastric tube tetap terbuka untuk drainase.
Pasang EKG untuk memonitor dampak perubahan kadar kalium pasien akibat ketoasidosis dan penanganannya.
Lakukan pengukuran urin untuk mengukur balans cairan. Pada pasien yang tidak sadar, pasang kateter urin supaya balans cairan dapat diukur.
Pemberian Cairan
Tujuan utama dari koreksi cairan adalah restorasi volume sirkulasi, pembersihan keton, dan koreksi dari ketidakseimbangan elektrolit. Pilihan cairan awal yang diberikan adalah salin isotonik yang diberikan dengan kecepatan 15–20 ml/kg berat badan per jam atau 1-1,5 liter dalam satu jam pertama. Hal ini mengekspansi volume ekstraseluler.
Pilihan setelahnya untuk koreksi cairan bergantung pada keadaan dehidrasi, serum elektrolit dan urine output. Namun, penggunaan ringer laktat lebih dianjurkan daripada salin normal karena mengandung kalium.[14]
Pada pasien dengan gagal ginjal atau gagal jantung, serta orang dewasa dan lansia, kecepatan koreksi cairan perlu dimodifikasi.[4,9]
Tabel 1. Laju Infus Awal (mL/jam) Berdasarkan Berat Badan dan Status Dehidrasi Pasien
Sumber: dr. Gabriela Widjaja, Alomedika. 2022.[13]
Bolus Cairan
Tidak semua pasien dengan ketoasidosis diabetik memerlukan bolus cairan. Perlu diingat bahwa asidosis itu sendiri sudah mengakibatkan perfusi perifer yang buruk dan mengacaukan keakuratan penilaian dehidrasi. Perfusi perifer akan diperbaiki dengan koreksi asidosis. Bila terdapat hipoperfusi, berikan 0,9% saline 10 ml/kgBB. Pasien dengan ketoasidosis diabetik jarang memerlukan > 20 ml/kgBB total sebagai bolus.
Waspadai bahaya terhadap kelebihan pemberian cairan. Konsultasikan dengan spesialis endokrin, atau dokter anak mengenai pemberian bolus cairan tambahan ini terutama yang melebihi total 20 ml/kgBB.
Penyesuaian Pemberian Cairan
Rehidrasi dengan normal saline dan kalium sebaiknya dilanjutkan sedikitnya 6 jam pertama. Bila glukosa darah menurun sangat cepat dalam beberapa jam, atau mencapai sekitar 216-270 mg/dL ubahlah ke normal saline dengan juga memasukkan 5% dekstrosa dan kalium. Pilihan cairan setelah 6 jam pertama akan dipengaruhi oleh kadar serum sodium (natrium) yang telah dikoreksi melalui pemberian cairan sebelumnya, dan kadar glukosa darah. Kadar natrium yang telah terkoreksi semestinya akan stabil, atau meningkat seiring dengan menurunnya kadar glukosa darah
Setelah 6 jam pertama pemberian cairan, 0,45% NaCl dengan 5% dekstrosa dan kalium mungkin dapat dimasukkan ketika kadar glukosa darah < 216-270 mg/dL. Namun, 0,9% saline + dextrose dan kalium sebaiknya dilanjutkan, apabila:
- Hiponatremia terjadi
- Kadar serum natrium yang telah terkoreksi gagal untuk menstabilkan keadaan
- Kadar serum natrium meningkat seiring dengan penurunan kadar glukosa darah
- Terjadi hiperosmolar, atau ada kemungkinan pergeseran cepat terhadap osmolaritas darah
Usahakan untuk menjaga kadar glukosa darah antara 90-216 mg/dL. Naikkan konsentrasi dekstrosa ke 10% seiring dengan pemberian normal saline dan kalium, bilamana asidosis masih tetap terjadi dan kadar glukosa darah < 100 mg/dL, atau jatuh secara cepat ke dalam kisaran 100-270 mg/L.
Pemberian insulin dalam infus diturunkan bila kadar glukosa darah terus menurun meski sudah diberikan dekstrosa 10%. Pasien dalam keadaan ini, diturunkan pemberian insulinnya ke 0.05 unit/kgBB/hari, dengan mengingat bahwa ada perbaikan terhadap metabolik asidosis. Dalam hal ini, perlu untuk konsultasi dengan spesialis pediatrik endokrin.
