Diagnosis Intoleransi Laktosa
Diagnosis intoleransi laktosa umumnya dapat ditegakkan dengan pemeriksaan hydrogen breath test, yaitu pengukuran kadar hidrogen setelah pemberian laktosa peroral. Gejala intoleransi laktosa yang terjadi setelah ingesti laktosa di antaranya nyeri perut, diare, kembung, mual, muntah, dan flatus.
Anamnesis
Pada anamnesis, tanda dan gejala intoleransi laktosa ditemukan kurang lebih 30 menit hingga 2 jam pasca konsumsi produk yang mengandung laktosa. Tingkat keparahan gejala intoleransi bergantung pada beberapa faktor seperti jumlah laktosa yang dikonsumsi, kadar sisa laktase, ingesti laktosa dengan komponen makanan lain, waktu transit saluran pencernaan, dan komposisi mikroorganisme saluran pencernaan.[1,3,6]
Sebagian besar pasien dengan malabsorbsi laktosa dapat mentoleransi laktosa dalam jumlah <12 gram per hari atau dapat mentoleransi susu hingga 240‒500 mL. Toleransi konsumsi laktosa meningkat bila dikonsumsi bersamaan dengan nutrien lain.[1,3,6]
Gejala gastrointestinal intoleransi laktosa antara lain diare, kembung, nyeri abdomen, borborygmi, mual, muntah, rasa penuh pada abdomen, dan flatus. Pada beberapa kasus intoleransi laktosa, dapat ditemukan gejala konstipasi yang diduga disebabkan oleh reduksi karbon dioksida menjadi methan.[1-3]
Gejala ekstraintestinal yang dapat ditemukan antara lain sakit kepala, asthenia, nyeri otot dan lutut, ulkus mulut, lesi pada kulit, kelelahan, dan hilangnya konsentrasi. Gejala intoleransi laktosa yang paling sering ditemukan pada anak usia sekolah menengah yaitu nyeri perut (64,1%), distensi abdomen (22,6%), mual (15,1%), flatulens (5,7%), dan diare (1,9%). Gejala ini muncul terutama satu jam setelah konsumsi laktosa.[2,3,8]
Pada anamnesis juga perlu ditanyakan mengenai riwayat diet, penyakit yang diderita, dan riwayat pada keluarga untuk membantu mengarahkan penyebab intoleransi laktosa.[1]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik abdomen dapat ditemukan distensi abdomen, borborygmi, dan nyeri tekan. Pada beberapa kasus intoleransi laktosa, tidak didapatkan kelainan pada pemeriksaan fisik.[1,15]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding intoleransi laktosa antara lain irritable bowel syndrome (IBS), inflammatory bowel disease (IBD), penyakit celiac, dan alergi susu sapi.
Irritable Bowel Syndrome
Pasien Irritable Bowel Syndrome (IBS) seringkali mengeluhkan munculnya gejala setelah mengonsumsi makanan yang mengandung laktosa. Gejala klinis intoleransi laktosa menyerupai gejala IBS, sehingga sulit untuk membedakan keduanya. Pada pasien IBS, pemeriksaan darah, kolonoskopi, atau biopsi umumnya tidak menunjukkan kelainan.[1,16]
Pada pasien dengan kecurigaan IBS, pemeriksaan hydrogen breath testing perlu dilakukan sebagai bagian pemeriksaan diagnostik IBS. Pemeriksaan ini juga dapat membantu apakah terapi modifikasi diet bebas laktosa yang sering dilakukan pada pasien IBS dapat memberikan manfaat.[1,16]
Saat ini terdapat beberapa studi yang meneliti keterkaitan antara intoleransi laktosa dengan IBS. Risiko munculnya gejala dan tingkat keparahan gejala intoleransi laktosa lebih berat pada pasien yang disertai dengan IBS. Gejala ini sudah dapat timbul dengan mengkonsumsi laktosa dalam jumlah yang rendah/sedang yang terkandung dalam makanan pada umumnya. Irritable Bowel syndrome dan intoleransi laktosa merupakan dua kondisi yang dapat berdiri sendiri ataupun dapat terjadi secara simultan.[13,16]
Penyakit Celiac
Penyakit celiac merupakan enteropati usus halus yang disebabkan oleh konsumsi makanan yang mengandung gluten. Gejala malabsorpsi yang timbul disebabkan oleh kerusakan sel enterosit. Manifestasi klinis pada penyakit celiac dan intoleransi laktosa saling tumpang tindih, sehingga sulit untuk dibedakan antara keduanya.[11,17]
Petunjuk penting yang dapat membedakan keduanya yakni pada anamnesis intoleransi laktosa akan ditemukan riwayat mengkonsumsi produk yang mengandung laktosa sebelum gejala timbul. Selain itu, dapat ditemukan hasil positif pada tes toleransi laktosa atau lactose breath hydrogen test.[11,17]
Pasien dengan penyakit celiac yang mengalami kerusakan intestinal yang cukup nyata dapat menyebabkan intoleransi laktosa sekunder akibat berkurangnya enzim laktase pada brush border usus halus. Pemeriksaan baku emas untuk menegakkan diagnosis penyakit celiac yaitu melalui pemeriksaan biopsi, dimana akan ditemukan atrofi vili usus. Diagnosis juga dapat ditegakkan bila didapatkan gejala tipikal, dan hasil positif pada pemeriksaan human leukocytes antigen dan serologi.[11,17]
Alergi Susu Sapi
Alergi susu sapi merupakan reaksi autoimun terhadap protein susu sapi, yang didapatkan pada masa awal bayi, sedangkan intoleransi susu sapi umumnya ditemukan pada masa remaja atau dewasa dini.[1]
Inflammatory Bowel Disease:
Inflammatory Bowel Disease (IBD) merupakan salah satu faktor risiko terjadinya intoleransi laktosa. Hal ini disebabkan insufisiensi produksi enzim laktase yang terjadi pada penyakit saluran pencernaan seperti IBD. Sebanyak 70% pasien dengan IBD mengalami intoleransi laktosa.[1,10]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk mendeteksi intoleransi laktosa antara lain hydrogen breath test, uji toleransi laktosa, aktivitas enzimatik laktase, dan genetik. Hydrogen breath test merupakan pemeriksaan pilihan utama untuk mendiagnosis intoleransi laktosa.
