Prognosis Ruptur Limpa
Prognosis ruptur limpa (spleen rupture) atau ruptur lien dengan penegakkan diagnosis dan penatalaksanaan yang cepat dan adekuat umumnya baik. Tingkat keberhasilan terapi nonoperatif dilaporkan mencapai 90% pada pasien anak. Meski demikian, potensi komplikasi akibat ruptur limpa tetap perlu diwaspadai.[1]
Komplikasi
Perdarahan ruptur limpa yang tertunda merupakan salah satu komplikasi yang dapat terjadi berkaitan dengan cedera limpa derajat ringan. Hal ini dapat terjadi hingga 10 hari setelah terjadinya cedera. Komplikasi ruptur limpa yang menjalani penatalaksanaan nonoperatif lebih umum terjadi pada pasien diatas usia 55 tahun. Komplikasi tata laksana nonoperatif antara lain perdarahan, terbentuknya kista limpa, dan nekrosis dari limpa.
Sementara itu, komplikasi dari splenektomi adalah perdarahan, tromboemboli dan abses. Komplikasi yang berisiko terjadi pasca prosedur splenektomi dan angioembolisasi karena trauma adalah cedera pankreas, distensi lambung, dan nekrosis fokal lambung. Selain itu, patients dengan gangguan fungsi limpa setelah splenektomi akan memiliki risiko seumur hidup untuk mengalami infeksi berat dan sepsis.
Hal ini utamanya akibat bakteri berkapsul seperti Streptococcus pneumoniae, Haemophilus sp., Neisseria meningitidis (meningococcus), dan parasit bloodborne.Infeksi dilaporkan lebih banyak terjadi pada pasien splenektomi dibandingkan pada pasien yang mendapat terapi nonoperatif. Infeksi pasca splenektomi ditandai dengan adanya hipotensi, gangguan kesadaran, atau syok.[2,11,20]
Prognosis
Prognosis ruptur limpa dilaporkan baik apabila penegakkan diagnosis dan penatalaksanaan dilakukan cepat. Prognosis ruptur limpa memburuk seiring dengan semakin beratnya derajat cedera limpa. Risiko mortalitas adalah 11,5% pada pasien yang menjalani splenektomi dan 10% pada pasien yang menjalani terapi konservatif. Meskipun kejadian ruptur limpa nontraumatik lebih jarang dibandingkan kasus traumatik, mortalitas dilaporkan mencapai 12%.[1,2,11]