Penatalaksanaan Anemia Sideroblastik
Penatalaksanaan anemia sideroblastik bergantung pada keparahan anemia, apakah penyebab anemia bersifat reversibel, serta apakah anemia berespon dengan terapi spesifik seperti pemberian vitamin B6. Pada kondisi anemia sideroblastik akibat paparan lingkungan, umumnya anemia akan segera terkendali setelah zat paparan dihilangkan dari tubuh pasien. Contohnya dengan menghentikan konsumsi obat penyebab anemia dan konsumsi alkohol. Anemia sideroblastik kongenital umumnya akan berespon dengan pemberian piridoksin.[9]
Menghilangkan Substansi Penyebab
Pada kasus anemia sideroblastik didapat dimana substansi yang menyebabkan diketahui, maka obat atau zat toksik tersebut perlu dihentikan penggunaan atau paparannya. Beberapa contoh substansi yang dapat menyebabkan anemia sideroblastik adalah paparan alkohol kronis pada pasien alcohol use disorder, keracunan arsenik dan timbal, serta konsumsi zinc berlebih. Sementara itu, penggunaan obat seperti chloramphenicol, cycloserine, isoniazid, linezolid, dan pyrazinamide juga telah dikaitkan dengan anemia sideroblastik didapat.[4-6]
Vitamin B
Pada anemia sideroblastik kongenital derajat ringan-sedang, terapi awal yang direkomendasikan adalah piridoksin (vitamin B6). Beberapa kasus anemia sideroblastik didapat juga dilaporkan berespon dengan pemberian piridoksin.
Piridoksin diberikan selama minimal 3 bulan dengan dosis 50-100 mg per hari. Selanjutnya dokter perlu menentukan apakah pasien responsif atau tidak terhadap terapi piridoksin. Pasien dikatakan responsif jika terjadi peningkatan kadar hemoglobin dan retikulositosis.[5,6,9]
Pada pasien yang responsif terhadap piridoksin, terapi dapat dikombinasikan dengan pemberian asam folat. Sementara itu, pada kasus anemia sideroblastik dengan gambaran megaloblastik, terapi dengan pemberian thiamine 25-75 mg per hari dapat memperbaiki kondisi pasien.[5]
Transfusi Darah
Pada kasus anemia sideroblastik simptomatik ataupun asimptomatik dengan kadar hemoglobin di bawah 7 g/dL, transfusi sel darah merah diberikan. Transfusi juga dipertimbangkan pada pasien yang tidak responsif dengan terapi piridoksin.
Meski demikian, dokter perlu mempertimbangkan terkait semakin meningkatnya risiko iron overload pada pasien anemia sideroblastik yang menjalani transfusi. Transfusi darah pada pasien dengan anemia sideroblastik telah dikaitkan dengan perburukan iron overload, hemosiderosis, serta peningkatan risiko gagal hati akut, sirosis hepatis, dan gagal jantung.[5]
Transplantasi
Pada pasien yang resisten piridoksin atau bergantung pada transfusi, maka transplantasi sumsum tulang merupakan terapi pilihan terakhir. Perlu dicatat bahwa graft versus host disease yang berat telah dilaporkan pada pasien anemia sideroblastik pasca transplantasi sumsum tulang. Selain itu, data klinis perbandingan manfaat dan risiko dari transplantasi sumsum tulang pada pasien anemia sideroblastik juga masih terbatas pada laporan kasus.
Pada pasien yang mengalami iron overload, gagal hepar, dan tidak berespon dengan kelasi besi ataupun flebotomi, maka transplantasi hati dapat dipertimbangkan.[5]
Kelasi Besi
Terapi tambahan berupa kelasi besi diberikan pada pasien yang sudah pernah menerima transfusi hingga sekurang-kurangnya 10 kali atau kadar serum ferritin pasien lebih dari 1000 mcg/L. Contoh kelasi besi yang dapat menjadi pilihan antara lain adalah deferoxamine dan deferiprone.[5,9]