Epidemiologi GERD
Data epidemiologi mengindikasikan bahwa gastroesophageal reflux disease atau GERD memiliki prevalensi lebih rendah di Asia dibandingkan di negara Eropa dan Amerika Serikat. Data epidemiologi nasional GERD di Indonesia masih belum jelas.[10]
Perkiraan epidemiologis dari prevalensi GERD memiliki keterbatasan, karena pasien mungkin menganggap heartburn atau regurgitasi sebagai indikator kunci penyakit. Sementara, pasien dengan bukti objektif GERD, seperti esofagitis atau Barrett esofagus, mungkin tidak memiliki gejala ini.[23]
Global
Gastroesophageal reflux disease atau GERD merupakan penyakit yang sering dijumpai di seluruh dunia. Data menunjukkan bahwa prevalensi tertinggi GERD ditemukan di Amerika Tengah (19,6%) dan terendah di Asia (10,0%), terutama negara-negara Asia Tenggara (7,4%). Diperkirakan prevalensi GERD akan terus meningkat karena penyakit ini berhubungan dengan usia dan proses penuaan.[3,12]
Di Amerika Utara, prevalensi GERD diperkirakan berkisar antara 18,1% hingga 27,8%.[4]
Indonesia
Hingga saat ini belum ada data mengenai prevalensi gastroesophageal reflux disease atau GERD secara nasional di Indonesia. Sebuah studi potong lintang di RSUD Saiful Anwar Malang yang melibatkan 57 pasien GERD menunjukkan bahwa 63% pasien berusia di atas 40 tahun, 54% adalah perokok, dan 31% mengonsumsi alkohol.[13]
Mortalitas
GERD tidak menyebabkan kematian secara langsung. Meski demikian, GERD dapat meningkatkan risiko keganasan, termasuk karsinoma esofageal, yang akan meningkatkan risiko kematian pasien.[2,12,14]
Penulisan pertama oleh: dr. Josephine Darmawan