Hydrogen Breath Test
Hydrogen breath test merupakan pemeriksaan yang bertujuan untuk mengukur kadar hidrogen setelah pemberian laktosa peroral. Jumlah laktosa yang diberikan bervariasi antara 20‒25 gram, atau sekitar 500 mL susu. Literatur lain memberikan 2 g/kgBB dengan maksimal 50 gram.
Laktosa yang tidak dapat diabsorbsi akan difermentasi oleh mikroorganisme dalam saluran pencernaan, sehingga menghasilkan hidrogen yang disekresikan sebagian melalui saluran pernapasan saat ekspirasi. Pemeriksaan hydrogen breath test memiliki tingkat sensitivitas 76‒100% dan spesifisitas 90‒100%.[2-4]
Hydrogen breath test dikatakan positif bila terdapat peningkatan kadar hidrogen ≥20 ppm melebihi kadar baseline, yang terjadi dalam waktu 30 menit atau 3 jam setelah ingesti laktosa. Hasil pemeriksaan positif palsu dapat disebabkan pertumbuhan bakteri berlebih pada usus halus, dan cepatnya waktu transit saluran pencernaan.
Hasil pemeriksaan negatif palsu dapat disebabkan kurangnya produksi hidrogen, mikrobiota usus yang tidak menghasilkan hidrogen, adaptasi kolon, atau adanya riwayat pemberian antibiotik sebelumnya.[1,4,6]
Uji Toleransi Laktosa
Uji toleransi laktosa dilakukan dengan memberikan 50 gram laktosa, dilanjutkan dengan pemeriksaan kadar gula darah. Waktu pemeriksaan gula darah bervariasi antar literatur, yaitu 2 atau 3 jam setelah pemberian laktosa.
Pemeriksaan kadar gula darah dapat dilakukan serial, yaitu pada waktu 0, 30, 60, 120 menit. Pada intoleransi laktosa tidak didapatkan peningkatan kadar glukosa darah, atau nilai cut off <1,1 mmol/L. Pemeriksaan ini memiliki tingkat sensitivitas yang lebih rendah daripada hydrogen breath test.[1,2,6]
Biopsi Mukosa Usus
Pemeriksaan biopsi jarang dilakukan karena bersifat invasif, dan tidak dianjurkan bila hanya khusus untuk mengambil sampel untuk pemeriksaan aktivitas enzimatik laktase. Pengambilan sampel untuk pemeriksaan aktivitas enzimatik laktase hanya dilakukan bila terdapat indikasi lain untuk dilakukan pemeriksaan biopsi. Pada intoleransi laktosa didapatkan aktivitas laktase <17‒20 IU//g.[2-4]
Pemeriksaan ini dapat mengeksklusi penyebab sekunder intoleransi laktosa, dengan melakukan pemeriksaan histopatologi pada sampel yang diambil. Temuan mikroskopis usus halus pada intoleransi laktosa bervariasi, tergantung pada penyebab defisiensi laktase. Pada defisiensi laktase primer mukosa usus halus tampak normal, sedangkan pada defisiensi laktase sekunder dapat ditemukan kelainan pada mukosa usus halus bergantung pada kelainan yang mendasari.[1-3]
Genetik
Aktivitas laktase mengalami perubahan selama masa perkembangan. Aktivitas laktase tertinggi didapatkan saat masa kehamilan akhir dan menurun setelah usia 2‒3 tahun, dan berada dalam keadaan stabil pada kadar yang rendah pada usia 5‒10 tahun. Pada beberapa ras, dapat ditemukan laktase persisten yang diduga disebabkan oleh polimorfisme genetik yang berbeda-beda (13910 C/T, 14010*G, 13915*G, 13907*C, 12915*G) pada setiap populasi di beberapa bagian area di dunia.[1,2]
Pemeriksaan polimorfisme genetik 13910 C/T merupakan pemeriksaan definitif untuk laktase non-persisten pada ras kulit putih. Pemeriksaan genetik masih belum informatif terhadap kombinasi genetik pada ras Asia dan Afrika, sehingga pemeriksaan ini masih belum dianjurkan untuk pasien dari kedua ras tersebut.[2,4]
Tes Gaxilose
Tes gaxilose merupakan pemeriksaan yang dilakukan dengan memberikan laktase substrat gaxilose (4-galactosylxylose) diikuti dengan pengukuran D-Xylose pada urin atau darah.[4]
Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini