Diagnosis Henti Jantung Mendadak
Diagnosis henti jantung mendadak perlu ditegakkan secara cepat dan tepat karena kondisi ini dapat mengancam jiwa. Karena anamnesis sering sulit dilakukan, kecurigaan terjadinya henti jantung mendadak dibuat apabila pasien tidak merespon dan berhenti bernapas.[1,3]
Anamnesis
Anamnesis pada kasus henti jantung mendadak dapat diperoleh dengan bertanya kepada keluarga penderita atau penolong yang menemukan penderita. Gejala yang paling sering muncul awalnya adalah nyeri dada akut yang menggambarkan iskemia koroner akut, disertai dengan keluhan yang bervariasi mulai dari jantung berdebar-debar, sesak napas, pusing, keringat dingin, atau kehilangan keseimbangan.[1,2]
Riwayat penyakit yang menjadi faktor risiko munculnya henti jantung mendadak atau faktor risiko lainnya dapat ditanyakan pada keluarga ataupun saat penderita sudah sadar.[1,3]
Pemeriksaan Fisik
Pada pasien dengan henti jantung mendadak harus dilakukan pemeriksaan tanda vital dan idealnya dipantau ketat dengan monitor. Pemeriksaan cepat dari kepala hingga kaki akan membantu untuk menentukan tatalaksana.[1,4]
Secara umum, temuan fisik dari henti jantung mendadak adalah tidak adanya respon pasien terhadap rangsangan (suara, sentuhan, atau nyeri), tidak terdapat pernapasan normal, tidak teraba denyut nadi di arteri besar (arteri karotis, femoralis, radialis).[1,3]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding untuk henti jantung mendadak antara lain seperti syncope, kejang, dan overdosis obat-obatan.[1,2]
Syncope
Syncope adalah hilangnya kesadaran sementara yang biasanya disebabkan oleh penurunan aliran darah ke otak. Pasien yang mengalami syncope tidak responsif seperti penderita henti jantung mendadak. Namun, pasien yang mengalami henti jantung mendadak umumnya tidak akan memiliki pola pernapasan atau denyut nadi yang normal sebagaimana syncope. Hal ini yang membedakan syncope dari henti jantung mendadak.[1,2]
Kejang
Kejang juga bisa disalah artikan sebagai henti jantung mendadak, dan sebaliknya. Pasien yang mengalami kejang tidak akan responsif dan mungkin mengalami pernapasan abnormal. Irama jantung yang tidak normal dan adanya denyut nadi dapat membedakan kejang dari henti jantung mendadak.[1,2]
Overdosis Obat
Overdosis obat terutama dari opiat dapat menyebabkan pasien menjadi tidak responsif dan tidak bernapas dengan normal. Adanya denyut nadi akan membedakan overdosis opiat dari henti jantung mendadak.[1,2]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada henti jantung mendadak yang dapat mendeteksi keadaan ini secara cepat adalah melalui elektrokardiografi (EKG). Adapun pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi dapat dilakukan setelah dipastikan kondisi pasien stabil.[2,10]
Elektrokardiografi
Pemeriksaan elektrokardiografi (EKG) sangat penting dilakukan di awal. Di negara yang memiliki sistem pelayanan gawat darurat (Emergency Medical Services/EMS), pemeriksaan EKG dapat dilakukan segera di luar rumah sakit. Dengan EKG, diagnosis henti jantung mendadak dapat segera diketahui dan dijadikan panduan mengambil keputusan untuk merujuk pasien ke rumah sakit.
Gambaran EKG pada henti jantung mendadak dapat terlihat sebagai fibrilasi ventrikular (ventricular fibrillation/VF), takikardi ventrikular (ventricular tachycardia/VT), aktivitas elektrik tanpa nadi (PEA) atau asistol.[1,4]
Fibrilasi Ventrikular:
Perubahan EKG yang dapat dijumpai pada VF antara lain sebagai berikut:
(i) irama tidak teratur, (ii) frekuensi jantung tidak dapat dihitung, (iii) gelombang P tidak ada, (iv) interval PR tidak ada, (v) gelombang QRS bergelombang, (vi) tidak teratur, dan tidak dapat dihitung.[1,11]
Takikardi Ventrikular:
Perubahan EKG yang dapat dijumpai pada VT antara lain sebagai berikut:
(i) kompleks QRS lebar (>140 ms), (ii) irama jantung reguler, (iii) adanya disosiasi AV yang ditandai dengan fusion beats (akibat aktivasi ventrikel secara simultan melalui sistem konduksi yang normal dengan sistem konduksi ektopik) dan capture beats (keadaan dimana kompleks QRS sempit pada saat terjadinya VT dengan disosiasi AV), (iv) aksis QRS superior dan aksis kanan, (v) kompleks QRS dapat tegak di sadapan aVR, (vi) kompleks QRS yang tidak sesuai dengan gambaran bundle branch block, (vii) menyatunya bagian awal kompleks QRS, (viii) pada beberapa kondisi gambaran EKG VT mungkin mirip dengan gambaran supraventricular tachycardia (SVT) dengan konduksi aberan.[1,12]
Aktivitas Elektrik Tanpa Nadi/PEA:
Perubahan EKG yang dapat dijumpai pada PEA yaitu terdapat otomatisasi yang abnormal, terlihat pada tingkat ventrikel lambat dengan kompleks QRS lebar.[1,13]
Asistol:
Pada EKG dari asistol tidak terlihat adanya aktivitas listrik jantung, dimana hanya akan terlihat garis datar.[1,14]
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menemukan kausatif dari henti jantung mendadak. Beberapa pemeriksaan yang dianjurkan seperti pemeriksaan elektrolit darah, pemeriksaan enzim jantung (Troponin), pemeriksaan kadar terapeutik obat-obatan (misalnya digoxin, antidepresan trisiklik, pemeriksaan zat terlarang atau narkotika). Jika dicurigai kondisi penyakit jantung kongenital, dapat dilakukan pemeriksaan genetik.[1,3]
Pemeriksaan Radiologi dan Ekokardiografi
Pemeriksaan radiologi seperti foto toraks diperlukan untuk mengetahui penyebab terjadinya henti jantung mendadak atau komplikasi dari resusitasi jantung paru seperti hemothoraks, pelebaran mediastinum oleh diseksi aorta, edema paru, atau pneumonia. Ekokardiografi diperlukan untuk menilai regional wall motion abnormality yang disebabkan oleh proses infark, tamponade jantung, diseksi aorta, atau tekanan pengisian vena cava inferior. CT angiografi dan MRI dapat dilakukan setelah pasien dalam kondisi stabil untuk menilai penyebab reversible terjadinya henti jantung mendadak serta menilai fungsi jantung.[1,4,15]