Patofisiologi Croup
Patofisiologi croup melibatkan infeksi patogen pada epitel mukosa hidung dan faring, yang kemudian menyebar secara lokal di sepanjang epitel saluran pernapasan sampai ke laring dan trakea. Inflamasi dan edema saluran napas akibat adanya infiltrasi sel darah putih menyebabkan terjadinya obstruksi jalan napas.[2,5-8]
Infeksi Virus
Mayoritas kasus croup terjadi akibat infeksi virus. Patogen virus masuk melalui inhalasi langsung dari batuk atau bersin, ataupun dengan kontaminasi akibat kontak langsung pada tangan dan mukosa. Virus penyebab croup yang paling umum adalah virus parainfluenza tipe 1.
Virus parainfluenza mengaktifkan sekresi klorida dan menghambat penyerapan natrium di epitel trakea, berkontribusi pada edema jalan napas. Edema signifikan dapat mengurangi diameter saluran napas dan membatasi aliran udara. Masa inkubasi berkisar 2-8 hari.
Inflamasi dan Edema Saluran Napas
Infeksi virus menyebabkan respon imun yang menginduksi inflamasi dan edema saluran napas. Inflamasi dan edema laring subglotis dan trakea, terutama di dekat tulang rawan krikoid, akan menimbulkan manifestasi klinis croup seperti stridor dan batuk menggonggong. Pada anak usia <10 tahun, area subglotis adalah bagian tersempit saluran pernapasan atas, sehingga sangat rentan mengalami obstruksi.
Obstruksi Saluran Napas
Pada croup, juga terjadi kerusakan endotel dan hilangnya fungsi siliaris. Eksudat mukoid atau fibrinosa dapat menutup lumen trakea. Selain itu, mobilitas pita suara juga berkurang karena edema, mengganggu gerakan plica vocalis dan menyebabkan suara serak.
Adanya obstruksi akan meningkatkan kecepatan dan turbulensi aliran udara yang lewat. Saat aliran udara ini melewati plica vocalis dan arytenoepiglottic folds, akan terjadi getaran yang menimbulkan stridor. Pada awal perjalanan penyakit, stridor bernada rendah (low pitched), keras, dan terdengar saat inspirasi. Seiring dengan semakin beratnya obstruksi, stridor akan terdengar lebih lemah, bernada tinggi (high pitched) dan terdengar juga saat ekspirasi.
Pergerakan dinding dada dan juga dinding abdomen yang tidak teratur menyebabkan pasien kelelahan serta mengalami hipoksia dan hiperkapnea. Pada keadaan ini, dapat terjadi gagal napas atau bahkan juga terjadi henti napas.[2,4-6]
Penulisan pertama: dr. Khrisna Rangga Permana