Prognosis Gastroesophageal Reflux Bayi
Prognosis gastroesophageal reflux (GER) pada bayi umumnya baik, karena mayoritas kasus mengalami resolusi pada usia 12 bulan. Potensi komplikasi GER pada bayi adalah esofagitis, Barrett's esophagus, dan gagal tumbuh.[2,5,9,16]
Komplikasi
Regurgitasi yang parah berkaitan dengan kehilangan kalori, sehingga jika berkelanjutan dapat menyebabkan gagal tumbuh. Refluks yang terjadi di malam hari dapat menyebabkan gangguan tidur pada bayi.
Selain itu, GER pada bayi juga dapat menyebabkan esofagitis yang bermanifestasi sebagai hematemesis, melena, ataupun anemia defisiensi besi. Esofagitis yang berkelanjutan dapat menyebabkan striktur esofagus, pemendekan esofagus, displasia mukosa esofagus, dan Barrett's esophagus.
Komplikasi saluran napas yang dapat terjadi adalah laringitis, sinusitis, bronkitis obstruktif, pneumonia aspirasi, hingga apnea obstruktif akibat stimulasi kemoreseptor laring oleh cairan asam yang dapat mengancam jiwa. Otitis media berulang juga dapat terjadi pada bayi yang mengalami GER. Dalam jangka panjang, kondisi ini dapat menyebabkan tuli konduktif.
GER pada bayi juga dapat mengganggu kesehatan rongga mulut, menyebabkan karies gigi, erosi gigi, dan lesi mukosa mulut. Lingkungan rongga mulut yang asam akibat GER dapat memicu pertumbuhan berlebih Streptococcus asidofilik mutan dan Candida albicans.[9]
Prognosis
GER pada bayi umumnya akan sembuh berangsur-angsur dengan bertambahnya usia, di mana 95% kasus sembuh di usia 12 bulan, 80% kasus sembuh di usia 18 bulan, dan 55% kasus akan sembuh di usia 10 bulan. Gejala yang menetap di usia >18 bulan perlu diperhatikan dan dievaluasi lebih lanjut, apakah berkaitan dengan tanda bahaya dan komplikasi yang lebih berat.
Pada bayi dengan kelainan perkembangan saraf seperti cerebral palsy, Down syndrome, dan sindrom kongenital lain yang berkaitan dengan terhambatnya perkembangan, prevalensi GER lebih tinggi.
Pada kondisi khusus tersebut, terapi farmakologis dapat dipertimbangkan. Bayi yang memiliki disfungsi neurologis, terutama pada kemampuan menelan di usia 4‒6 bulan, memiliki kemungkinan yang lebih tinggi untuk mengalami gangguan makan jangka panjang.[2,16]
Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini