Pendahuluan Gagal Jantung
Gagal jantung merupakan sekumpulan temuan klinis akibat gangguan struktural dan fungsional terhadap pengisian ventrikel dan ejeksi darah. Gagal jantung biasanya bukanlah suatu kondisi penyakit primer, melainkan merupakan komplikasi tahap akhir dari penyakit lain yang menjadi etiologinya.
Gagal jantung dapat disebabkan berbagai kondisi medis, termasuk hipertensi dan infark miokard. Selain itu, gagal jantung juga dapat disebabkan oleh kelainan kongenital, gangguan ginjal, gangguan paru, infeksi, autoimun, hingga keganasan. Gagal jantung juga dapat dibagi lagi menjadi beberapa tahapan berdasarkan temuan klinis, anatomi dan struktur jantung penderita, fraksi ejeksi, serta kapasitas fungsional penderita.[1-3]
Definisi Klinis Gagal Jantung
American Heart Association (AHA), American College of Cardiology (ACC), serta Heart Failure Society of America (HFSA) mendefinisikan gagal jantung sebagai suatu sindroma klinis kompleks dengan tanda serta gejala yang berasal dari gangguan struktural atau fungsional terhadap pengisian ventrikel atau ejeksi darah. European Society of Cardiology (ESC) mendefinisikan gagal jantung sebagai sindroma klinis yang terdiri atas gejala khas, seperti sesak napas dan edema tungkai bawah, yang dapat disertai peningkatan tekanan vena jugular (JVP), bunyi ronkhi di auskultasi paru-paru, dan edema perifer.[1,2]
Pedoman 2022 dari AHA, ACC, dan HFSA menetapkan tahap asimtomatik dengan penyakit jantung struktural atau kardiomiopati tidak tercakup dalam definisi gagal jantung. Tahap asimtomatik ini dikategorikan ke dalam berisiko untuk gagal jantung (at risk for HF - tahap A) atau pra-gagal jantung (pre-HF, tahap B).[1]
Diagnosis dan Penatalaksanaan Gagal Jantung
Gagal jantung perlu dicurigai pada pasien dengan keluhan sesak saat berbaring dan beraktivitas, edema pada bagian tubuh yang terpengaruh gravitasi seperti kaki, iktus kordis yang bergeser lateral pada perkusi, dan suara jantung yang berubah pada auskultasi. Pada rontgen toraks bisa ditemukan kardiomegali, sedangkan pada EKG bisa muncul tanda hipertrofi ventrikel maupun atrium. Pada pemeriksaan echocardiography bisa ditemukan dilatasi atrium atau ventrikel dan perubahan kontraktilitas jantung.
Tata laksana gagal jantung mengikuti tahap perkembangan penyakit. Intervensi pada tahap A bertujuan untuk pencegahan dengan modifikasi dan perbaikan faktor risiko. Tata laksana tahap B bertujuan untuk mengatasi risiko dan penyakit jantung struktural untuk mencegah terjadinya gagal jantung. Sementara itu, pada tahap lanjut, penatalaksanaan bertujuan mengurangi gejala, morbiditas, risiko mortalitas, dan memperbaiki kualitas hidup.[1-3]
Penulisan pertama oleh: dr. Sunita