Bila pasien menjadi hipoglikemik, lakukan tata laksana hipoglikemia. Bila pasien secara metabolik stabil, rehidrasi dilanjutkan secara oral setelah 24-36 jam pertama terapi cairan intravena. Keadaan stabil ini biasanya akan terjadi bersamaan dengan terapi insulin yang diubah pemasukannya dari infus ke suntikan subkutan.[13]
Terapi Insulin
Insulin harus diberikan hingga keton hilang. Insulin memiliki beberapa efek, yaitu supresi ketogenesis, reduksi dari glukosa darah, dan koreksi ketidakseimbangan elektrolit. Estimasi atau informasi mengenai berat badan pasien juga diperlukan untuk perhitungan dosis yang diberikan dalam terapi. Untuk mengoreksi ketidakseimbangan elektrolit, pasien diberikan infus insulin dengan kecepatan 0,14 unit/kg/jam.
Protokol infus insulin dosis rendah dapat menurunkan konsentrasi glukosa darah dengan kecepatan 50–75 mg/dL per jam. Jika glukosa darah tidak turun 10% dalam 1 jam pertama, berikan 0,14 U/kg dengan cara bolus intravena dan diikuti dengan infus kontinu dengan kecepatan sebelumnya.
Jika keton sudah hilang dan kadar glukosa darah 200 mg/dl, kecepatan infus insulin diturunkan menjadi 0,02–0,05 U/kg/jam. Pada keadaan ini, dapat diberikan cairan dextrose yang disesuaikan untuk mempertahankan konsentrasi glukosa darah antara 150 dan 200 mg/dl hingga resolusi dari KAD. Insulin dapat diberikan secara subkutan setelah KAD sudah resolusi dan pasien dapat makan.[4,9]
Perbaikan Kalium
Pengawasan ketat perlu dilakukan pada pasien KAD dengan peningkatan kalium. Walaupun kalium total dalam tubuh berkurang, hiperkalemia ringan hingga sedang sering terjadi pada pasien akibat asidosis yang menggeser kalium intrasel ke ekstraseluler, proteolisis, dan defisiensi insulin. Terapi insulin, koreksi dari asidosis, dan ekspansi volume dapat menurunkan konsentrasi serum kalium.
Untuk menghindari hipokalemia, pemberian kalium harus dimulai ketika kadar serum kalium turun di bawah 5,3 mEq/l pada pasien dengan urine output yang adekuat (50 ml/jam). Umumnya, 20–30 mEq kalium dalam cairan infus sudah cukup untuk mempertahankan konsentrasi serum kalium dalam batas normal 4–5 mEq/L.
Pasien KAD dapat datang dengan hipokalemia, terutama jika mengalami gejala muntah atau menggunakan diuretik. Pada kasus ini, pemberian kalium harus dilakukan dengan terapi cairan, dan terapi insulin harus ditunda hingga konsentrasi kalium kembali menjadi > 3.3 mEq/L untuk menghindari aritmia atau henti jantung dan kelemahan otot respirasi. Pengawasan jantung perlu dilakukan pada pasien dengan hipokalemia berat.[4]
Terapi Bikarbonat
Terapi bikarbonat pada KAD masih kontroversial. Beberapa berpendapat bahwa terapi insulin dapat mengoreksi ketoasidosis tanpa menggunakan bikarbonat, lainnya berpendapat bahwa asidosis berat berhubungan dengan gangguan kontraktilitas miokardium, vasodilatasi serebral, koma, dan sekuele gastrointestinal yang memerlukan terapi bikarbonat. Pasien yang secara klinis terkompensasi kemungkinan tidak membutuhkan bikarbonat, sementara pada asidosis berat yang dapat memburuk dengan cepat dapat dipertimbangkan terapi bikarbonat.
Pasien dewasa dengan pH <6.9 yang dapat memburuk tanpa terapi bikarbonat dapat diberikan 100 mmol sodium bikarbonat dalam 400 ml cairan salin dengan 20 mEq KCI diberikan dengan kecepatan 200 ml/h selama 2 jam hingga pH > 7.0. Jika pH masih < 7,0 setelah pemberian bikarbonat, disarankan untuk mengulang infus bikarbonat setiap 2 jam hingga pH > 7.0.[4]
Monitoring dan Penatalaksanaan Berkelanjutan
Monitor ketat keseimbangan antara cairan yang masuk dan yang keluar. Lakukan observasi tiap jam (dapat lebih sering bila terindikasi secara klinis): nadi, tekanan darah, tingkat kesadaran (GCS), dan status neurologis (respon pupil, penilaian perubahan akan gangguan tidak dapat istirahat baik, cengeng, sakit kepala).
