Penatalaksanaan GERD
Strategi penatalaksanaan gastroesophageal reflux disease atau GERD dilakukan berdasarkan frekuensi dan keparahan gejala, serta adanya temuan esofagitis erosif atau Barrett esofagus pada endoskopi bagian atas. Modifikasi gaya hidup dan pola makan merupakan terapi utama untuk semua pasien GERD. Pasien dapat diberikan medikamentosa untuk mengurangi ketidaknyamanan jika modifikasi gaya hidup tidak memberi perbaikan gejala adekuat.[4,7,15,17]
Terapi Medikamentosa
Apabila tidak terdapat tanda bahaya, tata laksana awal gastroesophageal reflux disease atau GERD adalah modifikasi gaya hidup dengan tujuan utama untuk mengurangi gejala dan memperbaiki kualitas hidup. Terapi nonfarmakologis bagi pasien GERD merupakan edukasi untuk mengubah gaya hidup meliputi:
- Meninggikan kepala ±15-20 cm saat berbaring
- Menghindari berbaring setelah makan. Sebaiknya pasien menunggu 2-3 jam setelah makan sebelum berbaring.
- Menurunkan berat badan bagi pasien obesitas dan overweight
- Menghindari kebiasaan merokok, baik aktif ataupun pasif
- Menghindari pencetus munculnya gejala GERD seperti, konsumsi alkohol, cokelat, makanan pedas, makanan berlemak, minuman berkarbonasi, dan makan dalam jumlah besar[2,4,7,10,15,17]
Terapi Medikamentosa
Terapi farmakologis gastroesophageal reflux disease atau GERD adalah pemberian obat-obatan yang secara langsung bekerja mengurangi atau menetralkan asam lambung dan bertujuan untuk mengurangi dan meminimalisir kerusakan mukosa akibat refluks asam.[4,15]
Proton Pump Inhibitor (PPI)
Proton pump inhibitor (PPI), seperti omeprazole, adalah pilihan terapi untuk mengatasi gejala dan mendukung penyembuhan esofagitis erosif. PPI sebaiknya diminum 30-60 menit sebelum makan agar optimal dalam mengontrol pH. Awalnya pasien dengan gejala GERD tipikal diberikan PPI dosis standar sekali sehari selama 4 minggu dan 8 minggu untuk pasien dengan esofagitis erosif. Apabila gejala membaik tetapi pasien memerlukan terapi lebih lanjut, dapat diberikan PPI dosis rumatan terendah yang memungkinkan.[2,17]
Terapi PPI yang aman untuk wanita hamil antara lain pantoprazole, lansoprazole, rabeprazole, dan dexlansoprazole yang termasuk kategori B. Omeprazole dan esomeprazole termasuk kategori C.[2,15]
Antagonis Reseptor H2
Antagonis reseptor H2 dapat diberikan kepada pasien dengan gejala malam menetap meskipun telah mendapat terapi PPI. Jenis antagonis reseptor H2 antara lain ranitidine, cimetidine, dan famotidine. Semua obat antagonis reseptor H2 aman untuk kehamilan dan termasuk dalam kategori B untuk wanita hamil.[2,7,15]
Antasida
Antasida bekerja dengan menetralkan sekresi asam lambung dan dapat mengatasi gejala dengan segera. Meski demikian, antasida memiliki kemampuan netralisasi asam yang rendah dan durasi kerja yang pendek. Pada wanita hamil dengan GERD, antasida dapat menjadi terapi pilihan bila modifikasi gaya hidup tidak dapat meringankan gejala.[7,15]
Terapi Tambahan
Terapi tambahan yang dapat diberikan kepada pasien GERD adalah prokinetik seperti metoclopramide dan domperidone. Metoclopramide diketahui dapat meningkatkan tekanan sfingter esofagus bawah (LES), peristaltik esofagus, dan pengosongan lambung. Namun penggunaannya dalam dosis tinggi dan jangka panjang menyebabkan efek samping pada sistem saraf pusat seperti penurunan kesadaran, agitasi, reaksi distonia, dan diskinesia. Oleh karena itu, tidak direkomendasikan untuk menggunakan metoclopramide sebagai terapi utama untuk GERD.[7,15,17]
Manajemen GERD Selama Bulan Puasa
Belum ada panduan klinis yang spesifik membahas mengenai manajemen GERD selama bulan puasa. Modifikasi jenis dan komposisi makanan merupakan pendekatan yang paling banyak digunakan. Saat sahur, komposisi makanan dapat lebih tinggi kalori. Saat berbuka, komposisi makanan dapat lebih ringan. Hindari makanan pedas serta makanan yang mengandung lemak tinggi, coklat, dan kafein selama bulan puasa. Jangan mengonsumsi makanan dalam 2-3 jam sebelum tidur.[2,4,7,10,15,17]
Manajemen GERD Selama Kehamilan
Strategi umum untuk pasien hamil dengan GERD adalah menghindari semua obat GERD jika memungkinkan. Oleh karena itu, fokus terapi ada pada perubahan gaya hidup dan terapi nonmedikamentosa, yang dalam banyak kasus dapat meredakan gejala. Jika gejala menetap, antasida atau alginat dapat digunakan. Jika tidak efektif untuk pasien tertentu, antagonis histamin yang diikuti dengan PPI dapat diresepkan..
Pembedahan
Terapi pembedahan antirefluks dilakukan dengan fundoplikasi. Pembedahan diindikasikan bagi pasien dengan keadaan berikut:
- Gejala GERD tidak membaik dengan terapi PPI
- Gejala esktraesofageal
- Gejala refluks non-asam pada terapi PPI
Hernia hiatus besar dan bergejala
- Kepatuhan pasien terhadap terapi farmakologis rendah
- Pasien usia muda yang menolak terapi farmakologis jangka panjang
Meski demikian, perlu diketahui bahwa manfaat pembedahan dalam penanganan GERD masih kontroversial. Ada bukti yang menunjukkan bahwa perbaikan klinis setelah pembedahan tidak berbeda bermakna dengan farmakoterapi saja. Di sisi lain, banyak pasien yang sudah menjalani pembedahan tetap membutuhkan terapi bedah tambahan atau ulangan.[4,20,21]
Penulisan pertama oleh: dr. Josephine Darmawan