Pendahuluan Henti Jantung Mendadak
Henti jantung mendadak (sudden cardiac arrest) adalah kondisi kegawatdaruratan medis dimana fungsi jantung hilang secara tiba-tiba sehingga berakibat pasokan oksigen yang dibutuhkan oleh organ-organ vital di dalam tubuh tidak tercukupi. Apabila kondisi ini dibiarkan terjadi lebih dari 4 menit, akan mengakibatkan kematian sel-sel otak. Kematian pada seluruh organ vital akan terjadi jika kondisi berlanjut hingga 10 menit.[1,2]
Henti jantung mendadak dapat terjadi dimana saja, baik di rumah sakit (In Hospital Cardiac Arrest/IHCA) atau diluar rumah sakit (Out of Hospital Cardiac Arrest/OHCA). Hingga saat ini, henti jantung mendadak masih menjadi penyebab kematian utama yang banyak ditemukan baik di negara maju maupun negara berkembang. Di seluruh dunia, estimasi angka kematian akibat henti jantung adalah lebih dari 7 juta kematian per tahun. Sementara itu di Indonesia, insidensi henti jantung mendadak belum didapatkan.[1-4]
Diagnosis yang cepat dan tatalaksana yang tepat dibutuhkan segera untuk menangani henti jantung mendadak. Prinsip tatalaksana nya tidak hanya mengembalikan aktivitas jantung namun juga memperbaiki iskemia yang terjadi di seluruh tubuh dan reperfusi.[1,5]
Aspek dasar pertolongan pada henti jantung mendadak adalah Bantuan Hidup Dasar (BHD), aktivasi sistem tanggap darurat, Resusitasi Jantung Paru (RJP) sedini mungkin, serta dengan defibrilasi cepat menggunakan defibrilator eksternal otomatis (Automatic External Defibrillator/AED). BHD yang dilakukan sedini mungkin akan meningkatkan angka bertahan hidup sebanyak 4% dan pada pasien napas spontan sebesar 40%. Selain itu, kewaspadaan universal adalah hal prioritas bagi pelaksana resusitasi jantung paru untuk mengurangi risiko penularan infeksi.[1,2,6,7]