Lakukan pemeriksaan tiap jam kadar glukosa dan zat-zat keton dalam darah sementara pasien sedang dalam terapi infus insulin. Periksa kembali kalium dalam tempo 1 jam setelah dimulainya infus insulin. Periksa gas darah vena dan glukosa darah tiap 2 jam untuk 6 jam pertama, selanjutnya setelah tiap 2-4 jam kemudian dan ukur suhu badan tiap 2-4 jam.[13]
Penanganan Gangguan Natrium
Efek dilusi hiperglikemia menekan kadar serum sodium dalam darah. Untuk mengoreksi konsentrasi sodium, gunakan formula berikut ini:
Koreksi natrium (aktual) = Na yang terukur + 0,3 (glukosa – 5,5) mmol/L
Bila kadar natrium tidak naik seiring dengan masih terjadinya gangguan kadar glukosa selama dalam penanganan, atau terjadi hiponatremia, biasanya menunjukkan koreksi volume cairan yang berlebihan dan penggantian elektrolit yang tidak adekuat. Konsultasikan dengan dokter senior bila kadar natrium > 160 mmol/L. Keadaan ini menempatkan pasien dalam risiko menumpuknya edema serebral.[13]
Penanganan Hipoglikemia
Bolus dekstrosa diberikan bila kadar glukosa darah di bawah <72 mg/dL dan pasien masih mengalami asidosis. Berikan 10% dekstrosa 2-5 ml/kgBB dalam bolus intravena, dilanjutkan dengan dekstrosa 10% dalam infus bersama NaCl 0.45% dan kalium. Jangan menghentikan infus insulin.
Bila hipoglikemia terus terjadi setelah lebih dari 2 jam walau sudah dilakukan penanganan di atas, pemasukkan insulin dapat diturunkan ke 0,05 unit/kgBB/jam selama zat-zat keton dan asidosis berhasil diturunkan dan dibersihkan dari dalam darah. Lanjutkan dengan 10% dekstrosa dalam cairan IV sampai tercapai kadar glukosa darah yang stabil. Bila kadar gula darah jatuh di bawah 4 mmol/L dan pH terakhir adalah > 7,3 pengobatan oral untuk hipoglikemia dapat diberikan sebagai pengganti pemberian intravena di atas.[13]
Edema Serebral
Edema serebral atau edema otak dapat terjadi secara subklinis dan mendadak, biasanya antara 6 dan 12 jam setelah dimulainya terapi cairan, sehingga pemasukan cairan dan koreksi biokemikal semestinya diberikan secara perlahan.
Secara optimal, turunnya kadar glukosa darah dan osmolaritas serum tidak melebihi 90 mg/dL/jam. Namun, pada pasien anak, awalnya kadar glukosa darah dapat jatuh secara cepat. Berikan manitol 20% 0,5 gram/kgBB IV (kisaran 0,25-1,0 gram/kgBB) dalam waktu 20 menit secepatnya ketika ada kecurigaan diagnosis klinis.
Penanganan dilakukan segera tanpa menunggu hasil pencitraan otak. Dosis ini dapat diulang bila tidak ada respon awal setelah 30 menit sampai 2 jam. Segera turunkan cairan infus 1/3 nya. Posisikan pasien dengan kepala lebih tinggi lalu transfer segera ke ICU.[13]
Perawatan di ICU
Berikut adalah kategori pasien dan kondisi ketasidosis diabetik yang membutuhkan perawatan di ICU:
- Anak usia < 2 tahun
- Koma
- Gangguan/penyakit jantung
- Kejang
- Asidosis berat (pH < 7,0, atau bikarbonat < 5 mmol/L)
- Tanda klinis mengalami edema serebral
- Dirawat di rumah sakit dengan bangsal rawat yang tidak memiliki perawatan intensif[13]
Penulisan pertama oleh: dr. Riawati